
GRESIK, BANGSAONLINE.com - Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Fajar Trilaksana (YLBH FT), Andi Fajar Yulianto, menyebut Pancasila makin relevan menghadapi kemajuan digital di era globalisasi.
"Pada momentum peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni tahun 2025 ini, kita sangat perlu merefleksikannya seiring dengan perkembangan di tengah revolusi digital yang telah mengubah hampir setiap aspek kehidupan. Dengan globalisasi di bidang digital memaksa merubah mulai gaya, pola, dan perilaku baik sosial ekonomi, budaya, dan dinamika politik sampai tata kelola komunikasi," ujar Fajar kepada BANGSAONLINE.com, Minggu (1/6/2025).
"Kondisi ini kasat mata sangat berdampak terjadinya pergeseran yang mengarah semakin tingginya angka perilaku masyarakat melakukan perbuatan melawan hukum melalui media sosial (medsos)," imbuhnya.
Menurut Fajar, saat ini Bangsa Indonesia dihadapkan dengan tantangan dunia digitalisasi. Fakta tidak terbantahkan dengan maraknya perbuatan melawan hukum mulai judi online (judol), perdagangan orang (human trafficking), perdagangan barang melalui aplikasi media online, dan segala modus penipuan, pemerasan, bullying serta alat politik kotor dengan penyebaran berita hoaks untuk melumpuhkan lawan politik atau orang yang sengaja dianggap sebagai kompetitor dalam sebuah persaingan bisnis.
"Kepiawaian generasi saat ini di dunia digital jika tidak terkendali, maka justru sebagai pemantik dan bumerang bagi bangsa. Kerusakan bangsa ada di depan mata dari semua aspek (lini). Sehingga cara mensikapi dengan kemampuan insting filterisasi olah pikir dan rasa akan dampak tindakan dengan hanya menggerakkan jari jemari. Artinya cara penggunaan digitallah yang tidak benar dapat mempengaruhi perangkat membawa sebuah kerusakan atau kemaslahatan bagi bangsa ini," tuturnya.
Dengan kondisi ini, kata Fajar, pendidikan formal sudah bukan menjadi modal utama dalam menghadapi era globalisasi digital.
Untuk itu, wajib generasi penerus bangsa dibentengi dengan suri teladan (budi pekerti) dari para sesepuh (tokoh), dan pemegang tampuk kebijakan negara ini.
"Makanya, diwajibkan pendidikan karakter luhur dalam menangkal pengaruh pengaruh negatif dalam revolusi digital," jelasnya.
Pemaknaan dan Relevansi Pancasila dalam Kehidupan Menurut Andi Fajar
Ia menilai dalam kondisi ini, ajaran Pancasila menunjukkan relevansinya yang semakin kuat dalam menghadapi era globalisasi.
"Coba kita gali akan keluhuran nila-nilai yang terkandung dalam Pancasila sila ke satu "Ketuhanan Yang Maha Esa". Relevansi dalam konteks dunia digital sebuah tantangan baru seputar berita bohong/hoaks, perseteruan perbedaan di bidang keagamaan dan aliran yang sangat memberikan energi masif memecah belah umat, perdebatan definisi toleransi beragama di ruang maya," beber Fajar.
Fajar menyampaikan bahwa keberadaan media sosial yang dapat menyebarkan secara cepat berita kebencian satu dengan lainnya, perbuatan penipuan dan banyak hal dengan motif perbuatan melawan hukum yang dilahirkan digital dengan perangkat medsos.
Maka pemahaman nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sila kesatu adalah sebuah pertanggungjawaban setiap kata perbuatan bukan hanya di depan masyarakat, lingkungan dan negara, tapi pemahaman mendalam dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan yang Maha Esa.
Kemudian, pada sila kedua, menurut Fajar, "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab", sebuah relevansi yang kuat pula ketika berbicara di media sosial tentang adab atau etika berselancar melalui Artificial Intelligence (AI), perlindungan harkat martabat pribadi, dan digital divide.
"Di sinilah teknologi digital harus mampu melayani kemanusiaan lebih baik dan bukan sebaliknya, maka faktor adab dan etika bermedsos adalah sebuah keharusan dalam pemahaman yang harus diterapkan dalam kurikulum kehidupan," katanya.
Selanjutnya, pada sila ketiga “Persatuan Indonesia”. Menurut Fajar hal ini merupakan relevansi yang selaras pula dalam hal dinamika ujian melalui algoritma media sosial yang cenderung menciptakan sebuah keakuan, super ego, atau echo chamber yang hanya satu pikiran tanpa memperhatikan penghormatan, penghargaan dari pendapat dan literasi lain, sehingga berakibat potensi perpecahan.
"Di sini Pancasila mendidik kita berkarakter adanya roh persatuan, sikap rukun, kompak, kerjasama yang baik, mendidik keharusan bersatu merasa saudara, sebangsa dan setanah air meski berbeda, termasuk dalam ruang digital itu sendiri, harus ada niatan bersama dalam mencari kemaslahatan," urai Fajar.
Adapun pada sila keempat, "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan” sebuah relevan yang kuat pula dengan perkembangan e-governance dan partisipasi digital dalam demokrasi.
Ruang medsos dan media online sebagai sumber edukasi cara-cara memimpin diri sendiri dan orang lain, dan roh bermusyawarah sebagai kekuatan pengambil keputusan dan kebijakan, sehingga dengan karakter sila keempat ini pasti akan berdampak lebih memperkuat dan memperkokoh demokrasi yang beradab.
Lalu, sila kelima, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” dalam era digital berarti memastikan akses teknologi yang merata, relevansinya dalam upaya mencegah monopoli platform digital, dan memastikan teknologi dengan segala inovasinya harus membawa pertumbuhan ekonomi, peluang bisnis yang merata, kolaborasi untuk peningkatan produktifitas, pendidikan, kesehatan, hingga sosial politik.
"Berkeadilan itu ada roh yang kuat membantu yang lemah, yang bisa membantu yang tidak bisa, yang ingat harus mengingatkan yang sedang lupa, dan yang salah harus bisa menerima nasehat yang benar dan tidak mengulangi akan perbuatan melawan hukumnya, sehingga dengan karakter ini keadilan yang merata akan lahir dan hadir dengan sendirinya," bebernya.
"Dengan refleksi hari lahir Pancasila 1 Juni 2025 menjadikan momentum, mengembalikan secara optimal relevansi roh butir-butir yang terkandung dalam Pancasila, sehingga tercapailah cita-cita luhur dari pidato Sang Founding Father Ir. Soekarno dihadapan sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) 80 tahun yang lalu," pungkasnya. (hud/van)