"Angka tersebut jumlahnya mungkin lebih besar lagi, pasti banyak sekali perempuan perempuan yang tidak berani mengungkapkan yang terjadi pada dirinya karena mereka takut nanti setelah kejadian akan gimana lagi," urai Mbak Cicha.
Ketakutan untuk tidak berani mengungkapkan tindak kekerasan yang dialami bahkan melaporkan ke kepolisian itu bukan tanpa alasan. Salah satunya karena ketakutan yang akan terjadi akan nasibnya lantaran mereka terlalu menggantungkan pada pasangannya.
Mbak Cicha melihat, kekerasan disebabkan karena perilaku yang tidak mampu mengendalikan diri serta memiliki dorongan kekecewaan yang mendorong untuk melampiaskan kepada orang yang lebih lemah.
Untuk itu, diperlukan jiwa yang benar-benar matang. Jiwa yang matang itu merupakan kematangan dalam berfikir, emosional sehingga mampu memunculkan manusia yang lebih berkarakter dengan kematangan mental serta bermartabat secara moral.
"Dengan jiwa yang matang saat mengalami problematika kelak dia akan mampu menghasilkan penyelesaian masalah yang lebih sehat lagi," tandasnya.
Sementara itu, Neni Sulistyaningrum dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kediri Kota yang menjadi salah satu pemateri menerangkan, UU RI Nomor 23/2004 tentang penghapusan KDRT merupakan jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya KDRT, menindak pelaku dan melindungi korban.
Adapun yang dimaksud pelindung dalam UU itu adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pihak lain baik sementara maupun berdasar penetapan pengadilan.
"Kader PKK juga bisa masuk sini (pihak lain baik sementara), jadi tugas kita semua untuk melakukan perlindungan terhadap korban KDRT," kata Neni. (Kominfo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News