Tafsir An-Nahl 98: Kiai Kitab Kuning yang "Malas" Baca Al-Qur'an | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir An-Nahl 98: Kiai Kitab Kuning yang "Malas" Baca Al-Qur'an

Jumat, 30 September 2016 13:02 WIB

Kenapa lebih diutamakan membaca isti'adzah daripada membaca basmalah dalam mengawali baca al-Qur'an? Hal itu, antara lain karena:

Pertama, komunitas Syetan sungguh membenci ada ayat al-Qur'an dibaca. Syetan berupaya sekuat tenaga dan berjuang habis-habis menajuhkan orang beriman dari al-Qur'an. Dibaca pun jangan, bahkan jangan sampai didengar. Ada-ada saja gangguan yang mereka lakukan kepada setiap orang yang mau membaca al-Qur'an. Kadang si bayi tiba-tiba menangis ketika si ibu hendak beribadah. Untuk itu, sebelum memasuki ruang teologis, di mana pembaca hadir di hadapan Tuhan via al-Qur'an, maka perlu dilakukan tindakan sterilisasi, pembersihan, pengusiran lebih dulu dari semua syetan pengganggu.

Kedua, terkait gangguan syetan dalam pembacaan al-Qur'an, kandungan makna isti'adzah lebih pas dan lebih konferhenshif dibanding dengan kandungan makna pada basmalah. Dalam isti'adzah disebut nama Allah dan disebut pula tujuan berlindung diri, bahkan kutukan kepada syetan. Semantara dalam basmalah hanyalah pemujian kepada-Nya tanpa ada permohonan perlindungan, apalagi kutukan. Allah a'lam.

Syetan, meskipun telah diusir dan dikutuk dari majelis baca al-qur'an, tetapi mereka tidak putus asa. tetap saja mengintai dan terus mengintai, kalau-kalau ada kesempatan, lalu langsung masuk dan menggoda.

Makanya, jangan heran ada orang yang lebih malas membaca al-qur'an dibanding membaca buku, bahkan kitab kuning sekalipun. Bisa jadi, sebagian kiai pondok salaf sangat tekun dan menghabiskan waktu membaca kitab kuning, tapi sangat sedikit istiqamah membaca al-Qur'an. Ya, boleh-boleh saja dan bagus, sebab mengajar itu bagus dan memanfaati kepada orang lain. Tapi di sisi lain, syetan berhasil membuat jarak antara kiai dengan al-Qur'an, hal mana al-Qur'an adalah Nur yang mencerahkan spiritualitas kiai.

Jika ada ilmuwan muslim gemar sekali membaca buku, jika ada ustadz penceramah sibuk sekali berceramah, tapi tidak istiqamah membaca al-qur'an, maka begitulah kehebatan syetan beraksi. Eronisnya, mereka biasa-biasa saja dan merasa apa yang menjadi rutinitasnya sudah baik, padahal ada yang lebih baik.

Seorang awam ngerasani seorang ustadz yang shalat Tarawaih super cepat. "Saya perhatikan, pak ustadz itu duduk bersantai sambil merokok, ternyata lebih lama dari pada shalat tarawihnya".

Soal redaksi isti'adzah, jumhur mufassirin memilih model iqtibas, redaksi yang persis pada ayat (98), yakni "a'udz bi Allah min al-syaithan al-rajim". Kata "Allah" polos tanpa bubuhan sifat. Begitu pula kata al-Rajim sebagai sifat syetan. Meski demikian, dibolehkan ada tambahan sifat pada lafadh "Allah", seperti al-sami' al-alim. Jadinya, "A'udz bi Allah al-sami' al-'alim min al-syaithan al-rajim". Tambahan ini merujuk pada ayat ".. fa ista'idz bi Allah, innah huw al-sami' al-'alim". (Fussilat:36).

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video