Sertifikasi Tanah Ulayat di Sumbar, Kementerian ATR/BPN: Pusaka Tinggi Masyarakat Adat Minangkabau

Sertifikasi Tanah Ulayat di Sumbar, Kementerian ATR/BPN: Pusaka Tinggi Masyarakat Adat Minangkabau Dua Mamak Kepala Waris dari Sumbar memegang sertifikat tanah. (Ist)

PADANG, BANGSAONLINE.com – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebut, keberadaan tanah ulayat di Sumatra Barat (Sumbar) bukan hanya sebagai tempat tinggal masyarakat hukum adat, namun juga pusaka tinggi Masyarakat Adat Minangkabau yang bersifat komunal. Artinya, tanah itu dikelola bersama dan punya peran penting dalam identitas dan aspek ekonomi masyarakat adat.

Di tengah tantangan modernisasi saat ini, Pemerintah Republik Indonesia berupaya memenuhi kepastian hukum hak atas tanah bagi masyarakat hukum adat melalui sertifikasi tanah. Seperti cerita dari dua penerima sertifikat hak milik dalam kegiatan Penyerahan Sertifikat Tanah untuk Rakyat, Kerapatan Adat Nagari (KAN) Kuranji, Kota Padang, Selasa (30/9/2025).

Swastamam Loeis (76), selaku Mamak Kepala Waris bagi kaum/suku Melayu asal Kota Padang. Dalam satu kaum/keluarganya berisikan 40 anggota. Sebagai informasi, Mamak Kepala Waris adalah sebutan bagi laki-laki tertua atau yang dituakan dalam satu kaum/keluarga besar untuk masyarakat Minangkabau. Sosok itu memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengelola harta pusaka tinggi sekaligus mewakili serta menjaga kepentingan dan kesejahteraan kaumnya.

“Saya melakukan sertifikasi tanah ini karena kalau tidak disertifikasi, nanti kacau (dengan keluarganya), saat ini saya 76 tahun, mumpung saya masih hidup, sertifikat ini demi keamanan tanah kaum,” ujar Swastamam Loeis.

Cerita serupa datang dari Joni Akhiar (60), seorang Mamak Kepala Waris bagi kaum/suku Kutianyie asal Kabupaten Solok. Joni Akhiar sadar akan pentingnya sertifikasi tanah milik keluarga besarnya yang berisi 35 anggota keluarga.

“Saya melakukan sertipikasi atas tanah kaum saya ini untuk keamanan tanah ulayat ini sebagai tanah pusako tinggi. Lalu supaya anak, keponakan yang jauh di bawah-bawah itu biar tahu di mana letak tanah pusako kita,” ungkap Joni Akhiar.

Sertifikasi tanah secara komunal bukanlah sebuah konsep baru. Pemerintah Republik Indonesia memakai aturan sertifikat tanah komunal sebagai bentuk memfasilitasi hak komunal masyarakat adat.

Plt. Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Padang, Hanif, menjelaskan bahwa tanah ulayat terdiri dari tiga bagian, yaitu tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku, dan tanah ulayat kaum. Bagian itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tanah Ulayat.

“Terkait dengan sertifikat tanah yang kita serahkan pada hari ini, di mana ada dua sertifikat yang di belakang nama pemegang haknya ada Mamak Kepala Waris. Ini identik dengan tanah ulayat kaum, di mana pemilikan tanah itu dimiliki secara bersama, tidak perorangan. Walaupun namanya hanya satu orang di sertifikat, tapi pada saat akan melakukan perbuatan hukum, itu diperlukan izin dari seluruh anggota komunalnya, anggota kaumnya,” papar Hanif.

Sumbar memang dikenal memiliki banyak kelompok masyarakat hukum adat. Dengan diserahkannya sertifikat untuk tanah ulayat di KAN Kuranji ini, keberadaan masyarakat hukum adat semakin nyata dan dijaga keberlangsungan hidup kaum/keluarganya di atas tanah ulayat tersebut. (afa/msn)