Dirikan 514 Cabang Pergunu, Kiai Asep Sedih Rais Am-Ketum PBNU Rebutan Jadwal Muktamar | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Dirikan 514 Cabang Pergunu, Kiai Asep Sedih Rais Am-Ketum PBNU Rebutan Jadwal Muktamar

Editor: MMA
Selasa, 23 November 2021 15:15 WIB

Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, M.A. dan Gubernur Herman Deru dalam acara pengukuhan Forum Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKIS) dan Pelantikan Pengurus Wilayah Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Sumsel di Griya Agung Palembang, Rumah Dinas Gubernur Sumsel, pada Ahad (7/2/2021). Foto: MMA/ BANGSAONLINE.com.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Mojokerto Jawa Timur, Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, M.A., mengaku telah menuntaskan pendirian kepengurusan cabang Persatuan Guru (Pergunu) di seluruh Indonesia.

“Sudah tuntas. Sebanyak 34 PW Pergunu dan 514 cabang Pergunu sudah berdiri. Bahkan di beberapa tempat cabang Pergunu berdiri lebih dulu daripada cabang NU,” kata Saifuddin Chalim yang Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pergunu kepada BANGSAONLINE.com, Selasa (23/11/2021).

Menurut dia, cepatnya penuntasan pendirian kepengurusan struktural Pergunu di seluruh Indonesia itu karena tak terkendala dana operasional.

“Semua saya biayai sendiri, uang pribadi. Para Pengurus Pusat Pergunu kalau turun ke daerah untuk melantik juga saya tanggung tiket dan uang sakunya,” kata kiai miliarder tapi dermawan itu sembari tertawa.

(Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim dikalungi sorban oleh TGH Turmudzi Badaruddin, Rais Syuriah PWNU NTB dan Mustasyar . Foto: MMA/BANGSAONLINE.COM)

Jadi, tidak merepotkan pengurus Pergunu daerah. Tidak perlu menyiapkan tiket dan lainnya. Sebaliknya, mereka justru selalu mendapat kemudahan dari . Terutama secara finansial. Karena itu para guru NU di daerah antre minta didatangi untuk dilantik sebagai pengurus Pergunu.

Apalagi selalu bawa oleh-oleh. “Saya setiap ke daerah selalu bawa sarung,” tutur . Lagi-lagi tertawa.

Selain sarung tentu juga membagikan uang transport. Terutama kepada para kiai setempat, di samping pengurus NU dan Pergunu.

Bahkan juga selalu menyempatkan silaturahim ke kiai-kiai sepuh dan berpengaruh setiap turun ke suatu daerah.

Yang menarik, juga sering bertemu para kepala daerah, baik gubernur, wakil gubernur  maupun bupati atau wali kota. "Ya saya juga memberikan sarung," kata yang dikenal sebagai ulama konsisten menolak bantuan pemerintah, termasuk dari Presiden Jokowi.

“Pak Jokowi, lewat Pak Pratikno pernah nawari bantuan untuk membangun asrama di pondok pesantren saya, tapi saya tolak. Saya lebih suka kalau presiden membantu pondok kecil yang lebih membutuhkan,” kata yang pengukuhan guru besarnya di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya dihadiri Presiden Jokowi, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, wartawan kawakan Dahlan Iskan, dan para tokoh nasional yang lain.

Tentu para kepala daerah itu mengucapkan terima kasih karena telah berkenan datang ke wilayah yang dipimpinnya. Bukan karena diberi sarung. Tapi karena banyak warganya yang mendapat beasiswa dari . Mulai beasiswa S1, S2 hingga S3.

“Saya ingin mencetak 500 doktor NU yang berkualitas, ya doktor beneran,” kata yang kini memiliki 12.000 santri.

Para kader NU itu mendapat beasiswa lewat Pergunu. Biasanya harus mendapat rekom dari Pengurus Wilayah atau pengurus cabang NU setempat. Kini sudah ribuan kader NU dari semua kabupaten dan kota seluruh Indonesia mendapat beasiswa dari .

“Semua uang pribadi,” kata yang punya obsesi besar membangun international university untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dari Mesir yang punya Universitas Al-Azhar dan Yaman yang punya Al-Ahqaf.

(Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim saat disambut Wakil Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Hj. Marlin Agustina. Foto: m mas'ud adnan/bangsaonline.com)

Karena itu tak aneh jika menjelang Muktamar NU ke-34 di Lampung Sumatera Selatan (Sumsel) banyak kiai, datuk, tuan guru, dan pengurus NU minta bersedia dicalonkan sebagai Rais Am Syuriah atau ketua umum .

Respons ? “Saya tak ingin jadi pengurus NU. Saya ingin bermanfaat bagi NU,” tegas putra KH Abdul Chalim, salah seorang kiai pendiri NU itu.

Menurut , di NU banyak orang tak jadi pengurus NU tapi bermanfaat bagi NU. Ia menunjuk salah satu contoh KH As'ad Said Ali. "Sejak dulu Kiai As'ad selalu istiqamah ngopeni PKPNU. Dan sekarang terbukti. Para kader NU yang sudah mengikuti PKPNU punya militansi tinggi. Bahkan kader PKPNU berkembang di berbagai profesi. Seperti yang viral, kader PKPNU membeli 5 pesawat terbang," katanya.  

(Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, memberikan sarung kepada Wali Kota Lubuk Linggau SN Prana Putra Sohe MM di Lubuk Linggau Sumatera Selatan. Foto: M Mas'ud Adnan/ bangsaonline.com)

Ia justru prihatin terhadap pengurus sekarang. “Masak menentukan jadwal Muktamar NU saja rebutan. Lalu apa yang mereka kerjakan selama ini,” kata yang mantan ketua PCNU Kota Surabaya.

Menurut , jadwal Muktamar itu masalah sepele. Urusan teknis.

“Seharusnya Rais Am gak usah ikut-ikut. Masak Rais Am ngurusi masalah teknis. Berarti ini kan sangat politis. Kalau Rais Am saja tak bisa menjaga muru’ahnya, bagaimana dengan pengurus yang lain,” katanya sembari mengatakan telah terjadi dua kubu di yang sama-sama punya kepentingan untuk urusan kandidat.

“Masak NU dikerdilkan seperti itu. Mereka ini sudah mengerdilkan NU dan membuat NU kacau balau. Kenapa sih mereka tak berpikir besar, tentang program besar yang berorientAsi nasional dan internasional yang bermanfaat bagi warga NU dan bangsa Indonesia. Kok malah rebutan jadwal Muktamar,” katanya tak habis pikir.

Menurut , sangat tak masuk akal memaksakan memajukan jadwal Muktamar NU. “Pemerintah membuat kebijakan PPKM level 3 untuk Natal dan Tahun Baru agar tak ada kerumunan dan tak ada orang bepergian. Kok malah mau memajukan Muktamar. Ini kan akal-akalan,” tegas .

Ia mengaku sedih karena wajah identik dengan kepentingan pribadi dan politik. Ia menyebut beberapa nama pengurus yang menurut dia selalu berebut jabatan tapi tak pernah menunjukkan kinerja, apalagi prestasi bagi NU. Mereka selalu bikin gaduh setiap muktamar NU.

“Kalau seperti itu, untuk apa jadi pengurus NU,” kata yang pernah menjadi anggota DPRD Kota Surabaya namun mengundurkan diri setelah enam bulan dilantik karena fokus untuk mengembangkan pesantrennya. (tim) 

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video