​Calon Ketum PBNU Tak Harus Kiai, Gus Dur Tak Pasang Titel Kiai, tapi “Secara Ekonomi Selesai” | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

​Calon Ketum PBNU Tak Harus Kiai, Gus Dur Tak Pasang Titel Kiai, tapi “Secara Ekonomi Selesai”

Editor: Tim
Wartawan: Tim
Kamis, 08 Agustus 2019 18:53 WIB

Acara Komite Khitah di Gedung KHM Yusuf Hasyim Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur yang berlangsung dua hari, Rabu dan Kamis (7-8/8/2019). foto: BANGSAONLINE.com

Sementara soal calon ketua umum PB tak harus seorang kiai banyak sekali alasan yang dikemukakan peserta. “Ketua Tanfidziyah PB pertama, Hasan Gipo, bukan seorang kiai. Hasan Gipo seorang pengusaha. Padahal saat itu Rais Akbarnya Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari. Bahkan Hasan Gipo menjabat ketua Tanfidziyah sampai tiga periode walau Muktamarnya saat itu setiap tahun. Ini berarti Hadratussyaikh Kiai Hasyim Asy’ari tak mempersoalkan seorang ketua Tafidziyah bukan seorang kiai,” kata seorang peserta.

Peserta lain juga mengungkapkan fakta sejarah. Menurut dia, ketika KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjabat ketua umum PB tak pernah sekalipun mencantumkan title KH dalam administrasi PB. “Dalam surat-surat PB yang ditandatangani, Gus Dur selalu menulis H Abdurrahman Wahid, bukan KH Abdurrahman Wahid,” kata seorang peserta. Padahal siapa yang meragukan kekiaian dan keulamaaan Gus Dur.

Tradisi ini berlanjut saat KH Ahmad Hasyim Muzadi jadi ketua umum Tanfidziyah PB. “Dalam surat menyurat PB Pak Hasyim Muzadi selalu menulis H Ahmad Hasyim Muzadi, tak pernah menulis KH Ahmad Hasyim Muzadi. Begitu juga ketika Pak Hasyim Muzadi jadi ketua PW,” katanya.

Sebelumnya, BANGSAONLINE.com memberitakan bahwa dalam acara Komite Khitah itu, para kiai membahas berbagai persoalan yang dibagi dalam tiga komisi. Yang menarik dalam komisi organisasi, berkembang usulan tentang syarat dan kriteria calon Rais Aam Syuriah PB dalam Muktamar yang akan datang.

Ada yang usul calon Rais Aam harus ahli fiqh, sufi, zuhud, wirai, punya wawasan organisasi, dan punya pemahaman dan pengamalan kuat tentang Islam Ahlussunnah wal-Jamaah an-Nahdliyah dan memiliki pesantren minimal dengan 3000 santri.

"Ini penting agar Rais Aam Syuriah PB berwibawa dan bisa menahan hawa nafsu untuk jabatan, karena jabatan Rais Aam itu sakral," kata salah seorang peserta.

Namun, Gus Ishaq dari Pesantren Putri Kuttabul Banat Lasem Jawa Tengah keberatan jika syarat minimal 3000 santri. "Terlalu banyak. 1000 santri saja," kata Gus Ishaq. Karuan saja tawaran Gus Ishaq itu mengundang tawa.

Malah ada peserta yang menggoda. "Gimana kalau 500 santri saja," kata yang lain.

Kriteria calon Rais Aam punya pondok pesantren ini mengemuka, selain agar pimpinan tertinggi itu punya wibawa, juga bisa menjaga muruah atau marwah . Mengingat, Rais Aam itu pemimpin nasional. "Kalau Rais Syuriah PW cukup 2000 atau 1000 santri. Sedang Rais Syuriah PC cukup 1000 atau 500 santri," kata peserta yang mengusulkan pentingnya Rais Aam dan Rais Syuriah punya pondok pesantren. (tim)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video