Tafsir Al-Isra 25: Jangan Menggunjingkan Orang Tua, Allah Kecewa

Tafsir Al-Isra 25: Jangan Menggunjingkan Orang Tua, Allah Kecewa

Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag

AL-ISRA: 25

رَبُّكُمْ اَعْلَمُ بِمَا فِيْ نُفُوْسِكُمْ ۗاِنْ تَكُوْنُوْا صٰلِحِيْنَ فَاِنَّهٗ كَانَ لِلْاَوَّابِيْنَ غَفُوْرًا

Rabbukum a’lamu bimaa fii nufuusikum in takuunuu shaalihiina fa-innahu kaana lil-awwaabiina ghafuuraan

Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang yang baik, maka sungguh, Dia Maha Pengampun kepada orang yang bertobat.

TAFSIR AKTUAL:

“Rabbukum a’lamu bimaa fii nufuusikum..” Ditandaskan, bahwa Allah SWT mengetahui apa yang terdekat di hati kalian. Terma ini dilontarkan setelah Tuhan membicarakan soal berbakti kepada orang tua. Hal itu karena tidak semua anak berbakti kepadanya. Terhadap yang berbakti juga tidak semua ikhlas. Ada yang sungguhan dan totalitas, ada yang sekadarnya dan terpaksa. Biasanya yang terakhir begini ini ada tendensi tertentu, seperti mengincar warisan.

Kadang ada anak-anak yang habis ngeramut orang tua yang sedang sakit atau melayani orang tuanya, kemudian ngumpul bareng, lalu ngobrol ngerasani orang tuanya sebagai begini dan begini. Bercerita lucu tentang ibu atau bapaknya yang sudah pikun – umpama - boleh saja. Tapi jangan yang sifatnya merendahkan atau aib. Lagian harus tertutup dan hanya sebagai tukar cerita sesama saudara, bukan kesan mengeluh atau menampakkan kurang ikhlas. Tapi tetap yang terbaik adalah diam.

“in takuunuu shaalihiina fa-innahu kaana lil-awwaabiina ghafuuraan”. Terhadap al-awwaabin, Tuhan sangat sayang dan mudah mengampuni. Ada beberapa maksud terhimpun pada pada ujung ayat ini, antara lain:

Pertama, terkait anak yang shalih dan berbakti kepada kedua orang tuanya dengan baik, maka Allah SWT maha murah dan mudah sekali mengampuni dosa anak tersebut.

Kedua, jika anak tersebut tidak baik ibadahnya, tidak bagus budi pekertinya, brutal dan nakal, tapi paling berbakti dan ikhlas, maka Allah mudah sekali mengubahnya menjadi anak baik dan shalih, berkat khidmahnya tersebut. Begitu halnya anak yang durhaka, meskipun ibadahnya bagus dan ritualnya tinggi, Allah SWT mudah sekali menyesatkan dan menghinakannya. Kualat wong tuwo.

Ketiga, makna al-awwaabin: orang yang menjaga diri, jika dia melakukan perbuatan dosa, maka cepat-cepat bertobat. Begitu Ibn Abbas bertutur. Lain lagi dengan Said ibn al-Musayyab, bahwa al-awwab adalah orang yang berulang kali melakukan perbuatan yang sama: dosa, tobat, dosa, tobat dan dosa lagi. Jika dia berbakti kepada orang tua, maka Allah maha mudah mengampuni. Jika tidak, maka dipertimbangkan.

Salah satu tanda al-awwab adalah disiplin shalat sunnah, utamanya shalat dhuha. Begitu pandangan ‘Aun al-Uqaily berdasar Hadis: shalat al-awwabin hin tarmudl al-fisahal. Al-awwabin itu mengerjakan shalat ketika unta istirahat menjelang hari terasa panas. Itulah waktu dluha. Ketiga pendapat tersebut senada dan seesensi, tidak bertentangan.Allah a'lam.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO