Sejarah yang Musnah di Tanah Haram

Sejarah yang Musnah di Tanah Haram maket pembangunan Masjidil Haram

Gedung setinggi 601 meter yang juga dikenal sebagai Abraj al-Bait itu memiliki tujuh menara dengan 120 lantai. Menempati lahan dua kali luas pentagon, gedung terbesar di Amerika Serikat, bangunan ini menampung sejumlah hotel bintang lima hingga pusat belanja mewah.

Dengan geram Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Turki saat itu, Istemihan Talay, menyatakan langkah tersebut sebagai tindakan barbar. “Benteng yang didirikan dinasti Ottoman untuk melindungi Ka’bah dari bandit saat itu merupakan salah satu peninggalan bersejarah terbesar bagi umat manusia. Pengahncurannya tak berbeda dengan penghancuran monumen Buddha oleh Taliban di Afganistan,” ucap Talay.

Tanggapan Aran Saudi memerahkan telinga Turki. Menteri Urusan Islam Arab Saudi Saleh al-Syaihk saat itu menegaskan bahwa penghancuran benteng seluas 23 ribu meter persegi itu merupakan hak kedaulatan negaranya. “Tidak ada yang boleh turut campur, karena ini untuk proses perluasan dan pembangunan Masjidil Haram,” kata Syaikh.

Pemugaran Masjidil Haram memang ekstrem. Zulhusni Siregar sempat bengong ketika dibawa ustad pembimbing kelompok umrahnya berjalan mendekati pusat belanja mewah di Abraj al-bait pad Akhir April lalu. Pria 39 tahun yang bekerja sebagai tenaga teknologi informasi di sebuah perusahaan swasta di Jakarta itu menegur sang ustad karena dia tidak berniat berbelanja, tapi beribadah. “Pak ustad kemudia menceritakan di mal mewah itu, dulu pernah berdiri kediaman sahabat Nabi sekaligus mertuanya, Abu Bakar,” katanya.

Belum lepas dari rasa terkejut, rombongan umrah kemudia dibawa sang ustad menuju kakus umum di dekat Masjidil Haram. Dia melanjutkan penjelasan, di lokasi itulah dulu letak kediaman Khadijah, istri pertama Rasulullah. Situs ini hilang saat perluasan Masjidil Haram pada 1980-an. Tak ada algi jejak rumah bersejarah tempat Rasulullah menerima wahyu pertama dan tinggal selama 29 tahun. Mendengar itu, sejumlah anggota jemaah perempuan menangis histeris. Termasuk ibunda Zulhusni, Murni Rambe, yang berusia 64 tahun. “Dengan air mata bercucuran, ibu saya hanya dapat mendaras astaghfirullah,” dia berkiasah.

Penghancuran berbagai situs bersejarah di dua kota suci umat Silam itu memang sudah mencapai titik kritis. Gulf Institute, lembaga berbasis di Washington DC, Amerika Serikat, melansir sekitar 95 persen situs bersejarah berusia ribuan tahun di Mekkah telah hancur hanya dalam dua dekade terakhir.

Rumah tempat Nabi Muhammad dilahitkan dan dibangun pada 570 Masehi pun turut menjadi korban. Kementerian Haji Arab saudi dalam situsnya menjelaskan, lokasi rumah yang pernah menjadi pasar ternak itu berjarak sekitar 500 meter dari Masjidil Haram. Rumah itu kini berganti menjadi gedung perpustakaan dan sekolah. “Bila tidak ada yang memebritahu, saya bahkan tidak mengira gedung itu dibangun di atas rumah Nabi,’ kata Ijar Karim.

Kepada Tempo, Direktur Gulf Institute Ali Abbas al-Ahmed menuding penghancuran situs bersejarah, terutama yang berkaitan dengan keluarga Nabi, didalangi kelompok Wahabi. Menurut mereka, jangankan berdoa di situs, hanya peduli terhadap tempat peninggalan yang berbau religius itu saja akan menjauhkan orang dari tauhid alias syirik. “Dengan menghancurkan situs-situs itu, Wahabi yakin mereka justru membantu umat,” demikian tulis Ahmed dalam surat elektroniknya, pertengahan Juli lalu.

Ahmed mendesak seluruh umat muslim di dunia berseru menghentikan perusakan situs. “Mengkritik pemerintah Arab Saudi tidak sama dengan mengkritik Islam,” ia mengaskan. Alawi mendukung sikap Ahmed. “Bagaimana mungkin Anda menentang pembuatan film tentang Nabi, tapi berdiam diri saat melihat peninggalan beliau dan keluarganya berkalang tanah?” (Dikutip lengkap dari Majalah Tempo edisi 14 Agustus 2013)

Sita Planasari Aquadini (The Independent, BBC, Gulf News)

Sumber: majalah tempo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'H Muhammad Faiz Abdul Rozzaq, Penulis Kaligrafi Kiswah Ka'bah Asal Pasuruan':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO