Dianggap Melupakan Kekejaman PKI, Nobar Film Senyap Dibubarkan

Dianggap Melupakan Kekejaman PKI, Nobar Film Senyap Dibubarkan Para penonton film senyap di warung klir Malang Jawa Timur. Foto:tribunews/surya

BangsaOnline-Pemutaran film dokumenter Senyap atau The Look of Silence di Warung Kelir, dibubarkan organisasi masyarakat (Ormas), Rabu (10/12/2014) malam.

Sekelompok orang datang saat pemutaran film baru berlangsung sekitar 15 menit.

Sekelompok orang itu langsung masuk ke warung. Mereka meminta panitia segera menghentikan pemutaran film tersebut.

Saat di lokasi, salah satu anggota ormas, Haris Budi Kuncahyo berteriak-teriak mencari panitia. Ia meminta panitia menghentikan pemutaran film tersebut.

"Mana panitia? Saya minta pemutaran film ini dihentikan!" teriak pria bersorban putih itu.

Ia ngotot agar panitia menghentikan pemutaran film itu. Ia menilai pemutaran film tersebut akan melupakan sejarah kekerasan pada 1965.

"Dalam film ini ada proses rekonsiliasi antara keluarga korban dan keluarga pelaku. Mereka saling memaafkan. Itu sama saja melupakan sejarah kekerasan pada waktu itu," ujarnya.

Menurutnya, kekejaman pada 1965 tidak patut untuk dimaafkan.

"Sejarah, kalau kejam ya kejam. Saya tidak takut pada . Negara ini negara Pancasila yang selalu mengedepankan nilai-nilai Pancasila. Film ini tidak menyesatkan, tapi akan melupakan kekejaman komunis," katanya.

Pemutaran film Senyap atau The Look of Silence, tentang pembantaian massal 1965 di Sumatera Utara dipantau ketat aparat TNI. Rencananya, film tersebut akan diputar serentak di tujuh lokasi di Kota Malang, Rabu (10/12/2014) malam mini.

Pemutaran film itu diakukan oleh Lembaga Bhineka bekerja sama dengan beberapa organisasi dan kelompok masyarakat di Kota Malam. Film yang menceritakan peristiwa itu diputar dalam rangka memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM).

Film dokumenter arahan sutradara AS Joshua Oppenheimer dan ko-sutradara anonim asal Indonesia itu akan diputar di Warung Kelir, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya (UB), FISIP Universitas Brawijaya (UB), Universitas Machung, Komunitas Kalimetro, Warung Unyil, dan Omah Munir. Film itu merupakan kelanjutan dari dokumenter sebelumnya Jagal atau The Act of Killing.

Namun Universitas Brawijaya dan Warung Unyil membatalkan pemutaran film tersebut. "Kami akan melayangkan surat protes ke Rektor Universitas Brawijaya. Kenapa pemutaran film kok dilarang," kata koordinator Lembaga Bhineka, Andry Juni, Rabu, 10 Desember 2014.

Aparat berseragam militer sebenarnya juga sempat mendatangi Warung Kelir dan berdialog dengan panitia. Namun usai berdialog, pemutaran film di warung itu tetap diperbolehkan asal dengan pengawasan tentara. 

Pemutaran di Warung Kelir menghadirkan sosiolog Universitas Brawijaya Harris El Mahdi, Ketua Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Malang Hasan Abadi dan sejumlah keluarga korban peristiwa 1965 asal Magetan dan Kediri. Mereka akan mengutarakan pendapat dan pandangannya mengenai kasus pembataian massal September 1965. "Kami akan membuat penyataan sikap di jurnal Internatonal People Tribunal," kata Andry.

Pemutaran di Universitas Machung tetap diputar sesuai jadwal. Panitia menghadirkan dua narasumber, yakni dosen Universitas Machung, Daniel Stephanus, dan Wakil Ketua Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi NU) Agus Sunyoto. "Panitia di Universitas Machung juga didatangi aparat militer. Tapi tak masalah tetap dilanjutkan pemutaran," kata Daniel. 

Komandan Komando Distrik Militer 0833/Bhaladika Jaya Letnan Kolonel Gunawan Wijaya mengingatkan bahwa pemutaran film tersebut bisa menimbulkan dampak gesekan antarkelompok. Menurutnya, selama ini Kota Malang telah dalam kondisi yang kondusif. "Saya bertugas menjaga stabilitas, keutuhan berbangsa dan bernegara," katanya.

Gunawan mengaku belum pernah menonton film dokumenter karya Joshua yang juga sutradara film dokumenter Jagal atau The Act of Killing itu. Namun ia mengatakan telah memperoleh informasi mengenai materi film tersebut. Intinya, kata dia, semua film boleh diputar asal tidak menyebarkan ideologi terlarang. "Paham komunis tak boleh hidup di negara ini. Saya tidak membenci garis keturunannya," kata Gunawan.

Sumber: tempo.co.id/tribunews.com

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO