Cukup Rp 1 Triliun, Jokowi Ketum Golkar, Capreskan Ganjar, Tapi Anies-Puan Gimana? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Cukup Rp 1 Triliun, Jokowi Ketum Golkar, Capreskan Ganjar, Tapi Anies-Puan Gimana?

Editor: MMA
Kamis, 02 Juni 2022 11:49 WIB

Presiden Joko Widodo bersama ketua umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Foto: ist/tribunnews

JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Menjelang , spekulasi politik makin gila. Banyak otak-atik politik, terutama tentang dan wakil presiden. Nama Anies Baswedan dan masuk bursa tapi tak punya kendaraan politik. Tapi ternyata mudah, asal ada uang Rp 1 triliun.

Caranya? Simak tulisan wartawan kondang, Dahlan Iskan, di HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com hari ini, Kamis 2 Juni 2022. Selamat membaca:

BEGITU besar dukungan pada . Termasuk dari Presiden sendiri. Sebagai Indonesia akan datang.

Begitu besar juga dukungan pada Anies Baswedan. Dari sebagian golongan. Terutama golongan dalam Islam.

Dua-duanya tidak punya partai.

Ganjar adalah kader Banteng –tapi sudah dianggap sebagai . Anies adalah salah satu pendiri Nasdem –tapi sebelum Nasdem menjadi partai.

Maka masyarakat ramai mengutak-atik: akan lewat partai mana mereka nanti?

Dari pengalaman masa lalu, PDI-Perjuangan sangat realistis. Awalnya partai itu juga tidak mau mencalonkan . Banyak alasannya. Salah satunya: baru dua tahun jadi gubernur Jakarta –dari komitmen lima tahun. Dan yang paling penting Ibu Megawati sendiri masih ingin mencoba maju lagi sebagai capres –meski sudah kalah dua kali.

Tapi melihat realitas dukungan masyarakat begitu besar –selalu ranking pertama dalam berbagai survei –akhirnya dicalonkan oleh PDI-Perjuangan. Tentu juga lantaran ada lobi-lobi khusus dari berbagai tokoh, terutama almarhum suaminyi. Sang suami, Taufik Kiemas, meninggal 8 Juni 2013, setahun sebelum Pilpres dilangsungkan.

(Dahlan Iskan)

Kali ini Ibu Megawati, ketua umum PDI-Perjuangan, pasti tidak ingin maju lagi. Hanya saja beliau terlihat sangat ingin putrinyalah yang maju: –sekarang menjabat ketua DPR RI. Bisa dimaklumi. Kalau Puan sampai gagal maju, bisa jadi trah Soekarno berakhir.

Tentu masih akan banyak ide untuk keinginan itu: Puan bisa berpasangan dengan Ganjar. Atau sebaliknya. Dengan dukungan gratis salah satu partai. Cukup dari partai kecil. Untuk menggenapi 20 persen kursi DPR sebagai persyaratan pencalonan. ''Gratis'' yang saya maksud: tidak minta jabatan wakil presiden. Cukup diberi jabatan beberapa kursi menteri. Bahkan cukup kalau diberi mentahannya saja. Akan banyak partai yang bersedia.

Bahwa PDI-Perjuangan sudah menganggap Ganjar itu , tentu bisa berubah. Kalau saja dukungan ke Ganjar terus menggila –seperti dukungan ke menjelang 2014. Pun seandainya Bu Mega sudah menganggap Ganjar bukan lagi banteng. Apalagi yang mengatakan Ganjar itu sudah jadi celeng barulah tingkat salah satu ketua –meski ketua yang berposisi penting: Bambang Pacul.

Bagaimana kalau PDI-Perjuangan nekat menggandengkan Puan dengan Prabowo? Atau lebih nekat dari itu. Misalnya justru bergandengan Puan dengan Anies Baswedan?

Itulah yang kini banyak dibincangkan. Sampai-sampai muncul spekulasi kenekatan yang lain: Ganjar dilewatkan saja!

Jalan menuju ke sana pun sudah jadi bahan rumor yang asyik. Termasuk di dalam sendiri.

Tentu, kalau bisa, akan diminta baik-baik. Termasuk tidak perlulah bikin syarat ketua umumnya minta jabatan cawapres. Dijamin tetap menjadi menko kan juga tidak kalah bergengsi –toh kemungkinan besar tidak akan ada lagi kasus minyak goreng. Yang penting tetap bisa melangsungkan tradisi : tetap berada dalam kekuasaan.

Bagaimana kalau tidak mau?

Masih banyak jalan untuk bisa mau. Yang terburuk pun menjadi baik kalau misi yang harus diraih lebih besar: menyelamatkan negara –apa pun itu maknanya.

Jangankan ''hanya'' mengintervensi . Di politik kenegaraan, membunuh 1.000 orang masih dianggap baik kalau itu untuk menghindarkan kesengsaraan 100 juta orang. Anda tentu tidak setuju dengan itu. Juga saya. Tapi ajaran seperti itu ada. Dan sering terjadi. Di mana-mana.

Bagaimana cara ''menundukkan'' ? Bisa lewat intervensi. Dicoba dulu yang biasa-biasa saja. Kalau gagal barulah yang serius.

Intervensi terdalam tentu bisa lewat Munaslub. Alasan bisa dicari. Terlalu banyak tersedia.

( dan Airlangga Hartarto dalam HUT Partai . ©2019 Liputan6.com/JohanTallo/Merdeka.com)

Munaslub? Bukankah itu sulit sekali?

"Siapa bilang sulit. Terlalu mudah. Itu peanut," ujar seorang tokoh garis penjaga ruh. Ia punya kelompok grup penekan di . "Di itu tidak ada lagi pemegang saham mayoritas," katanya. "Dengan Rp 1 Triliun selesai," tambahnya.

Dulu memang ada yang disebut jalur A dan jalur B di . Jalur A adalah Mabes TNI. Jalur B adalah birokrasi. Pegawai Negeri. Lebih tepatnya Panglima TNI dan Menteri Dalam Negeri. Dua-duanya di bawah Presiden Soeharto. Itulah yang dimaksud dengan pemegang saham mayoritas di .

Selebihnya adalah jalur G – murni. Di dalam jalur G itu ada juga pemegang saham mayoritasnya: Soksi dan Kosgoro –ormas pendiri .

"Semua itu sudah tidak ada. Kini sepenuhnya terserah ketua-ketua DPD di daerah. Murah kan?" katanya. "Sedang di partai lain masih ada pemegang saham mayoritasnya. Anda sudah tahu," kata tokoh itu.

Tapi, kepentingan negara yang mana yang bisa membuat Munaslub bisa dianggap halal?

Alasannya bisa panjang. Yakni kelangsungan NKRI. Kalau itu terlalu abstrak bisa diturunkan sedikit: demi kelangsungan pembangunan negara. Masih ketinggian? Bisa ini: agar Indonesia maju. Misalnya agar terjamin bahwa pendapatan per kapita rakyat Indonesia bisa mencapai USD 10 ribu/tahun di tahun 2029 –dari sekarang baru USD 4.200 per kapita per tahun. Yakni lewat proyek-proyek besar yang sudah di dalam pipa.

Bisa juga ditambah sedikit: agar IKN terwujud. Kereta api cepat sukses. Dan jalan tol berlanjut sampai di mana-mana.

Ganjar pribadi tentu tidak punya kemampuan kelas Rp 1 triliun. Tapi uang bisa dicari. Yang tertipu ojol saja bisa Rp 12 T, apalah artinya proyek Munaslub itu.

Mungkin para pemegang saham akan mengajukan syarat. "Munaslub OK asal yang terpilih jadi ketua umum lewat Munaslub itu adalah Presiden ".

Dengan itu memang akan sangat diuntungkan. Punya ketua umum seorang presiden yang sedang berkuasa. Ditambah presiden yang akan berkuasa berikutnya. Dan seperti itu adalah wajah yang asli.(Dahlan Iskan).

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan meilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video