"Kalau pakai pupuk organik hasilnya kurang bagus. Biasanya hasil panen dapat dua ton, bisa-bisa berkurang jadi satu ton saja," ungkapnya.
Hal senada turut disampaikan petani di daerah Mumbulsari yakni Misbah. Ia menyebut, penggunaan pupuk organik justru mengurangi kualitas tanaman.
“Beda dengan pupuk subsidi. Kalau pupuk subsidi, pertumbuhan akar sampai pohon tanaman cukup bagus. Sehingga buahnya gemuk-gemuk. Jadi hasilnya jauh lebih banyak dari pada pakai pupuk organik," akunya.
Selain itu, Junaidi yang juga warga Mumbulsari menilai kondisi kelangkaan pupuk dengan solusi yang ditawarkan bupati masih kurang solutif. Ditambah lagi, ia merasa kebanyakan petani menolak solusi yang disebutkan Hendy Siswanto dan itu membuatnya resah lantaran khawatir turunnya produksi hasil pertanian yang disebabkan kondisi.
"Kondisi seperti ini (kelangkaan pupuk subsidi) bisa membuat petani malas untuk bertani. Makanya jangan heran kalau mereka lebih memilih menjual lahannya untuk dibikin perumahan dari pada dikelola sendiri (bertani). Soalnya sudah direpotkan dengan pupuk langka, harga jual kadang tidak stabil," urai Junaidi.
Sejauh ini, kebanyakan petani masih mencoba membeli pupuk non-subsidi dengan harga dua kali lipat dari pupuk subsidi. Hal ini menjadikan kondisi semakin sulit bagi para petani karena mereka belum terbiasa dengan penggunaan pupuk organik.
Meski pembuatannya mudah, petani juga dituntut untuk menyesuaikan volume pembuatan pupuk organik dengan luasan lahan yang akan digarap. Hal itulah yang menyebabkan petani tetap memilih untuk membeli pupuk dengan harga tinggi atau tidak menanam, sebab tidak mampu membeli pupuk. (yud/bil/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News