Tafsir Al-Nahl 126, 127, 128: Aung San Suu Kyi dan Aktual Al-Nahl | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Nahl 126, 127, 128: Aung San Suu Kyi dan Aktual Al-Nahl

Sabtu, 07 Oktober 2017 22:49 WIB

Aung San Suu Kyi

Apakah pernyataan itu mutlak benar?

Pasti TIDAK. Itu pengamatan sepihak, cuma merasa diobyektif-obyektifkan saja. Sebab faktor agama itu terkait keyakinan yang sangat rahasia dan tersembunyi. Tapi, sebagai pemeluk agama, agama apapun, pasti punya komitmen dan militansi terhadap agama yang dipeluknya.

Konsekuensinya, jiwanya membela mati-matian terhadap agama yang diyakini, sekaligus tidak suka terhadap agama lain. Perkara mengakui adanya pemeluk agama lain, itu benar, karena terpaksa dan kenyataannya demikian. Aslinya, lebih suka agama sendiri lebih berkembang ketimbang agama lain. Lebih dari itu, bila perlu agama lain, apalagi jika dianggap mengganggu dikurudkan atau dilenyapkan.

Buktikan saja dan dengarkan penuturan pemuka agama tertentu. Mereka pasti sangat bangga bila penduduk desa mayoritas beragama sama dengan agama yang dia peluk. "Wah, di sini mayoritas agamanya XX, gak ada yang beragama AA, cuma sedikit yang beragama BB dan seterusnya".

Itu sunnatullah, itu alamiah hingga menyentuh ke etnis. "Wah di sini mayoritas suku X, tidak ada dari suku ini dan itu". Bahkan ke fanatik madzhab, "Alhamdulillah, di sini semua warga shalat terawih dua puluh rakaat. Satunya lagi, di desa sini, Yasinan, tahlilan gak laku". Sekali, lagi itu alami dan konsekuensi logik yang menyembul secara otomatis dari sebuah keyakinan.

Jadi, berdasarkan naluri pemeluk agama, berdasarkan suara keimanan yang paling dalam, berdasarkan ruh teologis paling mendasar, setiap tindakan orang beragama pasti "ADA" atas dasar agama. Bahkan dalam islam, justru hanya karena atas dasar agama, karena Allah SWT saja amal perbuatan seseorang dianggap ibadah berpahala. Lain, tidak.

Perkara faktor agama itu dinafikan pada tragedi tertentu, tidak dikemukakan di hadapan publik, lalu dimunculkan faktor lain, seperti politik, etnik, ekonomi dan lain-lain, itu pasti karena pertimbangan tertentu yang dianggap lebih maslahah, lebih menciptakan kerukunan dan kedamaian. Bagus, barakallah fikum.

Tapi, jika ada nonmuslim sedikit saja disentuh oleh muslim, apapun faktornya, walau faktornya itu politik, ekonomi atau memang menjahati lebih dulu, semua pasti cepat-cepat mengutuk "Kekerasan atas nama agama, bla... bla... bla...".

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video