Tanya-Jawab Islam: Ambil Untung dari Menjualkan Barang | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tanya-Jawab Islam: Ambil Untung dari Menjualkan Barang

Editor: Redaksi
Selasa, 10 Maret 2020 11:58 WIB

Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said.

>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said, MA. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<


Pertanyaan:

Assalamualaikum wr wb. Afwan, saya seorang peternak unggas, biasa membeli bibit dengan harga 11.000/ ekor. Seiring berjalan waktu, saya membuat indukan sendiri dan menetaskan telur dengan mesin, memelihara yg Insya Allah kwalitas sama, krn indukan saya beli dari peternak besar yg biasa saya membeli bibitnya. Saya menjualnya juga dng harga sama 11.000 (sama jika saya membeli). Ketika indukan saya sudah afkir dan belum punya bibit, ada orang memesan bibit, jika saya memesankan bibit ke peternak langganan saya dan saya diberi harga kurang dari 11.000, bolehkan saya bilang pada yg memesan bahwa harga 11.000 dari saya seperti biasa saya menjualnya? Saya selalu bilang harga 11.000 plus pendampingan gratis sampai waktu tak ada batasan.

Jawaban:

Dalam hukum fiqih, akad (transaksi) tukar menukar barang dengan harga tertentu dinamakan jual beli. Penjual membeli (kulakan) di tempat lain dengan harga a, kemudian ia jual lagi kepada orang lain dengan harga a+1, dilebihkan sedikit untuk mengambil keuntungan. Akad seperti ini jelas boleh, karena masuk dalam kategori jual beli.

Tapi jika menjualkan milik orang lain, bukan membeli lalu menjual lagi (akad jual-beli), itu dinamakan akad wakalah, yaitu mewakili dan mewakilkan atau disebut dengan pemberi kuasa dan diberikan kuasa untuk melakukan jual beli. Dalam hal ini peternak lain atau langganan Anda memberikan kuasa kepada Anda untuk mewakili dirinya dalam melakukan jual beli untuk menjualkan bibit itu dengan harga yang sudah ditentukan. Maka Anda harus menyampaikan informasi sekecil apapun kepada orang tadi dari hasil transaksi itu dan tidak boleh menyembunyikannya, apalagi mengambil keuntungan darinya, misalkan menaikkan harga barang atau menurunkannya. Anda murni wakil dari orang itu, bukan Anda membeli kemudian menjual lagi ke orang lain yang memesan kepada Anda.

Maka jika akad itu jual-beli, yaitu Anda membeli lalu menjualnya lagi, maka boleh melebihkan harganya untuk mendapatkan keuntungan. Itu boleh dan halal hukumnya.

Tapi jika Anda menjualkan seperti pada akad kedua, maka Anda tidak diperkenankan sama sekali mengambil keuntungan dari harga yang telah ditentukan oleh orang yang menjadi langganan Anda itu. Sebab Anda menjualkan barang orang lain.

Maka, agar halal murni, sebaiknya beli barangnya dulu, bayar dulu dan terima dulu barangnya di tangan. Setelah barang itu menjadi milik Anda, Anda boleh menjual barang (bibit) itu berapa pun sesuai kesepakatan Anda dengan pembeli bibit Anda itu.

Jika barang itu belum secara penuh menjadi milik Anda, maka Anda tidak boleh mengambil keuntungan dari barang itu. Rasul melarang bentuk akad ini. Sahabat Hakim bin Hizam ra yang datang kepada rasul dan bertanya tentang itu:

قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِى الرَّجُلُ فَيُرِيدُ مِنِّى الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِى أَفَأَبْتَاعُهُ لَهُ مِنَ السُّوقِ فَقَالَ « لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ ».

“Wahai Rasulullah aku didatangi seorang laki-laki yang ingin membeli barang yang tidak kumiliki, apakah aku membelikannya dari pasar. Maka Rasulullah bersabda: “Janganlah Engkau menjual barang yang tidak Engkau miliki”.” (Hr. Abu Dawud:3505).

Pada akhirnya, dua transaksi di atas sama-sama akan membayarkan sejumlah uang ke pemilik bibit pertama. Namun, yang dipandang dalam hukum fiqih adalah niat yang benar dan cara yang benar. Semoga penjelasan ini bermanfaat. Wallahu a’lam.

 

 Tag:   Tanya-Jawab Islam

Berita Terkait

Bangsaonline Video