Prof Kiai Asep: Tak Wajib Bayar Pajak, Jika Pejabat Negara Selewengkan Uang Pajak

Prof Kiai Asep: Tak Wajib Bayar Pajak, Jika Pejabat Negara Selewengkan Uang Pajak Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim saat menjadi pembicara pada bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas’ud Adnan yang diselenggarakan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Purwokerto dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Banyumas, Jumat (10/3/2023) malam. Foto: BANGSAONLINE

BANYUMAS, BANGSAONLINE.com – Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, menegaskan bahwa umat Islam tak wajib bayar pajak, jika hasil pajak yang dipungut dari uang rakyat, ternyata diselewengkan oleh para pejabat negara, terutama pejabat pajak dan keuangan.

“Kalau hasil pajaknya diselewengkan oleh pejabat negara, ya tak wajib bayar pajak. Karena nash untuk pajak itu sangat terbatas. Dalilnya hanya athi’ullaha wa’thiurrasul waulil amri minkum," tegas Kiai Asep Saifuddin Chalim saat menjadi pembicara pada bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas’ud Adnan yang diselenggarakan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Purwokerto dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (10/3/2023) malam.

Kiai Asep mengutip QS An-Nisa: 59 itu untuk menjelaskan bahwa kita wajib bayar pajak kepada ulim amri atau pemerintah yang taat kepada Allah SWT.   

"Jadi, kita wajib dan harus taat bayar pajak kepada pemerintah atau negara, jika pejabat negara atau pemerintah itu jujur, terutama yang menangani pajak itu amanah, dan tidak menyelewengkan uang pajak,” tegas Kiai Asep lagi.

Sebaliknya, jika pemerintah sendiri tak taat terhadap Allah SWT, maka kita juga tak wajib taat kepada pemerintah. "Karena laa tha'ata li makhluqin fi ma'shiyatil khaliq. Tak ada ketaatan kepada seorang makhluk (manusia) yang dalam kemaksiatan kepada Maha Pencipta (Allah)," tegas Kiai Asep.  

Selain Kiai Asep hadir sebagai pembica novelis kondang, KH Ahmad Tohari, yang karya-karyanya diterjemah ke bahasa Jerman, Jepang, Inggris dan bahasa lainnya. Salah satu karyanya yang sangat populer adalah Ronggeng Dukuh Paruk.

Juga hadir sebagai nara sumber M Mas’ud Adnan, penulis buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan, dan Ahmad Zuhri, Wakil Ketua Umum Pergunu serta Ahsanul Husna, pengurus Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jawa Tengah.

Namun, tegas Kiai Asep, jika pejabat negara Indonesia amanah dan jujur dalam penanganan pajak, maka rakyat Indonesia, terutama umat Islam, wajib membayar pajak. Karena taat pada ulil amri adalah nash al-Quran.

Karena itu Kiai Asep mengingatkan pemerintah agar segera memecat dan membersihkan oknum-oknum pejabat yang terlibat dalam kasus penyelewengan pajak itu dari pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. 

“Mereka pengkhianat bangsa dan negara,” tegas Kiai Asep yang selama ini aktif turun ke berbagai daerah untuk memberikan semangat kepada para pengasuh pesantren dan tokoh masyarakat tentang pentingnya peningkatan kesejahteraan demi tercapainya cita-cita luhur kemerdekaan RI.

Kiai Asep juga menyoroti tentang munculnya informasi transaksi mencurigakan Rp300 triliun di lingkungan kementeritan keuangan. “Harus segera dibersihkan. Masak sampai ada transaksi mencurigakan Rp 300 triliun,” tegas Kiai Asep.

Menurut Kiai Asep, bagi umat Islam justeru yang wajib adalah membayar zakat. “Kalau bayar zakat banyak nashnya, banyak dalilnya,” kata pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur itu.

Kiai Asep yang juga ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Pergunu itu kemudian bercerita tentang efektivitas pengelolaan zakat dalam menyejahterakan rakyat yang pernah dilakukan Umar Bin Abdul Aziz. “Umar Bin Abdul Aziz itu memerintah atau berkuasa hanya 2,5 tahun tapi mampu menyejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Karena apa? Karena zakat,” katanya.

Menurut dia, pada satu tahun pertama pemerintahannya, Umar Bin Abdul Aziz mengefektifkan pembayaran zakat. Semua orang kaya diwajibkan membayar zakat.

“Pada tahun kedua pemerintahannya, sudah tak ada orang miskin. Orang kaya kesulitan membayar zakat karena tidak menemukan lagi orang miskin yang mau menerima zakat,” kata Kiai Asep.

Akhirnya gandum dan makanan hasil zakat yang melimpah itu ditaruh di atas gunung. “Gandum dan makanan itu akhirnya dimakan burung. Karena sudah tak ada lagi orang yang mau menerima zakat karena negara sudah makmur. Jadi burung dan hewan-hewanpun pada jaman Umar Bin Abdul Aziz tidak ada yang kelaparan,” tambahnya.

Karena itu Kiai Asep mengusulkan kepada pemerintah agar zakat dikelola secara baik untuk menopang upaya negara dalam menyejahterakan rakyat.

Sebelumnya, Prof Dr KH Siroj akan menyerukan aksi tak bayar pajak jika Rafael Alun Trisambodo terbukti menyelewengkan dana pajak.

Kang Said – panggilan akrab Siroj - menyebut hal serupa pernah dia serukan saat menjabat sebagai Ketum PBNU pada 2012. Saat itu, kata dia, telah disepakati dalam Munas NU. Kala itu, seruan dikeluarkan Kang Said lantaran Gayus terbukti melakukan penyelewengan dana.

"Pada 2012 bulan September, Munas ulama di pesantren Cirebon, waktu itu baru ada kejadian Gayus Tambunan, keputusan para kyai bahwa kalau uang pajak selalu diselewengkan NU akan mengambil sikap tegas warga NU tidak usah bayar pajak," kata Said saat hendak menjenguk David di RS Mayapada.

"Saya ungkit keputusan munas tadi. Kalau memang pajak uang diselewengkan, ulama ini akan mengajak warga tak usah membayar pajak," tegas Kang Said.

Kang Said - seperti dikutip CNNIndonesia - mengungkapkan keputusan itu mengacu pada kitab kuning dan para imam serta ulama. Dia menjelaskan dana pajak harus dipakai untuk keperluan masyarakat umum.

Pernyataan Kang Said itu muncul merespon munculnya berita kasus harta Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Kanwil Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo yang menjadi sorotan publik, terutama karena ditemukan banyak kejanggalan.

Rafael memiliki harta yang hampir setara dengan Menteri Keuangan . Berdasarkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang dilaporkan Rafael per 2021, ia memiliki total kekayaan Rp56.104.350.289, dan tidak memiliki utang sama sekali.

Dalam perkembangannya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir 40 rekening Rafael. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan total ada sekitar 40 rekening yang telah diblokir termasuk milik anaknya yang sedang terlibat kasus penganiayaan, Mario Dandy Satriyo.

Ivan mengatakan dari puluhan rekening yang diblokir itu tercatat nilai transaksi selama empat tahun terakhir mencapai lebih dari Rp500 miliar.

Mutasi rekening memuat informasi pelbagai transaksi, seperti kredit, debit, dan saldo rekening yang ada pada tanggal tertentu. "Nilai transaksi yang kami bekukan nilainya D/K (Debit/Kredit) lebih dari Rp500 miliar dan kemungkinan akan bertambah. Itu mutasi rekening pada rekening yang kami bekukan. Bukan nilai dana," kata Ivan.

Publik juga dihebohkan soal angka Rp300 triliun yang diduga sebagai transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hal ini juga berdasarkan temuan PPATK.

Dilansir liputan6.com, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengatakan, bahwa angka Rp300 triliun adalah temuan transaksi mencurigakan yang disampaikan PPATK dari tahun 2009 hingga 2023 dengan total 647 orang di Kemenkeu.

Namun Mahfud MD menegaskan, transaksi di lingkungan Kemenkeu ini bukanlah merupakan korupsi yang didefinisikan mengambil uang negara.

“Jadi tidak benar kalau isu berkembang di Kemenkeu ada korupsi Rp 300 T, bukan korupsi!,” kata Mahfud Md saat jumpa pers di kantornya di Jakarta, Jumat (10/3/2023).

Meski bukan berupa korupsi, Mahfud menduga hal itu berasal dari tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang jumlahnya lebih besar dari tindakan korupsi itu sendiri.

“Memang tidak ngambil uang negara, bukan ambil uang pajak, mungkin juga ambil uang pajaknya tapi sedikit. Namun pencucian uang itu lebih besar dari korupsi,” kata Mahfud yang asli Madura itu. (MMA)

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO