Santri yang Mampu Padukan Islam-Pancasila

Santri yang Mampu Padukan Islam-Pancasila

Oleh: Salahuddin Wahid

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng

20. Peran pesantren dan ulama amat besar termasuk dalam perjuangan kemerdekaan dan mempertahankannya. Peran ulama dan pesantren yang tidak banyak diketahui ialah dukungan terhadap program KB. Yang mampu membuat pemikiran memadukan Islam dan Pancasila bukanlah profesor dari universitas terkemuka, tetapi KH Achmad Siddiq santri KH Hasyim Asy'ari di Pesantren Tebuireng. Sebagai penghargaan terhadap peran pesantren itu, maka Pemerintah menetapkan adanya Hari Santri yang dipilih pada 22 Oktober sesuai dengan saat dikeluarkannya fatwa Resolusi Jihad. Penghargaan itu bagus tetapi hanya akan terasa seremonial belaka apabila tidak ada kebijakan nyata dari Pemerintah untuk membantu peningkatan mutu pesantren yang berjumlah sekitar 28.000. Kebijakan semacam itu sebenarnya adalah suatu "affirmative action" untuk warga yang terlupakan yang kebanyakan berada di pelosok-pelosok. Program pemerintah harus ikut blusukan, bukan hanya Sang Presiden.

21. Cukup banyak pesantren yang sudah mendirikan Sekolah Tinggi Agama Islam atau Institut Agama Islam dan hanya beberapa yang sudah mendirikan universitas. Ideal sekali bila pesantren yang mendirikan universitas ini, terutama yang berada di daerah pedalaman (rural areas), mendapat bantuan anggaran yang memadai dari Pemerintah supaya bisa menyelenggarakan pendidikan tinggi yang bermutu. Jumlah anak usia kuliah di pedalaman yang bisa masuk kuliah di kota besar hanya 6-7%, angka yang kecil bila dibandingkan dengan yang tinggal di kota besar (sekitar 27%). Keberadaan universitas di daerah pedalaman akan mengurangi ketimpangan desa-kota dan mengurangi urbanisasi. Juga akan mendinamisasi para pemuda sehingga bisa lebih bersaing.

Islam Nusantara

22. Salah satu masalah yang menjadi pertanyaan dalam diri saya ialah adanya program atau proyek yang mencantumkan nama Islam Nusantara didalam lingkungan Kementerian Agama. Saya tidak tahu sejak kapan Islam Nusantara menjadi program didalam , setelah dikumandangkan oleh NU atau sebelumnya? Kalau dilakukan sebelum NU memakai nama Islam Nusantara, dipastikan bahwa tidak mengikuti NU. Kalau dilakukan setelahnya, apapun keadaan sebenarnya, masyarakat akan menilai bahwa mengikuti NU.

23. Setelah NU mengumandangkan nama Islam Nusantara menjelang, selama dan setelah Muktamar ke-33, timbul banyak suara menentangnya, baik dari dalam kalangan NU apalagi dari kalangan luar. Saya membaca bahwa KH Hasyim Muzadi mengatakan bahwa istilah "Islam Nusantara" itu kurang tepat, lebih tepat istilah "Islam di Nusantara".

24. Saya ingin memberi komentar bukan pada substansi Islam Nusantara, tetapi pada aspek lain. Saya mengambil misal bahwa produk apapun (barang, makanan, ajaran) yang sudah diminati orang banyak dengan nama tertentu, tidak ada kebutuhan untuk mengganti nama. Jadi akan timbul pertanyaan, apakah ada perubahan dalam ajaran Islam sehingga kita harus mengganti nama? Islam yang kita kenal selama ini di Indonesia adalah Islam yang dikenal sebagai Islam yang disebarkan tanpa adanya dukungan kekuatan militer, kekuatan politik atau kekuatan dana. Islam itu dikenal sebagai Islam Ahlus Sunnah wal Jama'ah atau Islam Rahmatan lil alamin. Istilah itu sudah memberi gambaran yang jelas tentang Islam di Nusantara sehingga tidak ada kebutuhan untuk mencari nama baru, apapun nama itu.

Masa Depan

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO