​Keuangan Keluarga Muslim, Fiqh Perdagangan dan Pelajaran Disiplin-Jujur dari Jepang

​Keuangan Keluarga Muslim, Fiqh Perdagangan dan Pelajaran Disiplin-Jujur dari Jepang M Ali Haidar. Foto: dokumentasi pribadi

Tidak, jawabnya. Tentu saja tidak.

Hal senada dikemukakan imigran lain di Eropa maupun di Amerika. Sejumlah mantan mahasiswa Indonesia yang belajar di Eropa Timur paspornya dicabut oleh penguasa baru tahun 1965. Mereka dituduh terlibat PKI. Tetapi setelah Soeharto tumbang apakah mereka balik ke Indonesia? Ternyata tidak. Sebagian mereka hanya ingin jika kelak mati dikubur di Indonesia. Tanah airnya menjadi tempat mengubur jasad saja.

Mengapa bangsa-bangsa Eropa dan Amerika serta sebagian bangsa Asia lebih makmur, penghasilan tahunan mereka jauh lebih tinggi dibanding negeri-negeri muslim?

Jawabannya sebenanya sedenarna. Mereka mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan mereka berdagang serta membangun industri. Hasil produksi mereka kirim ke negara-negara berkembang di Asia dan Afrika. Mereka mengekspor bahan mentah hasil pertanian maupun tambang kemudian mereka olah menjadi bahan jadi yang memiliki nilai tambah (barakah).

Kemudian mereka ekspor kembali ke neagara asal dengan harga berlipat-lipat. Kemajuan mereka dimulai dengan masa renaisanse abad 18 disusul kemudian revolusi industri 1 seabad keudian. Temuan uap air panas untuk menggerakkan turbin maka berunculan peralatan mekanik untuk menggerakkan mesin perkakas. Petani tidak lagi mencangkul sawah untuk bertanam. Mulai menggunakan mesin untuk membajak sawah. Pemintal benang tidak lagi menggunakan tangan. Dari mesin yang sederhana sampai mesin yang canggih sekarang. Semula daya tawar politik pemilik tanah sebagai basis kekuatan politik digantikan mesin-mesin industr dan pengolah. Tanah bukan satu-satunya modal. Dengan perkakas mekanik harga kain jadi jauh lebih murah. Tenaga kerja manusia kalah dengan mesin. Seberapa pun luas kepemilikan tanah tidak punya pengaruh melawan pemilik industri.

Ini sekadar renungan. Seandainya sejarah dan mata pelajaran di sekolah dan madrasah tidak hanya, sekali lagi hanya, mengajarkan sejarah perang, memanah atau berkuda, atau tentang fikih dan peribadatan tetapi juga detil-detil perdagangan, “ekspor impor” barang, jenis mata dagangan, relasi sosial dan lain sebagaimya. Atau melanjutkan temuan-temuan keilmuan dan praksis peralatan produksi tenun, kertas, alat cetak era kemajuan Islam sekitar abad 12 M mungkin dapat mewariskan gen berdagang masyarakat muslim dewasa ini.

Menurut Ahmet T Kuru, imam empat mazhab Abu Hanifah, As-Syafii mapun Ahmad b. Hanbal adalah orang-orang kaya. Punya “bisnis produksi pemintalan”. Tetapi Kuru tidak menjelaskan seberapa besar nilai aset perusahaan mereka.

Tradisi dagang, bisnis atau entrepreneur tidak bisa ditumbuhkan dalam waktu yang pendek. Menumbuhkan karakter entrepreneur tahan banting, tidak putus asa, pantang menyerah, tidak menyalahkan orang lain, selalu memuji kebaikan orang, selalu mencari solusi dan seterusnya tidak mudah. Perlu waktu panjang.

Orang Jepang memerlukan waktu empat tahun agar patuh untuk , memuji (tidak membully) orang lain atau tidak membuang sampah sembarangan. Mulai kelas satu sampai kelas empat SD. Selama empat tahun pertama sekolah dasar tiap hari mereka dilatih disiplin, , , kebersihan dan hormat kepada orang lain.

Menurut pengetahuan umum, diperlukan 2,5 % entrepreneur dari populasi penduduk, maka suatu bangsa akan mencapai kemakmuran yang tinggi. Penerimaan pajak akan meningkat dan seterusnya, pembangunan fasilitas sosial ekonomi dan pendidikan akan terpenuhi dan merata.

Harus diciptakan tradisi baru dalam pendidikan keagamaan, khususnya Islam, bahwa sebaik-baik pekerjaan adalah yang sebesar mungkin memberi manfaat kepada orang lain. Profesi berdagang sama baiknya dengan profesi guru atau kiai.

adalah guru besar Unesa Surabaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO