​Dahlan Iskan: Tarikat Satariyah Dicaci Maki Ustad Masa Kini, tapi Dibela Gus Baha’ | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

​Dahlan Iskan: Tarikat Satariyah Dicaci Maki Ustad Masa Kini, tapi Dibela Gus Baha’

Editor: MMA
Rabu, 13 Januari 2021 11:39 WIB

Dahlan Iskan. foto: ist

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Selama ini publik hanya tahu Dahlan Iskan sebagai wartawan kawakan, pengusaha media sukses, dan mantan Menteri BUMN. Padahal pria yang kini memasuki usia 70 tahun itu lahir dari keluarga pesantren. Yaitu Sabilil Muttaqien (PSM) Takeran Magetan Jawa Timur yang kini membawahi 120 .

Dahlan Iskan bahkan penganut Tarikat Satariyah. “Ayah saya memang penganut tarekat satariyah. Sang guru adalah mursyid (pemimpin spiritual) satariyah. Di umur 15 tahun pun saya sudah dibaiat untuk ikut menapaki jalan spiritual itu; yakni mencari "sangkan-paraning-dumadi" lewat dzikir ''hu'' yang banyak dicaci-maki ustad masa kini, tapi dibela dengan baik oleh ulama seperti Gus Baha' –lewat YouTube-nya yang sangat populer itu,” tulis Dahlan Iskan dalam Disway yang juga dimuat HARIAN BANGSA hari ini, Rabu (13/1/2021).

Bagi Dahlan, Tarikat Satariyah tampak sangat fundamental. “Hidup ini dari mana dan hendak ke mana,” tulis Dahlan Iskan yang sering berhari raya atau berlebatan di tanah suci bersama keluarganya karena umroh saat akhir bulan Ramadan.

(Dahlan Iskan bersama istrinya, Nafsiyah Dahlan saat umroh. foto: ist).

Ia mengaku sempat menelusuri sejarah Tarikat Satariyah. “Saya sempat bersama Gus Amik keliling Jawa Barat. Ke Pamijahan. Ke Panjalu. Ke Buntet. Ke Benda. Mendalami asal-usul aliran tarekat yang sangat dekat dengan kebatinan Jawa ini,” tuturnya.

Gus Amik - nama lengkapnya Ir. KH. Miratul Mukminin - adalah pengasuh Sabilil Muttaqien yang wafat beberapa hari lalu karena terserang Covid-19. Gus Amik merupakan keluarga dekat Dahlan Iskan yang pernah menjadi Bupati Magetan.

Dahlan Iskan juga mengaku bertemu seorang doktor yang disertasinya tentang Satariyah. “Saya pun tahu: Islam mulai mengalami benturan spiritual setelah melebar ke wilayah non-Arab,” tulis Dahlan yang lulusan Madrasah Aliyah kemudian melanjutkan ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN) tapi tidak tamat.

“Misalnya ketika Islam melebar ke Parsi –yang merasa peradabannya lebih tinggi dari Arab,” tulisnya.

Lebih utama lagi ketika Islam melebar sampai ke India –yang di zaman itu jauh lebih kaya dari negara-negara Arab –yang belum menemukan minyak bumi. India juga merasa mempunyai peradaban lebih tinggi dari Arab.

Maka jamaah haji dari India (waktu itu Pakistan masih di dalam India) begitu ''menguasai'' Makkah. Dan Madinah. Dengan filsafat pemikiran yang berbeda dengan yang di Arab. Juga dengan harga diri yang tidak kalah tinggi.

“Maka terjadilah benturan pemikiran filsafat keagamaan. Antara Arab dan non-Arab. Satariyah adalah salah satu hasil dari benturan-benturan pemikiran itu,” tulis Dahlan Iskan.

Meski demikian, Dahlan Iskan tak mau menjadi kiai dan menjadi pengasuh pesantren yang diwarisi dari leluhurnya itu. Padahal Dahlan Iskan inilah yang diharap beberapa pihak untuk jadi kiai dan menjadi pengasuh PSM setelah Gus Amik wafat. “Ayah saya berpesan: saya harus mengabdi dan menghormati guru, sampai pun ke anak cucunya. Kalau saya jadi kiai di situ, berarti saya tidak memegang pesan orang tua”.

Karena itu Dahlan Iskan justru memilih putra Gus Amik untuk memimpin PSM. “Gus Amik punya dua anak laki-laki. Yang pertama berkarir di perusahaan besar. Yang kedua baru lulus fakultas hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta. Kebetulan yang kedua itu pendidikan agamanya Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah.

Maka saya ajukan ia menjadi pengganti ayahnya. Saya juga minta agar ia melanjutkan S-2 di India. Agar meraih gelar master di salah satu universitas Islam tertua di dunia: Aligarh University. Tidak jauh dari Taj Mahal, Agra. Kebetulan saya punya teman aktivis muslim di Agra,” tulis Dahlan Iskan.

"Kenapa tidak di Timur Tengah?" tanyanya.

"Sudah terlalu banyak yang lulusan Timur Tengah," jawab saya, tulis Dahlan .

“Yang tidak saya katakan padanya adalah: agar kiai baru ini pernah merasakan hidup sebagai minoritas. Bahkan minoritas yang lagi tertekan seperti di India saat ini. Yang juga tidak saya katakan adalah: agar ia mendalami benturan-benturan pemikiran di sana,” tulis Dahlan lagi.

Semua peserta rapat pun setuju. Bahkan ada yang usul rapat hari itu langsung memutuskannya. Tapi karena pengangkatan itu perlu legalitas lebih luas, disepakati perlu forum yang lebih resmi: 30 Januari depan.

Tulisan panjang Dahlan Iskan itu sejatinya menceritakan bagaimana ia terjangkit Covid-19 yang menyebabkan isolasi di Rumah Sakit di Surabaya. Ia menceritakan secara detail tentang proses rapat yang menurut dia sudah mematuhi protokol kesehatan. 

Selain itu ia juga bercerita tentang bagaimana proses pemulihan kesehatannya di rumah sakit. Untuk lebih lengkapnya silakan baca di Disway atau HARIAN BANGSA edisi Rabu (13/1/2021) hari ini. 

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video