PWNU Napaktilasi Markas Besar Oelama (MBO), Tiga Hari setelah Kiai Asep Serahkan ke PBNU
Editor: MMA
Sabtu, 16 November 2019 13:30 WIB
Tanah dan bangunan berlokasi di Waru Sidoajo Jawa Timur itu diserahkan Kiai Asep Saifuddin Chalim kepada PBNU lewat KH. Sholeh Hayat, salah seorang Pengurus Wilayah NU Jawa Timur di Guest House Institut KH Abdul Chalim, Pacet, Mojokerto, Jawa Timur, Rabu (13/11/2019).
Saat penandatangan itu juga disaksikan Drs Fathurrohman, salah satu ketua PCNU Kota Surabaya dan M Mas'ud Adnan, Pemimpin Umum HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com yang kebetulan bersama Kiai Asep Saifuddin Chalim.
Kiai Asep menandangani sejumlah dokumen administrasi pengurusan pindah hak kepemilikan dari Kiai Asep Saifuddin Chalim kepada PBNU.
“Waktu saya terpilih jadi Ketua PCNU Surabaya, PCNU kan gak punya aset. Mesin ketik aja gak punya, karena gak tahu dibawa ke mana oleh pengurus sebelumnya. Akhirnya saya belikan banyak mesin ketik elektronik, termasuk MWC-MWC NU juga saya belikan dengan uang pribadi,” kata pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto yang memiliki 10.000 santri lebih itu.
Nah, di antaranya, Kiai Asep juga menyelamatkan tanah dan bangunan MBO Djawa Timoer bersejarah itu, yang dulu jadi markas pejuangan para kiai NU Jawa Timur untuk kemerdekaan RI. Menurut Kiai Asep, berkas tanah MBO Djawa Timoer itu sebenarnya sudah lama diserahkan kepada PBNU. Tapi karena penyimpanan dokumen di PBNU kurang rapi, akhirnya hilang. Karena itu, ia menandatangani lagi dokumen ke notaris untuk pemindahan hak milik itu ke PBNU.
“Kalau orang lain mungkin gini ini minta uang. Dulu waktu saya jadi ketua PCNU Surabaya pernah saya minta tandatangan seperti ini. Orangnya minta Rp 300 juta. Ya saya kasih. Kalau saya untuk apa,” kata Kiai Asep yang putra KH Abdul Chalim Leuwiunding Majalengka Cirebon Jawa Barat itu.
Gedung Markas Besar Oelama Djawa Timoer itu lama tak terawat. Bahkan plakat atau papan bertuliskan Markas Besar Oelama Djawa Timoer yang dulu tertancap dengan gagah sudah lama hilang. Padahal gedung ini saksi sejarah yang sangat penting bagi perjalanan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Di tengah elit politik yang hanya sibuk membangun gedung pencakar langit untuk memenuhi hasrat konsumtif dan hedonis, alangkah mulya kiai-kiai NU punya perhatian pada gedung-gedung penuh historis dan menjadikannya sebagai cagar budaya. (MMA)