Jangan Main-Main dengan Kata Kiblat, Ketahui Sejarah Perpindahannya yang Penuh Hikmah

Jangan Main-Main dengan Kata Kiblat, Ketahui Sejarah Perpindahannya yang Penuh Hikmah Wakil Sekretaris MUI Jatim, Lia Istifhama.

Hal ini dijelaskan dalam sebuah riwayat, bahwa terjadi sebuah peristiwa, yang mana Rasulullah SAW selalu dibujuk oleh segolongan kaum Yahudi agar hanya menyukai Baitul Maqdis sebagai satu-satunya tanah suci yang telah disediakan oleh Allah SWT untuk kediaman para Rasul-Nya. Mereka (Yahudi) berkata: “Maka jika engkau itu benar-benar Rasul Tuhan, wahai Muhammad, hendaklah engkau berdiam di tanah suci itu (Baitul Maqdis) menurut jejak para Rasul Tuhan yang terdahulu daripada engkau.”

Namun Rasulullah SAW tidak terperdaya oleh bujuk rayu Yahudi. Sebaliknya, beliau selalu merasakan kerinduan menunaikan shalat menghadap Ka’bah (Masjidil Haram). Beliau kemudian berharap petunjuk dari Allah SWT dengan menengadah ke arah langit mengharapkan turunnya wahyu terkait hal tersebut. Kejadian ini pun terekam dalam surat Al-Baqarah ayat 143 sampai 145.

Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.”

Ayat 143 tersebut sebagai bentuk ketegasan bahwa hanya Allah SWT-lah yang memberikan petunjuk dan memiliki segala arah. Oleh sebabnya, sangat sombong dan licik tipu daya Yahudi yang menunjukkan seolah-olah mereka paling mengetahui perihal ibadah.

Kemudian pada ayat 144 diterangkan jawaban atas kerinduan Rasulullah SAW kepada Masjidil Haram:

“Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”

Sedangkan pada ayat 145, diterangkan identitas Islam sebagai agama yang tidak meniru-niru agama lainnya, melainkan agama yang secara lugas menjelaskan perbedaan keyakinan (iman) antar umat manusia. Dan atas perbedaan itu, Islam sangat mengedepankan toleransi, yaitu tidak memaksakan umat agama lain untuk beribadah sesuai aturan Islam.

“Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamu pun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian mereka pun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu (pengetahuan tentang Islam) kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang lalim.”

Dari ayat tersebut pula, dapat kita pahami bahwa Allah SWT telah memberikan petunjuk kepada Rasulullah SAW tentang golongan mana yang akan setia kepada Rasulullah SAW setelah mendapatkan ilmu tentang agama, dan sebaliknya, golongan lalim yang menolak kebenaran ilmu.

Dalam Islam pula, Kiblat telah dijelaskan sebagai bentuk moderasi dan toleransi beragama.

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَمَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al- Baqarah:148)

Subhanallah, bukan? Betapa kiblat setiap umat beragama sepatutnya kita hargai. Dan betapa kiblat dalam Islam bukan hanya sarana ‘ubudiyah atau beribadah kepada sang Pencipta, melainkan juga self reminder bahwa arah hidup kita sepatutnya mengarah pada tindakan-tindakan kebaikan.

Dan kini, semoga keberkahan bulan suci mampu membuka pintu hati dan hidayah oknum tertentu yang sebelumnya mengabaikan indahnya makna kata ‘kiblat’ dan mulianya setiap gerakan ibadah dalam sholat, untuk kemudian menyadari bahwa setiap penghambaan kita kepada Sang Pencipta, bukan sebatas kewajiban, melainkan kebutuhan sebagai manusia yang kelak akan menghadap pada Sang Pencipta. 

Penulis merupakan Wakil Sekretaris Jatim

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'H Muhammad Faiz Abdul Rozzaq, Penulis Kaligrafi Kiswah Ka'bah Asal Pasuruan':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO