Sumamburat: Mendengar "Tangis Anak Krakatau" | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Sumamburat: Mendengar "Tangis Anak Krakatau"

Editor: Redaksi
Wartawan: --
Rabu, 26 Desember 2018 11:27 WIB

Suparto Wijoyo.

Selebihnya tentu ada yang lain dalam hening yang disimak oleh Gunung Anak Krakatau dan air laut Selat Sunda. Sayup-sayup anak-anak yang sedang mengaji dengan menebarkan suara kalam Tuhan menghunjam iman dari para hafidz dan hafidzah. Suara ayat-ayat Alquran itu ternyata memadukan cinta asap-api-lautan untuk menyatukan diri sambil bersimpuh di pantai yang disirami dengan suara bocah mengaji. Subhanallah. Keajaiban terjadi dengan keselamatan yang terpotret dari mereka yang tetap menebar senyum jiwa meski turut sedih merasakan sesama hamba ada yang menjemput kematian lebih dari yang dipikirkan.

Apa yang terekam dari tsunami di Selat Sundah adalah peristiwa perih. Publik pun tertegun menahan nafas panjang mencermati kumandang berita yang membanjiri ruang hidupnya. Semua itu menambah deret hitung terjadinya bencana sejak tahun 2002-2018 yang terus meningkat. Gempa, gunung meletus, banjir dan longsor mendominasi tragedi di lahan kritis berbagai daerah. Data dari BNPB dan KLHK memetakan bahwa Pulau Jawa terpotret dalam kondisi potensial kritis sampai dengan yang sangat kritis yang tersebar di: Banyuwangi, Jember, Lumajang, Malang, Blitar, Pasuruan, Kediri, Tuban, Bojonegoro, Pacitan, Nganjuk, Ngawi, Wonogiri, Klaten, Sragen, Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Demak, Kebumen, Cilacap, dan Brebes, DI Yogyakarta, Ciamis, Garut, Bandung, Sumedang, Indramayu, Subang, Cianjur, Sukabumi, Bogor, DKI Jakarta dan Banten. Pemetaan ini memberi peringatan bahwa Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten sangat rentan bencana.

Dalam lingkup ini jangan sampai ada gerutu menyesali diri tinggal di negeri ini. Ungkapan yang acapkali terlontar bahwa negara ini rawan banjir, gempa, longsor, gunung meletus, bahkan ada patahan aktif yang siap mengguncang Surabaya dengan kekuatan 6,5 SR, dan tsunami, tidaklah berarti “bencana itu kutukan”. Tulisan Lawrence Blair dan Lorne Blair (2010) yang mengintrodusir Indonesia ada dalam lingkaran api (Ring of Fire) bukanlah pernyataan yang terus didramatisir. Justru kita bersyukur, berarti Indonesia adalah tanah subur yang dikreasi penuh keseimbangan oleh Tuhan. Hanya rumpun geografis demikianlah yang menjanjikan kemakmuran, karena “bencana alam” itu sejatinya “lembah ilmu” agar manusia terpanggil menjaga alam. Buku Mark Heyward Crazy Little Heaven (2018) menguatkan sungging senyum syukur itu, karena pesona kepingan surga, tetaplah di Indonesia. 

*Dr H Suparto Wijoyo: Esais, Pengajar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum, Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga serta Ketua Pusat Kajian Mitra Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Sumber: Suparto WIjoyo*

 

sumber : Suparto WIjoyo*

Berita Terkait

Bangsaonline Video