Genap 4 tahun, Syech Ali Marbun Minta MoU PBNU-Universitas di Kota Syiah Iran Dicabut

Genap 4 tahun, Syech Ali Marbun Minta MoU PBNU-Universitas di Kota Syiah Iran Dicabut KH Syech Ali Akbar Marbun dalam acara NU. foto: BANGSAONLINE.com

MEDAN, BANGSAONLINE.com - KH Syech Ali Akbar Marbun, Pengasuh Pondok Pesantren Al Kautsar Al Akbar Medan Sumatera Utara (Sumut), minta agar Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding-MoU) antara KH Said Aqil Siradj selaku Ketua Umum PBNU periode 2010 – 2015 dengan Jami’ah Al-Musthafa Al-Alamiyah (Al-Musthafa International University – MIU) Republik Islam Iran dicabut. ”Pencabutan tersebut harus dilakukan secara terbuka,” kata Syech Ali Akbar dalam keterangan tertulisnya yang diterima BANGSAONLINE.com, Kamis (8/11/2015).

Menurut Kiai Syech Ali Akbar Marbun, MoU itu dilakukan pada tanggal 29 – 11 – 1432 H bertepatan dengan 27 – Oktober – 2011 Masehi di Kota Qom Iran. Berarti MoU itu kini sudah berusia 4 tahun. Artinya, jika tidak diperpanjang maka pada bulan inilah MoU itu berakhir.

Pernyataan Syech Ali Akbar Marbun ini mengejutkan. Sebab selama ini Syech Ali Akbar Marbun disebut-sebut sebagai salah satu kiai dari 9 anggota Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) dalam Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang. Bahkan dalam kepengurusan PBNU di bawah Said Aqil Siraj yang kini digugat ke pengadilan Syech Ali Akbar Marbun tercatat sebagai Mustasyar PBNU.

Dalam keterangan tertulis bertajuk “Maklumat Membersihkan NU dari Syiah” yang diterima BANGSAONLINE.com itu, permintaan pencabutan MoU itu ditulis secara resmi di atas kop surat Pesantren Al Kautsar Al Akbar Medan Sumut lengkap dengan tandatangan Kiai Syech Ali Akbar Marbun bertanggal 7 Oktober 2015.

Menurut Syech Ali Akbar Marbun, Qom Iran adalah pusat pengajaran Syiah sehingga sangat tidak menguntungkan bagi anak-anak muda NU bila belajar di universitas tersebut. Karena itu ia mendesak agar Said Aqil mencabut MoU tersebut. ”Pencabutan itu harus dilakukan secara terbuka sekaligus diupayakan agar anak-anak kita yang sudah terlanjur terkirim (ke Iran) dapat ditarik kembali,” pintanya.

Permintaan untuk mencabut MoU ini, menurut Syech Ali Akbar Marbun, juga untuk mencegah agar tidak terjadi konflik antara warga NU dan Syiah seperti yang terjadi di Sampang Madura dan Puger Jember Jawa Timur. ”Apalagi MoU tersebut di luar sepengetahuan Almarhum KH Ahmad Sahal Mahfudz selaku Rais Am PBNU,” tegasnya.

Benarkah MoU itu dilakukan Said Aqil tanpa sepengetahuan Rais Am Syuriah PBNU KH Ahmad Sahal Mahfudz? BANGSAONLINE.com melakukan konfirmasi kepada KH. Kholil Nafis, PhD, yang saat itu menjabat Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU. Kiai asal Madura inilah yang menemukan dokumen MoU tersebut ketika di Iran.

”Ya, betul. Dalam rapat Syuriah (PBNU) saat itu Said Aqil menyangkal (melakukan MoU),” kata Kiai Kholil Nafis yang sehari-harinya mengajar ekonomi syariah di Universitas Indonesia (UI) kepada BANGSAONLINE.com, Kamis (8/11/2015). Said Aqil dengan meyakinkan di depan para kiai tak mengakui kalau ia telah menandatangani MoU.

Namun tak lama berselang Kiai Kholil Nafis pergi ke Iran dalam rangka tugas akademik dari UI. Ketika ia berkunjung ke Jami’ah Al-Musthafa Al-Alamiyah Qom Iran itulah ia menemukan dokumen kerjasama yang ditandatangan Prof Dr Said Aqil Siradj, MA selaku ketua umum PBNU dan Prof Dr Ali Reza Aarafi selaku Direktur Utama Jami’ah Almusthafa Al Alamiyah. Dokumen itu berisi kerjasama di bidang pendidikan, riset dan kebudayaan bertanggal 27 Oktober 2011 yang dibuat dalam dua bahasa, Persia dan Indonesia.

Kiai Kholil Nafis langsung memfoto kopi MoU yang berbahasa Indonesia karena ia mengaku tak terlalu paham bahasa Persia. ”Foto kopinya saya berikan kepada Pak Malik Madani,” tutur Kiai Kholil Nafis kepada BANGSAONLINE.com. Saat itu KH Dr Malik Madani adalah Katib Am Syuriah PBNU.

(Baca juga: KH Cholil Nafis: Said Aqil Kerjasama dengan Kampus Syiah di Iran)

Lihat juga video 'Mobil Dihadang Petugas, Caketum PBNU Kiai As'ad Ali dan Kiai Asep Jalan Kaki ke Pembukaan Muktamar':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO