Nabi-Nabi Sebelum Nabi Muhammad juga Dihina dan Disakiti

Nabi-Nabi Sebelum Nabi Muhammad juga Dihina dan Disakiti Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie.

Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie

Rubrik ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.

Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Abiya: 41-43. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca:

REDAKSI

SUKA DUKA MENJADI NABI

AL-ANBIYA’:41-43

TAFSIR

Allah SWT bertutur tentang kebejatan moral bangsa terdahulu dengan mendustakan nabi mereka dan bahkan memusuhi secara fisik juga. Namun mereka tetap bersabar dan pasrah total di hadapan Allah SWT. Hal ini dikemukakan Tuhan ketika Rasulullah SAW menghadapi cemoohan orang-orang kafir yang tak kunjung reda.

Ada yang meminta bukti secara nyata, seperti mengubah gunung menjadi emas, terbang ke langit dan turun membawa kitab suci yang sudah berupa kertas sehingga bisa dibaca. Ya, itu kafir zaman dulu, mintanya masih berupa kertas.

Kalau zaman digital sekarang? Bisa jadi mereka meminta teleconference dengan Tuhan.

Lalu, Rasulullah SAW dihibur dengan turunnya ayat ini, bahwa tidak hanya kamu saja wahai Muhammad yang dicemooh dan direndahkan oleh masyarakat, melainkan semua utusan sebelum kamu juga bernasib sama, dihina, disakiti dan bahkan ada yang dibunuh.

Ayat ini menjadi pitutur bagi siapa saja yang sedang menghadapi cemoohan dari orang lain, padahal tidak berbuat salah. Mendapat hinaan, padahal tidak berdosa, dituduh macam-macam padahal tidak pernah melakukan.

Ayat ini bagaikan kaca, bagaikan cermin di mana kita bisa berdiri tegak di hadapannya sembari berkata : “Lha wong nabi saja dibegitukan oleh umatnya sendiri, apalagi saya yang bukan siapa-siapa..”. Nabi yang sabar diangkat derajatnya oleh Tuhan. Justeru yang merendahkan orang lain sesungguhnya merendahkan diri sendiri.

Tesis di atas, bahwa keburukan yang mereka perbuat akan menimpa diri mereka sendiri di akhirat nanti, bahkan mengena juga saat di dunia kini, kemudian Tuhan menanyakan dengan nada sinis, ”Siapa di antara kalian yang bisa menangkis adzab Tuhan bila datang sewaktu-waktu, mungkin malam, mungkin siang?

“Bal hum ‘an dzikr Rabbihim mu’ridlun”. Sementara mereka berpaling dari Tuhan. Artinya, mereka sudah tidak punya kekuatan lagi. Kekuatan dari diri mereka sendiri tidak ada, kekuatan dari Tuhan juga tidak ada karena mereka mengingkari dan mendustakan Tuhan.

Itu artinya, bila kita ini dekat dengan Tuhan, lalu ada apa-apa menimpa kita, maka bisa jadi kita tidak berdaya apa-apa dalam menghadapi perkara itu, tetapi Tuhan Maha Berdaya, kemudian membantu dan menyelesaikan problem yang tengah kita hadapi. 

Maka ayat ini seolah berseru: wahai kalian, tetaplah bersahabat dengan Tuhan, Tuhan akan mendampingi kalian.

Tidak puas dengan tesis tersebut, pada ayat berikutnya (43) Tuhan mempertanyakan eksistensi berhala yang mereka sembah sebagai Tuhan. “Apa mereka bisa menangkis keburukan yang menimpa pemujanya. Waw, bagaimana mungkin itu terjadi, lha wong melindungi diri sendiri saja tidak bisa..”.

Sebenarnya, orang-orang kafir itu sadar akan tohokan al-Quran terhadap berhala sesembahan mereka. Benar-benar tidak bisa apa-apa. Dia hanya benda mati, mau dibakar, dihancurkan, dilempar ke kotoran atau diapakan saja, pasti tidak berkutik apa-apa. Ya, tapi dasar kafir, tertutup akal sehatnya, tetap saja tidak mau menyadari diri.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO