Rusia Campur Tangan, FBI Bergerak, Trump Bakar Dokumen dan Masukkan Toilet

Rusia Campur Tangan, FBI Bergerak, Trump Bakar Dokumen dan Masukkan Toilet Dahlan Iskan. Foto: dok. pribadi

OHIO, BANGSAONLINE.com Amerika Serikat (AS) mulai retak? Rakyatnya terbelah. Bahkan dalam ditengarai ada campur tangan Rusia.

Yang menarik, eskalasi politik di AS makin kencang. Rumah mantan Presiden Donald Trump diobok-obok . Sesuatu yang tak lazim di AS. Tapi benarkah Trump membakar dokumen?

Silakan baca tulisan wartawan kondang, Dahlan Iskan, di HARIAN BANGSA hari ini, Sabtu 13 Agustus 2022. Atau di BANGSAONLINE.com di bawah ini. Selamat membaca: (PENGANTAR REDAKSI BANGSAONLINE).

TEMBAK menembak ini seru sekali. Selama lima jam. Motifnya jelas: politik. Si Penembak marah karena rumah tokoh politik pujaannya digeledah .

Kejadiannya Kamis pagi kemarin dulu. Ricky Shiffer, 42, mendatangi kantor cabang Biro Penyelidik Federal () di Ohio. Di kota Cincinnati. Ia nekat. Ricky ingin menerobos penjagaan depan. Ia membawa senjata. Petugas jaga, tentu, menghalanginya. Bahkan mengancamnya.

Ricky lantas lari. Dengan mobilnya. Ia ngebut ke arah jalan bebas hambatan 71. Dikejar. Dari segala arah. Ricky membelokkan mobilnya ke jalan di ladang jagung. Terjadilah kejar-kejaran di jalan tak beraspal. Ladang jagung membuat Ricky lebih mudah bersembunyi. Di Ohio-Iowa ladang jagung membentang sejauh mata memandang.

Saat terkepung Ricky berhenti. Ia keluar mobil. Menjadikan kendaraannya sebagai tameng. Ia menembaki petugas dari balik mobilnya. Meleset. Tidak ada peluru yang kena dinding –karena sawah itu tidak berdinding.

pun dibantu armada patroli jalan raya setempat. Helikopter juga diterbangkan. Rendah. Ke mana pun Ricky melaju dengan mudah diikuti dari atas.

Penduduk di radius 1 km diminta mengunci pintu. Penghuni diminta tetap di dalam rumah masing-masing. Pintu harus dikunci agar buron tidak memaksa masuk. Lalu menjadikan penduduk sebagai sandera.

Ricky terus melawan dengan senjatanya. Akhirnya dor terakhir dibunyikan: Ricky tewas.

Ia pendukung fanatik Donald Trump.

Ia ternyata juga ikut menduduki tanggal 6 Januari tahun lalu.

Ia tidak rela rumah pribadi Trump di Palm Beach digeledah . Senin lalu.

Bukan hanya Trump. Satu tokoh Partai Republik lagi juga disasar . Sampai HP tokoh ini disita. Padahal ia anggota DPR. Saat di militer pangkatnya Brigadir Jenderal. Namanya: Scott Perry, 60 tahun.

Soal rumah pribadi Presiden Donald Trump digeledah, Anda sudah tahu. Langka sekali. Senin lalu. Rumah yang hebat itu hilang kesaktiannya. Yang di pantai indah Florida itu: Mar-a-Lago. Yang luas dan mewah.

Sejak Trump marah pada kota New York status kependudukannya memang pindah ke Florida. Domisili resmi Trump di Mar-a-Lago itu.

Sejumlah dokumen rahasia negara disita dari Mar-a-Lago. Termasuk soal nuklir. Itulah bagian dari 15 boks dokumen yang diangkut ke situ dari Gedung Putih. Di hari-hari akhir kepresidenan Trump.

Dokumen itu dibawa dengan helikopter. Lalu diangkut dengan pesawat ke Florida. Disimpan di Mar-a-Lago.

Presiden Trump kini banyak berurusan dengan dokumen rahasia. Masih banyak dokumen lainnya yang dipersoalkan. Sebagian sudah dibakar.

Ada juga yang disobek-sobek untuk dimasukkan toilet. Trump diberitakan punya kebiasaan itu: membuang sobekan dokumen ke closet. Lalu di-flush. Media penting Amerika baru saja memuat foto sobekan dokumen yang masih tersisa di dasar closet. Masih terbaca nama seseorang di kertas itu. Di balik air closet yang jernih.

Anggota DPR itu, Perry, juga sering ke Gedung Putih. Terutama di hari-hari akhir tersebut.

Bahkan Perry sempat memaksa Trump agar Jaksa Agung diganti. Jaksa Agung saat itu dianggap kurang membela Trump –dalam menggagalkan hasil Pilpres 2020.

Perry membawa nama calon penggantinya: Jeffry Clark. Itu bukan nama tokoh penting. Juga bukan pejabat elite di Departemen Kehakiman. Ia salah satu dari banyak asisten di lembaga itu.

Tapi Clark menjamin bisa membuat hasil Pilpres berubah.

Perry terus mendesak Kepala Staf Gedung Putih Mark Meadows, untuk segera memproses pengangkatan Clark. Trump, katanya, perlu Jaksa Agung yang bisa diandalkan.

"Waktunya sudah mepet," ujar Perry pada CNN yang jadi sumber tulisan ini. Ia mengingatkan waktu berjalan terus. Dengan cepat. "Tinggal 11 hari lagi sudah tanggal 6 Januari," ujar Perry. Itulah tanggal pengesahan hasil Pilpres. Lalu, 25 hari lagi Presiden baru sudah harus dilantik.

Kalau sampai tanggal 6 Januari hasil Pilpres disahkan di Senat Amerika, fatal bagi Trump. Keinginannya jadi presiden lagi wassalam.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO