SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Dr. KH. Nasrullah Afandi, Lc, MA mengungkapkan rasa prihatinnya atas kondisi masjid di Indonesia yang kesuciannya tidak terjaga. Ia mengatakan banyak Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) atau marbut masjid tidak menyadari masalah ini.
Padahal suci dari najis adalah bagian dari sahnya salat. Artinya, jika lantai masjid yang kita pakai untuk salat najis maka salat kita tak sah.
BACA JUGA:
- Ketua MUI Pusat: Masjid-Mushalla Jangan Dijadikan Tempat Kampanye Politik
- Fokus Kesejahteraan Jemaah, Pengurus DMI Kota Malang Gelar Studi Tiru ke Gresik
- Kutuk Serangan Israel di Masjid Al-Aqsa, NU Jatim Instruksikan Nahdliyin Baca Qunut Nazilah
- Diharap Jadi Ikon Kediri, Masjid An-Nur Bakal Telan Biaya Rp 10 M dan Rest Area Rp 5 M
“Masalah kebersihan ini paling sering ditemukan di masjid-masjid yang berada di rest area jalan tol, POM bensin, tempat wisata, perkantoran, perusahaan, dan rumah makan,” kata Gus Nasrul – panggilan Nasrullah Afandi – dalam rilisnya kepada BANGSAONLINE.com, Senin (5/8/2024).
Gus Nasrul sering mendapati lantai masjid menjadi najis karena ketidaktahuan petugas kebersihan tentang thaharah atau kesucian dalam fikih. “Banyak petugas kebersihan menggunakan alat pel yang sebelumnya dipakai untuk mengepel lantai WC tanpa mensucikannya terlebih dahulu. Lantai kamar mandi sering kali terkena najis, dan jika alat pel tersebut langsung digunakan di masjid, najisnya bisa menyebar ke seluruh lantai,” tutur Gus Nasrul yang juga wakil ketua Komisi Kerukunan antarumat Beragama MUI Pusat itu.
Menurut Gus Nasrul, meskipun alat pel tampak bersih, namun jika digunakan tanpa disucikan, najis dari WC akan menyebar ke seluruh lantai masjid. Selain itu, banyak juga yang air kobokan kaki kurang dari dua kulah, sehingga ketika kaki yang terkena najis masuk kobokan tersebut, kemudian masuk ke area masjid, maka menyebarlah najisnya, terang Gus Nasrul.
Gus Nasrul juga menyoroti desain arsitektur masjid yang kurang tepat sehingga menjadi sumber masalah. "Tata letak tempat wudhu dan toilet tidak diperhatikan dengan baik," kata Gus Nasrul.
Ia mencontohkan masjid yang tempat wudhunya berada di belakang, sedangkan toiletnya di depan. Hal ini mengakibatkan orang yang berwudhu harus melepas sandal, sementara yang tidak berwudhu bebas keluar masuk dengan sepatu atau sandal mereka.
“Sehingga lantai yang seharusnya suci menjadi najis kembali,” ucap Gus Nasrul.
Gus Nasrul juga menyoroti posisi WC yang lebih tinggi dari ember.