GRESIK, BANGSAONLINE.com - Dinas Kesehatan (Dinkes) Gresik berkolaborasi dengan Komunitas Wartawan Gresik (KWG) menggelar talkshow, Senin (30/9/2024).
Agenda tersebut bertajuk 'Strategi Penurunan AKI (Angka Kematian Ibu), AKB (Angka Kematian Bayi) dan Stunting, Melalui Pendekatan Integrasi Layanan Primer di Kabupaten Gresik'.
Baca Juga: Sambut Hari Jadi Jawa Timur, Pemkot Mojokerto Gelar Gerakan Serentak OPD Peduli Stunting
Selain membuka kegiatan, Plt Bupati Gresik, Aminatun Habibah menyebut banyak faktor penyebab AKI, AKB, dan stunting yang cukup tinggi, salah satunya faktor kemiskinan, dan banyaknya masyarakat tak bisa menjangkau layanan kesehatan
"Untuk penanganan AKI, AKB, dan stunting tidak bisa berdiri sendiri. Butuh kolaborasi, butuh sinergi dengan semua stake holder. Kerjasama oentahelix melibatkan pemerintah, akademisi, pengusaha, komunitas dan media atau ABCGM sangat dibutuhkan," ucap perempuan yang karib disapa Bu Min tersebut.
Selain itu, kata Bu Min, pendidikan masyarakat yang kurang baik, lingkungan kurang baik seperti di perkotaan masyarakat hidup di petak-petak (bedak-bedak) kecil tak memenuhi syarat, tak ada jendela, dan lainnya juga berpengaruh terhadap AKI, AKB, dan stunting
Baca Juga: Antisipasi Pernikahan Dini, Kasi Bimas Islam Kemenag Lamongan Sebut Pentingnya Peran Orang tua
"Walau pemerintah telah menggelontorkan bantuan keluarga kena stunting, tapi tak mampu menangani jika variabel-varabel pendukung tidak dilakukan," tuturnya.
Bu Min minta petugas Puskesmas, baik kepala UPT maupun perawat untuk turun lakukan sosialisasi, pendampingan kepada masyarakat untuk mencegah dan mengurangi AKI, AKB, dan stunting.
"Tenaga kesehatan terbesar kedua setelah guru, Di jantung-jantung permukiman masyarakat banyak ditemui stunting. Silahkan turun lakukan sosialisasi, dan pendampingan," katanya.
Baca Juga: 2.000 ASN Pemkab Gresik Ikuti Pembekalan Penilaian Kompetensi 2024
Ia juga mengajak insan wartawan membantu pemerintah memberikan edukasi kepada masyarakat dan kontrol kepada puskesmas melalui pemberitaan agar pelayanan terus diperbaiki.
Sementara itu, Kabid Kesmas Dinkes Gresik, Anik Luthfiyah, memaparkan jumlah kematian ibu mencapai 89,76 persen atau 18 orang pada 2022, dan naik menjadi 99,38 persen atau 20 orang selama tahun lalu.
Sedangkan jumlah kematian bayi dari yang semula 83 bayi atau 4,18 persen dengan angka lahir hidup (ALH) sebanyak 20.053 pada 2022, naik menjadi 97 bayi atau 4,82 dengan angka lahir hidup sebanyak 20.124 selama 2023.
Baca Juga: Dinas Pendidikan Gresik Teken MoA dengan Unesa
"Penyebab utama kematian ibu adalah eklampsia dan preeklamsia, sementara faktor lainnya seperti jantung, diabet, dan lainnya. Sementara penyebab kematian bayi antara lain Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan asfiksia. Selain itu, juga diakibatkan keluarga bawaan, sepsis, peneumonia, diare, dan lainnya," paparnya.
Ia menjelaskan, preklamsia adalah komplikasi kehamilan berpotensi berbahaya yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kadar protein tinggi dalam urine atau istilah awamnya keracunan kehamilan.
Sedangkan BBLR ini bisa disebabkan beberapa faktor, seperti genetika, konsumsi makanan junk food, kehamilan terlalu dini, prematur, serta preeklamsia.
Baca Juga: 2.155 Keluarga Rawan Stunting Terima Bantuan, Pemkot Kediri Lakukan Monitoring
"Di antara penyebabnya, akibat asupan gizinya kurang, atau hobi konsumsi makanan tidak bergizi seperti junkfood. Afeksia ini hal yang paling berat, bisa karena BBLR sehingga pernafasannya kurang, dan berbagai hal," bebernya.
Kepala Dinkes Gresik, Mukhibatul Khusnah, menyatakan pihaknya telah berupaya maksimal dalam menekan angka AKI, AKB dan stunting, seperti mengajak ibu hamil untuk memeriksa kandungan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) sesuai usia kehamilan trimester dengan ANC terstandar (10T).
"Untuk memitigasi kasus tersebut bisa dimulai sejak seorang perempuan menjadi calon pengantin yang diwajibkan memeriksakan diri atau konsul kesehatan agar terbebas dari anemia, dan penyakit lainnya,” katanya.
Baca Juga: Mulai Besok, Bu Min Jabat Plt Bupati Gresik hingga 25 November 2024
Bagi ibu hamil (bumil), kata Khusnah, bisa melakukan K6 yakni kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi untuk mendapatkan pelayanan antenatal terpadu, dan komprehensif sesuai standar, selama kehamilannya minimal 6 kali dengan distribusi waktu: 1 kali pada trimester ke-1 (0-12 minggu), 2 kali pada trimester ke-2 (>12 minggu-24 minggu), dan 3 kali pada trimester ke-3 (>24 minggu sampai kelahirannya).
"Jika Dinkes menemukan ada kasus kematian Ibu dan Anak pasti kita lakukan Audit Maternal Perinatal Surveilans dan Respon. Kita hadirkan pakar-pakar apa saja rekomendasi yang diberikan untuk kita evaluasi. Misalnya, terlambat dirujuk kita intervensi dan perbaiki. Perbaikan mulai dari prosedur, kapasitas SDM, hingga sarpras, agar masalah-masalah atau kejadian-kejadian yang pernah terjadi tidak terulang lagi di masa yang akan datang," terangnya.
Soal anggaran, dia megakui bahwa anggaran dari APBD belum mencakup semua kebutuhan. Karena itu, Dinkes Gresik mendapatkan alokasi dari sejumlah sember pendanaan untuk penangan AKI, AKB dan stunting, di antaranya dari Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), dan Dana Desa (DD).
Baca Juga: Song Osong Lombhung Gelar Khitan Massal dan Cek Kesehatan di Bragang Bangkalan
"Kita juga menggandeng pihak ketiga sebagai bapak asuh, misal gandeng perusahaan, alhamdulilah jalan," ucapnya.
Meski AKI dan AKB trennya naik, Khusnah menyebut stunting turun, yang mana bisa dilihat dari 3 tahun terakhir. Salah satu upaya dilakukan pemerintah dengan program Gresik Urus Stunting (GUS), lalu pada tahun ini tercatat balita stunting sebanyak 3.362, balita sembuh 5.719, dan balita lulus 2.876.
"Alhamdulillah trend kasus stunting di Kabupaten Gresik terus turun. Jika tahun 2021 berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) turun sebesar 12,8% dari 23,5%, di tahun 2021 menjadi 10,7% tahun 2022. Tahun 2023 9,4 persen. Target kami tahun 2024 turun dibawah 1 digit atau dibawah 10 persen. Lebih rendah dari Jawa Timur dan nasional yang ditargetkan 14 persen," pungkasnya.
Baca Juga: Lagi, Pemkab Kediri Kukuhkan Ratusan Kampung Keluarga Berkualitas
Anggota Fraksi Gerindra DPRD Gresik, Lutfi Dawam, mengungkapkan bahwa faktor penyebab AKI, AKB dan stunting tidak melulu kemiskinan. Sebab, banyak anak orang kaya kena stunting karena tak terurus dengan baik karena kesibukan orangtua bekerja.
"Saya contohkan anak orang kaya kena stunting. Anak dirawat pembantu karena kesibukan orangtua. Dibelikan susu orang tua seharga Rp 1 juta susu dijual pembantu dan dibelikan susu lain. Makan anak tidak mengandung gizi berimbanga," katanya.
Ia juga mengungkapkan, banyaknya stunting di Pulau Bawean karena mereka tidak paham baik pola asuh anak, layanan kesehatan dan lainnya.
"Karena itu, saya minta Kepala.UPT Puskesmas, perawat, bidan turun berikan penyuluhan, beri pendampingan, jangan duduk di kantor saja," sebutnya.
Dawam menambahkan, DPRD Gresik telah memberikan alokasi anggaran cukup untuk penangan AKI, AKB, dan stunting.
"Saya minta jangan selalu anggaran jadi alasan. Anggaran cukup saya rasa," ucapnya.
Pada kesempatan ini, Dawam juga mengungkapkan banyak masyarakat yang belum tahu soal program Universal Health Coverage (UHC) atau berobat gratis.
"Banyak itu masyarakat berobat pakai umum di Puskesmas dan RSUD. Ada yang bayar Rp3 juta. Padahal ada UHC, gratis," tuturnya.
Ia juga menyoroti rusaknya sejumlah bangunan di RSUD Umar Masud Bawean dampak gempa bumi yang tak kunjung dilakukan perbaikan.
"Saya juga menyorot minimnya tenaga medis di Bawean, khususnya dokter spesialis, sehingga layanan kesehatan di Bawean tak makisimal," katanya. (hud/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News