Pengadaan Barang dan Jasa Rentan Korupsi, Pemprov Jatim Bentuk Biro Khusus
Editor: Tim
Minggu, 12 Januari 2020 17:12 WIB
KOTA SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengatakan celah korupsi dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ) sangat berpotensi terjadi. Karenanya, menurut Khofifah tidak mengherankan jika mayoritas kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagian besar terkait pengadaan dan jasa.
Untuk mempersempit dan menutup celah tersebut, Pemprov Jawa Timur menerapkan strategi khusus dengan membentuk biro khusus yang menangani pengadaan barang dan jasa serta e-katalog lokal. Biro di bawah Sekretariat Daerah tersebut mulai aktif per 2 Januari 2020 dengan tugas di antaranya, mapping paket pekerjaan beserta nilainya, melakukan integrasi data penganggaran (e-budgeting) dengan aplikasi RUP, melakukan pendampingan penyusunan rencana pengadaan dan pengelolaan kontrak, melakukan peningkatan penerapan konsolidasi PBJ, Katalog lokal, penerapan PBJ melalui SPSE, serta peningkatan kompetensi kelompok kerja (pokja).
BACA JUGA:
Khofifah Sebut IKA Unair Dukung Penuh Upaya Percepatan Indonesia Emas Sebelum 2045
Hardiknas 2024, Khofifah: Maksimalkan Merdeka Belajar, Siapkan Generasi Menuju Indonesia Emas 2045
Pesan Khofifah di Hari Buruh Internasional 2024
Ucapkan Selamat Hari Buruh Dunia, Khofifah Optimistis Pekerja Jatim Terampil
“Kita memerlukan sebuah sistem dan strategi khusus berkaitan pengadaan barang dan jasa. Seiring dengan arahan Ketua KPK pada rakor sinergitas pemerintahan se-Jatim beberapa waktu lalu bahwa pengadaan barang dan jasa sangat berpotensi dengan hal-hal yang cenderung koruptif,” ungkap Khofifah di Surabaya baru-baru ini.
"Saya ingin kedepan proses pengadaan barang dan jasa berjalan lebih akuntabel dan transparan dan tersistem," tambahnya.
Selain rawan korupsi, Khofifah menambahkan, sistem yang kuat ini diperlukan mengingat adanya permasalahan pada sektor PBJ yang biasanya bersumber pada perencanaan yang kurang sinkron. Di antaranya karena adanya pengumuman Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang terlambat, pelaksanaan tidak sesuai RUP, adanya gagal kontrak karena tidak cukup waktu (baik proses pemilihan/ pelaksanaan kontrak), dana DAK sering tidak cukup waktu untuk prosesnya dan belum semua proses pemilihan dilakukan melalui Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE).