Kini usaha ini berkembang sangat pesat. Selain bisa memenuhi kebutuhan internal Pesantren Tebuireng juga mulai melayani pihak luar.
(Kasur produksi para pekerja di Pesantren Tebuireng. foto: mma/bangsaonline.com)
Rohanuddin, kepala yang membidangi berbagai usaha produksi tersebut, menuturkan bahwa kini Pesantren Tebuireng sering menjadi obyek studi banding lembaga pendidikan lain. Bahkan ada juga pesantren pesan kasur ke Tebuireng.
Roni – panggilan sehari-hari Rohanuddin – menuturkan bahwa pengembangan usaha produksi sendiri ini sangat menguntungkan secara ekonomi dibanding membeli di luar. Harganya sangat murah. Ia mencontohkan soal pembuatan kursi.
“Kalau dulu mengganti kursi atau meja sekolah dengan cara membeli yang baru. Sekarang dengan sistem kanibal. Bahan kursi lama yang masih bisa dipakai kita pakai, yang rusak kita buang. Sehingga harganya murah,” katanya.
(Bagian las yang memproduksi kursi, meja dan peralatan lain di Pesantren Tebuireng Jombang. foto: mma/bangsaonline.com)
Gus Riza menuturkan bahwa pengembangan jiwa entrepreneur para santri itu terkait dengan jiwa kesaudagaran Hadratussyaikh. Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) itu dikenal sebagai saudagar kaya namun hartanya untuk kemaslahatan para santri, musafir, dan untuk menjamu para tamu yang sowan.
"Dulu Mbah Hasyim kan saudagar kuda," tutur Gus Riza. Selain itu Mbah Hasyim juga dikenal sebagai petani sayur dan pedagang kain.
Maka pengembangan entrepreneur santri Tebuireng sama dengan ikut melestarikan, mengembangkan, dan meneladani jiwa kesaudagaran Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari.
Pesantren Tebuireng telah melahirkan jutaan ulama, tokoh nasional, dan internasional serta pengasuh pesantren. Namun, Tebuireng juga produktif melahirkan para tokoh bisnis. Dan ini sangat penting mengingat kondisi sekarang semua sektor bisnis di Indonesia dikuasai kelompok dan etnis tertentu. (m mas’ud adnan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News