Hadiri Haul Ke-7 di Tebuireng, Tiga Sahabat Sampaikan Testimoni Tentang Gus Dur

Hadiri Haul Ke-7 di Tebuireng, Tiga Sahabat Sampaikan Testimoni Tentang Gus Dur Anregurutta KH Sanusi Baco saat saat memberikan pemaparan dalam acara puncak peringatan haul ke-7 Gus Dur di Ponpes Tebuireng Jombang, Sabtu (7/1) malam. foto: RONY SUHARTOMO/ BANGSAONLINE

JOMBANG, BANGSAONLINE.com – Tiga pembicara yang juga sahabat KH Abdurrahman Wahid () hadir dalam puncak Peringatan Wafatnya (Haul) ke-7 Presiden Keempat RI itu di Kompleks Maqbaroh Pesantren Tebuireng, Sabtu (7/1) malam. Ketiganya adalah Anregurutta KH Sanusi Baco teman karib semasa belajar di Universitas Al-Azhar Mesir, Abdullah Syarwani mantan Duta Besar Indonesia untuk Lebanon, dan Habib Chirzin cendekiawan muslim.

Dalam kesempatan tersebut, ketiga sahabat itu saling bercerita (curhat) sosok putra KH Wahid Hasyim itu secara bergantian di atas panggung. Pertama, panitia mempersilahkan Habib Chirzin untuk memberikan pemaparan.

Bagi Habib, merupakan sosok yang merawat dan meruwat dasar-dasar pemikiran Soekarno dan KH. Hasyim Asy’ari tentang keislaman dan keindonesiaan.

“Saya tidak membayangkan Indonesia yang ada sekarang ini, dalam keharmonisan antar umat beragama, antara islam dan keindonesiaan tanpa sentuhan, rawatan dan ruwetan yang dilakukan ,” ujarnya.

“Masa depan Indonesia tidak bisa lepas dari kepemimpinan dan Tebuireng. Di antara mantan presiden Indonesia yang diingat dan dikenal dunia hanyalah ,” tandasnya.

Petikan kisah-kisah lainnya juga dipaparkan Abdullah Syarwani yang tak lain salah satu sahabat . Dalam kesempatan itu, Syarwani menyampaikan bahwa merupakan tokoh yang memiliki kepribadian kuat serta peduli terhadap pengembangan pendidikan.

Syarwani lantas memaparkan kisahnya saat dicurhati ketika dirinya masih menjadi santri di Pondok Tebuireng Jombang. Ketika itu, bercerita kepada Syarwani bahwa dimarahi KH Wahid Hasyim (ayah ) karena memasukkan kotoran ke dalam kamar mandi. Hingga akhirnya kamar mandi itu najis. Akibatnya, dihukum menguras kemudian mengisi kembali kamar mandi dengan menimba di sumur. Padahal, kamar mandinya berukuran besar.

“Hukuman itu dijalani dengan penuh tanggungjawab. Dia tidak malu mengakui kesalahan yang sudah dilakukannya. Baginya, hal itu merupakan bagian dari prinsip,” kata Syarwani.

Terkait pemikiran tentang pendidikan yang berkemajuan, Syarwani menerangkan bahwa pernah menulis pengantar sebuah buku yang dalam terjemahan bahasa Indonesia berjudul "Pendidikan Untuk Mengentaskan Anak Didik yang Tertindas Sistem Pendidikan". Buku ini mengulas tentang karakter anak didik yang harus dikembangkan secara mandiri.

“Pendidikan karakter yang saat ini mulai diperbincangkan sebenarnya sudah menjadi pemikiran sejak 34 tahun yang lalu. Bagi , pendidikan karakter dan pembebasan cara berpikir penting diajarkan kepada anak didik,” beber Syarwani.

Penjelasan penuh kharismatik dalam acara tersebut juga disampaikan Anregurutta KH. Sanusi Baco. Bagi Sanusi yang merupakan sahabat saat menjalani pendidikan di Universitas Al-Azhar Mesir ini menyatakan bahwa mantan Ketua PBNU itu sosok orang besar yang tidak membesarkan diri sendiri.

Menurutnya, penilaian pertama dirinya tentang sosok sebagai orang besar didasarkan pada pengertian bahwa kebesaran seseorang bukan terletak pada kedudukan dan jabatan yang dimiliki. Tapi kebesaran seseorang dinilai dari cara yang digunakan untuk memperoleh jabatan tersebut.

Hal itu dilakukan baik saat menjadi Presiden keempat maupun Ketua PBNU. “Kalau cara yang dia pakai adalah sesuai aturan maka ia adalah orang besar, kalau cara yang dipakai tidak benar, maka itu bukanlah orang yang besar. Gus dur adalah orang besar, baik ketika pemilihan ketua PBNU maupun ketika pemilihan presiden RI, kurang lebih 700 anggota MPR memilih ,” jelas Sanusi yang juga mantan Rais Syuriah PWNU Sulawesi Selatan.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, penilaian kedua orang yang besar adalah mereka yang mampu membuat perubahan. Sedangkan orang kecil adalah mereka yang hanya dibuat objek perubahan.

adalah orang besar karena selama memimpin bangsa ini telah mampu membawa perubahan bangsa ini, secara fisik maupun rohani, telah melakukan itu,” lanjutnya.

Di depan hadirin, Sanusi juga mengenang kebersamaannya dengan saat berangkat menuju Mesir untuk menimba ilmu menggunakan transportasi kapal laut. Tak hanya itu, ia kemudian menyatakan kesamaan dengan Anwar Syadat Presiden Mesir.

Di mana, di kuburan Anwar Syadat, tepat di atas pusaranya ditulis: Telah berbaring seorang hamba Allah yang bernama Anwar Shadat yang seluruh hidupnya untuk perdamaian dan mati untuk perdamaian.

“Dan malam ini sekalipun tidak ditulis, dalam hati kita, di kuburan ini ada seorang hamba Allah yang telah berbaring, yang dimuliakan, yang disebut doa untuk dia. Dan di sini ada seorang hamba Allah yang telah berbaring, lahir dari tokoh-tokoh pendiri bangsa ini yang bernama yang seluruh hidupnya untuk kedamaian dan kesejahteraan bangsanya dan seluruh hidupnya untuk Nahdhatul Uama, dan mati untuk bangsanya dan untuk Nahdhatul Ulama,” ungkapnya.

Sebelum mengakhiri paparannya, Sanusi mengajak hadirin mewujudkan cita-cita besar yang digagas . “Apa yang belum tercapai dari cita-cita ini, kita lanjutkan. Dan apa yang belum tercapai mari kita bersama untuk mencapainya dengan melihat dan mencontoh nilai-nilai yang ada pada dirinya,” tandasnya.

Selain tuan rumah KH Solahudin Wahid (Gus Solah), Pengasuh Ponpes Tebuireng dan Ny Faridah Solahudin Wahid, sejumlah tamu juga hadir dalam kesempatan tersebut. Dia ntaranya, Anregurutta KH Sanusi Baco, mantan Rais Syuriah PWNU Sulawesi Selatan yang juga teman akrab selama belajar di Universitas Al-Azhar. Kemudian Abdullah Syrawani, mantan Duta Besar RI untuk Lebanon, Cendekiawan Muslim Habib Chirzin, dan Wakil Bupati Jombang Mundjidah Wahab.

Terlihat dalam deretan tamu Konsulat Jenderal Amerika Serikat, China dan Jepang untuk Surabaya. Di samping itu, ribuan hadirin dari berbagai kota juga memadati acara tersebut.

Rangkaian haul ke-7 di Tebuireng terdiri dari berbagai kegiatan. Diawali dengan atraksi Ikatan Seni Hadrah Indonesia (Ishari), Shalawat Seribu Rebana, Khatmil Qur’an, dan malam puncak. Kegiatan tersbeut dimulai sejak pagi hingga malam, Sabtu (7/1). (rom/rev)

Lihat juga video 'Semua Agama Sama? Ini Kata Gus Dur':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO