Tafsir An-Nahl 97: Indonesia, Negeri "Kakehen Cangkem" | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir An-Nahl 97: Indonesia, Negeri "Kakehen Cangkem"

Minggu, 04 September 2016 02:17 WIB

Dari sekian penjahat narkoba yang tertangkap, sungguh sangat sedikit yang dihukum mati. Tapi kalau yang diduga teroris, serius menembaknya bukan main, sampai diuber-uber ke semak-semak. Bahkan sekedar diduga saja, dengan bukti ada bendera di kamarnya, poster tokoh, buku keislaman sudah cukup digelandang ke pengadilan.

Bandingkan dengan Filipina, sejak presiden Rodrigo Duterte kemarin menjabat, dia langsung menyatakan perang melawan narkoba dan dibuktikan. Kini, tercatat sudah 665 tersangka narkoba ditembak mati tanpa ampun. Mereka itu kebanyakan tersangka pengedar dan sedikit dari bos dan bandar. Bagi Filipina, apapun peran mereka dalam narkoba dianggap sama. Tidak ada bos dan tidak ada pengedar, kurir atau apa. Tidak pakai logika "otak intelektual di balik ini dan itu". Meskipun ada bos, tapi kalau pengedarnya tidak jalan, ya gagal. Lha wong itu kerja tim. Tidak pula diterima alasan, "tidak tahu, itu koper titipan teman, kami ini hanya korban, dll.". Ya. begitulah kalau sudah ketangkap.

Lahiriahnya terbukti sebagai salah, ya vonis bersalah dan langsung ditembak mati setelah siap segalanya. Begitulah hukum formal dan hukuman atas pelaku narkoba di Filipina. Soal esensial, soal hakekat persoalan, itu urusan Tuhan. Manusia itu punya keterbatasan dan diamanati hukum oleh Tuhan sesuai keterbatasannya, yakni berupaya secara maksiamal bidang lahiriah saja. Dan syari'at islam-pun demikian. "umirna nahkum bi al-dzawahir wa Allah yatawalla al-sara'ir".

Tindakan Rodrigo menuai kritik pedas dan bertubi-tubi dari PBB, tapi tidak digubris. Lalu diancam, bahwa persoalan itu hendak diangkat ke mahkamah internasional sebagai pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Tapi sang presiden tidak bergeming, malah balik mengancam: "Jika tuan-tuan tetap mengkritik kami berperang melawan narkoba menurut cara kami sendiri, maka Filipina akan keluar dari keanggotaan PBB". PBB kini, kelihatannya diam.

Teman di sebelah menimpali, "Ya, mestinya penegak hukum di negeri ini bersikap tegas dan berani, tidak usah banyak pertimbangan. Pertimbangan memang penting, tapi penyelidikan, penyidikan, persidangan kan sudah final dan sudah berjalan sangat-sangat lama. Penegak hukum kita ini orangnya pinter-pinter, tapi kok lemot dalam hal mengambil keputusan. Hal itu mengundang rasan-rasan di kalangan rakyat. Dikatakan sebagai orang bodoh, pastilah marah. Dianggap tidak tegas, pastilah tersinggung. Dianggap mendapat sesuatu, malah tidak terima dan bahkan menuntut balik.

Teman itu diam sebentar, lalu berkomentar nyelekit dengan nada jengkel "Wong-wongane negoro iki podo kakehen cangkem". Maksudnya, orang-orang hukum negeri ini terlalu banyak ngomong. Soal melihat bahaya narkoba dan bahaya teroris, rupanya presiden Filipina itu lebih pinter ketimbang penguasa negeri ini. Bahaya teroris mudah diminimalisir dan hanya sedikit nyawa, andai ada korban. Tapi bahaya narkoba, begitu komplek dan menyakitkan. Bayangkan, sekitar 45 orang mati setiap hari karenanya. Artinya, dalam satu tahun korban narkoba ada sekitar 16 ribu lebih nyawa melayang secara menyedihkan.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video