Tanya-Jawab Islam: Jodoh itu Takdir Apa Bukan? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tanya-Jawab Islam: Jodoh itu Takdir Apa Bukan?

Minggu, 16 April 2017 02:01 WIB

DR KH Imam Ghazali Said MA

>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr wb. Yth Bapak KH. Dr. Imam Ghazali MA mau nanya Kyai, hadis yang mengatakan bahwa Talak/Cerai itu halal/boleh, tapi dibenci oleh Allah. Tapi kalau dihubungkan dengan Taqdir Allah, bahwa orang itu oleh Allah memang ditakdirkan tidak jodoh dengan si Fulan, masa Allah benci dengan keputusan Allah sendiri? Mohon penjelasan dari Kyai. Terima kasih. (Umar, Pamekasan, Madura)

Jawaban:

Memang sudah menjadi kepercayaan umum bahwa jodoh, rezeki dan ajal kematian sudah ditetapkan oleh Allah pada saat kita masih di dalam kandungan ibu. Kepercayaan umum ini hampir diyakini benar adanya tanpa ada kritik sedikit pun atas masalah di atas, terutama dalam masalah jodoh.

Padahal kalau kita mau menelitinya, tidak ada satu ayat pun atau satu hadis pun yang menunjukkan bahwa jodoh itu sudah ditentukan oleh Allah swt seperti rezeki dan ajal. Jodoh atau pernikahan adalah dalam kategori muamalah (interaksi sosial) di antara kita bersama. Jadi jodoh atau pernikahan adalah hasil usaha manusia dalam mengarungi kehidupan ini.

Allah berfirman di dalam surat al-Rum:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Allah menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang befikir”. (Qs. al-Rum:21)

Allah berfirman juga:

“Dan kami jadikan kalian berpasang-pasangan”. (Qs. al-Naba’:8)

Pada dua ayat di atas tidak disebutkan secara spesifik dan jelas bahwa Allah menentukan pasangan atau jodoh kita, Allah hanya memberikan pasangan kepada kita sebagai manusia. Individunya atau orangnya tidak pernah dijelaskan oleh Allah swt.

dalam sebuah hadis laporan Abdullah bahwa Rasul bersabda:

“Sesungguhnya manusia mulai diciptakan di dalam perut ibunya setelah diproses selama 40 hari. kemudian menjadi segumpal darah pada 40 hari berikutnya, kemudian menjadi segumpal daging pada 40 hari berikutnya, setelah 40 hari berikutnya Allah mengutus malaikat untuk menghembuskan ruh ke dalamnya dan diperintahkan untuk menulis 4 hal; Rezekinya, Ajalnya, Amalnya dan Sengsara atau Bahagianya ... (Hr. Muslim: 4781)

Dalam redaksi hadis lain disebutkan :

“Laki-laki atau perempuan, Sengsara atau Bahagia, Kadar Rezekinya dan Kadar ajalnya”. (Hr. Muslim: 4785)

Dari beberapa keterangan di atas, tidak ada satu pun kata jodoh itu ditetapkan pada saat kita di dalam kandungan. Dan 4 hal yang ditetapkan di dalam kandungan itu dan tidak satu pun merujuk pada kata jodoh atau pasangan secara spesifik. Maka, suami atau istri tidak pernah ditentukan secara spesifik di dalam kandungan.

Namun, jika kita pahami jodoh adalah sebuah rezeki yang Allah berikan kepada kita, dengan pemahaman bahwa suami atau istri adalah bentuk rezeki yang Allah berikan kepada kita. Maka pemahaman suami atau istri sudah ditentukan sejak dulu dapat diterima (dalam konteks rezeki).

Oleh sebab itu, rezeki istri atau rezeki suami mempunyai batasan, terkadang berbatas dengan kematian dan ada pula berbatas dengan perpisahan (naudzubillah min dzalik). Orang yang menikah pada hakikatnya sedang mendapatkan rezeki dari Allah, maka rezeki itu juga sesuai dengan kadar yang telah diberikan oleh Allah atas takdir yang sudah ditentukan dan dasar usaha masing-masing hamba untuk merubah dirinya menjadi yang lebih baik.

Bukti lain bahwa jodoh adalah sebuah hal yang dapat diusahakan adalah hadis laporan Ayah Ibnu Buraidah bahwa ada seorang gadis datang kepada Rasul dan berkata:

“Sesungguhnya ayahku menikahkanku dengan anak saudaranya untuk mengangkat derajatnya melalui aku”.

Maka rasul pun menyerahkan keputusan itu pada gadis tersebut. dan gadis itu pun berkata: “Aku telah mengizinkan apa yang dilakukan ayahku, tetapi aku hanya ingin agar para wanita tau bahwa para ayah tidak punya hak dalam urusan ini”. (Hr. Ibnu Majah).

Hadis di atas menunjukkan bahwa kuasa penuh terdapat pada diri seorang gadis. Artinya ia bebas menentukan jodohnya siapa. Dan seperti jawaban di atas bahwa pernikahan masih masuk dalam kategori muamalah (interaksi sosial). Tandanya adalah terdapat ijab dan qobul di dalam pernikahan.

Maka tidak sepatutnya hadis “Sesuatu yang halal tapi dibenci oleh Allah” itu dibenturkan dengan perjodohan. Sebab perjodohan adalah interaksi sosial antar individu manusia, bukan murni ketentuan dari Allah, tapi ada peran usaha manusia untuk mencari jodohnya atau mempertahankan jodohnya atau tidak mempertahankan jodohnya. Wallahu alam.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video