Tafsir Al-Isra' 60: Dakwah Campur Ngumbar Nafsu | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Isra' 60: Dakwah Campur Ngumbar Nafsu

Editor: Redaksi
Sabtu, 07 September 2019 18:09 WIB

Ilustrasi

Shalawatan Kubra, Istighatsah Kubra, Tahlil Akbar, Khataman Seribu Majelis, umroh rombongan sangat hebat, dan nomor satu di dunia. Tapi mencegah jogetan maksiat, goyang erotis di samping rumah sendiri tidak dilakukan. Artis jorok dan bergoyang heboh di alun-alun depan masjid agung biasa terselenggara saat agustusan.

Alasannya, lalgi-lagi hak asasi, urusan pribadi, tidak mengganggu orang, kebebasan, dll. Baru nanti jika ada tawuran karena senggolan atau rebutan cewek saat joget, atau ada korban, pak polisi tampil dan turun tangan sesuai gayanya. Kasep. Dan syariah Islam tidak demikian. Sesuai arahan ayat ini, harus "takhwif" dan dicegah sejak dini. Jika ini dilakukan, risiko bisa diminimalisir, pasti.

Untuk itu, tidak main-main penulis menulis judul tulisan ini, bahwa ada dakwah itu ada yang campur mengumbar nafsu. Ya, karena dari satu sisi memang jelas baca shalawat, berdakwah, tapi dari sisi lain juga bersenang-senang, bisa bergoyang, yel yel, dan fresh. Sisi positifnya jelas ada, yaitu guyub, kemriyek, terhibur, membludak, damai. Tapi efek taqwanya apa? Kurang jelas?

Tidak ada bukti signifikan, seseorang bertobat habis nonton dangdutan Nada dan Dakwahnya Oma Irama, atau habis ikut Indonesia bershalawat, Surabaya Istighatsah, lalu jamaah shubuhnya meningkat, lalu berhenti berjudi, lalu berhenti korupsi. Yang ada, ya biasa-biasa saja, pancet.

Kenapa ayat ini menekankan dakwah "takhwif"? Ya, karena dakwah dengan materi takhwif itu berisiko, berat dan dicemooh orang banyak. Coba saja anda berdakwah dengan materi takhwif, bahwa membuka aurat di hadapan umum, nanti di alam kubur auratnya itu akan dibakar dengan api neraka. Rambut terurai, pinggul bergoyang, jemari pemetik gitar, penabuh alat musik maksiat akan diminta pertanggungjawaban masing-masing di hadapan Allah SWT nanti. Lalu perhatikan respons publik.

Sudah bisa dipastikan, tidak akan ada ustadz, apalagi ustadz televisi, ustadz entertainment yang berani kenceng berdakwah demikian. Karena risikonya tidak laku, tidak dipakai lagi, ustadznya dianggap radikal, kasar, tidak toleran, tidak santun, tidak menyejukkan dan lain-lain. Ustadznya masih terus menuruti nafsu pendengarnya. Atau justru ustadznya sendiri yang menciptakan demikian agar dirinya lebih laku. Sampai kapan?

Sekali lagi, kenapa dakwah dalam pagelaran, di pentas seni, pakai musik kolosal, dalam shalawat banjarian, gamelan, gendingan, itu marak dan laris manis? Jawabnya, karena campur ngumbar nafsu, bisa terhibur dan enjoy. Apa ini dilarang? Oh, tidak. Cuma kurang selaras dengan pesan ayat kaji ini. Hadana Allah.

Ingatlah, bahwa menghindar dari api neraka itu sangat diutamakan ketimbang memproyeksikan diri bisa masuk surga. Karena, dengan sama sekali tidak tersentuh api neraka, maka - setidaknya - seseorang pasti tidak sengsara di akhirat nanti, sekaligus sangat berpeluang masuk surga karea fadlal-Nya. Tidak sebaliknya. Orang yang masuk surga tidak mesti bebas neraka sebelumnya. Bisa jadi disiksa dulu sesuai kadar dosanya. 

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video