Tafsir Al-Kahfi 47-49: Komputer Mahadigital

Tafsir Al-Kahfi 47-49: Komputer Mahadigital Ilustrasi.

"... ya benar. Karena semua dokumen amal manusia yang ada di sono sudah dicetak menjadi buku. Kemudian diedarkan di seputar 'Arsy seolah-olah sebagai kontrol akhir di hadapan Tuhan sekaligus penandatanganan. Kemudian buku itu diberikan kepada masing-masing pemiliknya. Manusia tinggal membaca saja pada buku yang sudah ada di tangan, tidak usah melihat-lihat ke Lauh Mahfudh". Lantas Ubay membaca ayat kaji ini (49).

Orang yang beriman dianugerahi buku catatan amal dan diterima dengan tangan kanan, lalu membacanya. Meskipun ada keburukan, tetapi karena rahmat Tuhan begitu agung, maka pada akhir buku itu tertulis: "You diampuni, selamat menikmati surga".

Tidak sama dengan orang durhaka, buku diterima dengan tangan kiri, dilipat dan disembunyikan di balik punggung. Lemes sekali karena ngerti bakal masuk neraka.

Shaghirah dan kabirah pada ayat ini, mufassirun berbeda memaknai. Shaghirah adalah dosa kecil, pokoknya bukan syirik. Sedangkan kabirah adalah dosa syirik. Pandangan al-imam al-Asady ini paling murah. Sebesar apapun dosa, pokoknya selain syirik, seperti berzina, minum khamr, sangat mudah diampuni. Tapi jangan sembrono. Pendapat sedang dan umum adalah : zina itu masuk kabirah dan mencium itu shaghirah.

Sedangkan kaum sufi memaknai shaghirah dan kabirah bukan pada ranah dosa, melainkan rana kejernihan hati. Perbuatan mubah (boleh), tidak berdosa menurut fiqih, tapi sekiranya bisa mengkeruhkan hati, memperburam nurani, mesti dihindari.

Abdullah Ibn Abbas R.A. menganggap tertawa itu termasuk shaghirah, sedangkan jika sampai cekakaan menjadi kabirah. Al-Tsa'laby menetralisir pendapat ini. Bahwa hal itu jika orientasinya kepada maksiat. Terhadap maksiat, kita senyum saja, maka itu shaghirah, jika sampai tertawa, maka masuk kabirah. Walhasil, kaum sufi itu tidak suka tertawa. Maka dagelan itu sudah bisa dipastikan bukan orang jernih hati dan melanggengkan dzikir kepada Allah SWT.

Pesan ayat kaji ini kira-kira demikian:

Pertama, mengisyaratkan akan adanya dunia digital yang serba cepat dan tepat. Dan terbukti pada era sekarang. Pelajarannya adalah, bahwa serenik apapun perbuatan kita pasti akan dicatat dan diberi balasan. Harusnya, setiap kita pegang gadget, kita mesti ingat bahwa kita sesungguhnya sedang direkam dan dimonitor Tuhan. Kelak, video diputar dan kita hanya terdiam.

Kedua, mendorong adanya pelayanan cepat dan tepat, tidak ruwet, dan tidak bertele-tele. Slogan "jika bisa diperlambat, kenapa harus dipercepat. Jika bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah" seperti dipraktikkan oleh sebagian oknum adalah perbuatan zalim dan berdosa.

Hukum bisnis menunjuk, siapa saja yang melayani pembeli, pelanggan, secara cepat dan tepat pastilah akan mendapat kebaikan dan keuntungan besar. Itu hukum kausalita di kalangan manusia, belum lagi jika Tuhan yang menilai. Maka layanan publik yang bagus, cepat, dan tepat adalah amal berpahala.

Ketiga, "wa la yadzlim Rabbuk ahada..". Tuhan tidak pernah berbuat zalim kepada siapa pun dan seberapa pun. Zalim itu curang, tidak jujur, tidak semestinya dan merugikan. Merugikan orang lain dan diri sendiri. Anda membuka rumah makan dan punya menu favorit. Hanya sekali saja masakan tidak seperti biasa, kurang ini atau itu, bisa dipastikan pembeli enggan balik lagi. 

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO