Tiga Prinsip Liga Pandemi

Tiga Prinsip Liga Pandemi Salah seorang pemain menjalani swab. foto: ist

Sore itu, pukul 16.50 WITA, hasilnya keluar. Semua pemain yang dinyatakan positif lewat tes liga, ternyata negatif. Walau ada yang juga positif, termasuk pelatih kepala.

Luar biasa. Tes tanggal 4 negatif, tes tanggal 5 sore positif, tes tanggal 6 pagi negatif. Dan dua tes terakhir dilakukan di tempat yang sama. Interesting!

Menurut aturan liga, yang ditegaskan setelah kasus-kasus awal terjadi, kami tidak boleh menggunakan hasil tes yang bukan dilakukan oleh liga. Jadi, hasil tes susulan itu tidak akan bisa digunakan untuk mengubah susunan pemain di pertandingan hari itu.

Ada klub lain yang juga melakukan tes pembanding dengan hasil berbeda (walau hanya untuk satu-dua pemain), dan hasil tes pembanding itu tidak diterima pula. Kebetulan mungkin klub itu tidak ingin ribut atau bagaimana.

Apakah ini menunjukkan adanya nawaitu yang kurang baik, atau alasan lain, terserahlah. Bagi kami, tes susulan itu tetap penting. Karena untuk memetakan lagi kondisi tim, supaya di laga-laga selanjutnya lebih bisa mengantisipasi. Plus, karena sudah begitu banyak yang kena, tim kami kemungkinan lebih "aman" di sisa musim. Tinggal bagaimana melindungi dan menjaga kondisi segelintir pemain yang belum kena. Kalau kami tidak melakukan tes susulan itu, kami tidak bisa melakukan pemetaan tambahan.

Dari kejadian ini, memang perasaan jadi campur aduk tidak karuan. Antara emosi, kesal, hingga ketawa sendiri kenapa kok bisa seperti ini. Semoga saja memang bukan karena nawaitu-nya liga ini jelek. Karena kalau nawaitu-nya jelek, ya buat apa klub-klub mengeluarkan biaya begitu besar untuk "memajukan sepak bola Indonesia."

Saya mencoba berpikir dingin. Minimal, liga kita sudah mencoba menerapkan prinsip nomor satu: Show must go on. Juga sepertinya secara prinsip mencoba mengutamakan keselamatan. Tinggal prinsip ketiga saja yang kurang utuh cara memandangnya, atau mungkin penerapan manajemen praktisnya. Yaitu untuk selalu mengedepankan fairness demi menyuguhkan show terbaik.

Saya juga punya uneg-uneg berdasarkan pengamatan (intens) saya terhadap liga-liga olahraga di luar negeri. Khususnya di Amerika, di mana saya punya banyak teman dan kenalan.

Saya mau ambil contoh dan NFL. Yang musim ini juga sempat terganggu badai positif, mengakibatkan banyak tim sempat tampil tidak utuh. Beberapa pertandingan juga sempat tertunda.

Kedua liga itu menerapkan anjuran dan political will dari pemerintah federal (pusat). Bahwa harus menatap ke depan dan menyiapkan protokol dan solusi situasi yang mengarah ke normal lagi. Tetap show must go on. Tetap mengutamakan keselamatan dengan berbasiskan sains. Tetap mengutamakan fairness.

Di Amerika sekarang, kalau Anda positif, maka dalam lima hari Anda sudah boleh berkeliaran bebas lagi. Tidak perlu lagi tes swab. Silakan beredar. Yang penting tetap pakai masker saja di dekat orang lain. Apalagi kalau sudah divaksin (apalagi kalau sudah di-booster). Mereka menyikapi ini seolah sudah seperti flu biasa.

Liga dan NFL menerapkan itu. Pemain yang positif sudah boleh kembali bertanding dalam hitungan lima hari. Memang dengan catatan harus lolos tes dulu.

Di sini (dengan panduan sains) menetapkan apa itu lolos tes PCR. Sebelum pergantian tahun, pemain dinyatakan boleh kembali bertanding kalau CT value-nya di angka 35 atau lebih tinggi. Sekarang: Silakan bermain kalau CT value sudah di atas 30! Ya, hanya 30. Karena di sana, angka 30 sudah dianggap cukup aman bagi orang lain.

Kalau di NFL, yang bertanding seminggu sekali, pemain boleh kembali ke pertandingan kalau sudah dua kali tes negatif. Tapi di sini ada syarat uniknya. Mereka boleh mengambil dua tes itu secara bersamaan, hingga hitungan jam sebelum pertandingan.

Dalam hal ini, NFL menerapkan akal sehat. Dua tes bersamaan akan menunjukkan konsistensi hasil tes. Kalau dua-duanya negatif, silakan main. Kalau salah satunya negatif, tunggu dulu. Gampang bukan?

Pemain diberi kesempatan sampai sebelum pertandingan untuk menunjukkan bahwa dia sudah layak kembali. Walau itu pun sebenarnya sudah merugikan tim, karena dia tidak sempat ikut latihan. Dan untuk olahraga beregu, latihan bersama sangatlah krusial (ya iya lah!).

Belajar dari itu semua, saya berharap ke depannya liga kita bisa lebih baik lagi. Memikirkan segalanya secara lebih komprehensif, mengedepankan akal sehat, dan selalu mengutamakan fairness. Bukan lagi segalanya serba reaktif menunggu bom meledak.

sudah berkali-kali jadi korban/martir musim ini. Dan kami tahu ada banyak tim yang menunggu menyampaikan duluan tentang semua ini. Mulai dari kurang memuaskannya performa pengadil di lapangan, hingga prosedur protokol yang belum ideal.

Jadi martir tidak apa-apa kalau ke depannya lebih baik.

Kalau ternyata tidak jadi lebih baik, atau ternyata selama ini nawaitu-nya memang tidak baik. Ya Tuhan, entahlah. Buat apa kita semua melakukan semua ini??? (azrul ananda)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO