Tanya-Jawab Islam: Tidak Boleh Sering-sering Shalawat dan Salat Tahajud? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tanya-Jawab Islam: Tidak Boleh Sering-sering Shalawat dan Salat Tahajud?

Editor: Nur Syaifudin
Wartawan: -
Sabtu, 27 Januari 2018 11:10 WIB

>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<

Pertanyaan:

Assalamualaikum, wr wb. Pak Yai saya mau bertanya. Apa benar bahwasannya salat hajat, sujud syukur, baca salawat nariyah dan salat tasbih itu tidak boleh dilakukan sering-sering. Apa benar itu? Mohon jawabannya, sebab yang menyampaikan itu juga orang yang dianggap kyai di tempatnya. Terima kasih. (H. Ruba’i, Biak Papua)

Jawab:

Memang apa yang disebutkan di atas itu -biasanya- dipandang oleh orang awam hanya dilakukan pada saat butuh saja, ketika tidak butuh ya sudah tidak dilakukan amalan-amalan sunnah di atas. Mereka masih menganggap bahwa kebutuhan hidup ini hanya sekadar memenuhi kebutuhan dunia saja, lupa akan kebutuhan akhirat. Andaikan mereka juga berpikir dalam akan kebutuhan akhirat (meninggal dengan husnul khotimah dan diampuni segala dosa-dosanya), maka mereka akan selalu berdoa dan beribadah.

Maka ibadah bukanlah hanya sekedar wasilah atau alat untuk mendapatkan hajat dan kebutuhan, tapi ibadah adalah tujuan yang sudah diperintahkan oleh Allah. Doa, baca istighfar dan shalawat itu tujuan (maqshad) dalam kehidupan sehari-hari. Seorang Kyai atau Ustadz pun tetap melakukannya setiap hari semampu-mampunya dan sebanyak-banyaknya, sebab belum tentu dapat memenuhi kebutuhan akhirat itu dan mendapatkan khusnul khotimah. Makanya semua dari kita selalu butuh akan ibadah-ibadah di atas, bukan pada waktu-waktu tertentu saja.

Contoh hidup kita dan panutan kita bersama (sepakat) adalah Rasul saw. Coba kita lihat beliau bagaimana cara beribadah pada malam harinya. al-Mughirah bin Syu’bah ra bahwa Rasul saw melakukan shalat hingga kedua telapak kaki beliau membengkak, lalu ada yang berkata kepada beliau, “Apakah engkau memaksakan diri untuk ini, padahal Allah swt telah memberikan ampunan bagimu atas dosa-mu yang telah lalu dan yang akan datang?” Beliau menjawab:

أَفَلاَ أَكُوْنُ عَبْدًا شَكُوْرًا

“Apakah tidak boleh jika aku termasuk hamba yang bersyukur.” (Bukhari:1130)

Dan diriwayatkan dari ‘Aisyah ra dia berkata, “Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat, beliau berdiri hingga kedua telapak kaki beliau merekah, lalu ‘Aisyah bertanya, ‘Kenapa engkau melakukan semua ini, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan ampunan bagimu atas dosa-dosa-mu yang telah lalu dan yang akan datang?’ Lalu beliau menjawab,

أَفَلاَ أَكُوْنُ عَبْدًا شَكُوْرًا

‘Apakah tidak boleh jika aku termasuk hamba yang bersyukur”. (Hr. Bukhari:4837, Muslim:2820)

Dua hadis di atas membuktikan bahwa Rasul dalam beribadah tidak hanya bertujuan untuk memenuhi hajat saja, tapi sudah pada tahap bersyukur atas segala nikmat-nikmat Allah. Apakah ada yang mampu menghitung nikmat Allah? Tentu tidak ada, maka memperbanyak beribadah sebagai ungkapan rasa syukur atas segala nikmat dunia dan ukhrowi itu sudah dilakukan oleh Rasul saw, panutan kita umat muslim.

Dalam hal membaca shalawat (baik itu shalawat nariyah atau shalawat lainnya) itu perintahnya langsung dating dari Allah swt. bahkan Allah bersama para malaikat memulai bershalawat dulu kepada Rasul saw baru menyeru umat manuasia untuk bershalawat.

Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat kepada nabi, wahai orang-orang yang beriman bershalawat dan ucapkan salam kepadanya”. (Qs:Al-Ahzab:56)

Pada redaksi ayat di atas Allah tidak membatasi jumlah shalawat dan salam, perintahnya umum. Artinya perintah shalawat ini tidak saja pada saat kita butuh tapi saat butuh atau tidak butuh tetap diperintahkan membaca shalawat.

Bahkan dalam sebuah laporan hadis Rasul memerintahkan memperbanyak membaca shalawat.

أَكْثِرُوا الصَّلاَةَ عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَيْلَةَ الْجُمُعَةِ، فَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا.

“Perbanyaklah kalian membaca shalawat kepadaku pada hari dan malam Jum’at, barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali niscaya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (Hr. Al-Baihaqi III/249)

Hadis ini menerangkan perintah memperbanyak di malam jum’at dan hari jum’at, apakah di hari-hari yang lain tidak diperintahkan? Ternyata Rasul memang memerintahkan memperbanyak shalawat di hari jum’at lebih banyak daripada hari-hari yang lain. Hal ini dibuktikan dengan hadis Ubai bin Ka’ab yang bertanya tentang seberapa banyak ia bershalawat.

فقال أبي بن كعب : فقلت يا رسول الله إني أكثر الصلاة عليك فما أجعل لك من صلاتي ؟ قال : ما شئت قلت : الربع ؟ قال : ما شئت وإن زدت فهو خير . قلت : النصف ؟ قال : ما شئت وإن زدت فهو خير لك . قلت : الثلثين ؟ قال : ما شئت وإن زدت فهو خير . قلت : أجعل لك صلاتي كلها قال : إذا يكفي همك ويغفر ذنبك

“Ubai bin Ka’ab bertanya kepada Rasul, Wahai Rasul saya memperbanyak membaca shalawat kepadamu, seberapa banyak saya harus bershalawat? Rasul menjawab: itu terserah Anda banyaknya. Saya jawab: Seperempat (waktuku untuk bershalawat). Rasul menjawab: Ya terserah Anda, jika Anda tambah itu lebih bagus. Saya menjawab: Separuh waktuku. Beliau menjawab: itu juga boleh, jika Anda tambah itu lebih baik. Saya menjawab: seluruh waktuku untuk salawat. Beliau menjawab: maka cukuplah kebutuhanmu dan Allah mengampuni dosamu. (Hr. Turmudzi:2457)

Para ulama sepakat memahami hadis ini bahwa jika seorang hamba hanya bershalawat saja kepada Rasul sepanjang harinya, maka cukuplah baginya segala hajatnya tanpa ia berdoa dan diampuni segala dosanya tanpa ia beristighfar. Sebab dengan shalat –sebagaimana janji Rasul- akan diangkat diberikan kebaikan 10 kebaikan, dan diangkat 10 derajat dan dihapuskan 10 kesalahan.

Demikian pula dengan salat tahajjud, rasul melakukannya setiap hari dan perintah di dalam Al-Quran juga untuk melakukannya setiap malam.

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا

“Dan pada sebagian malam, bertahajjudlah sebagai amalan ibadah sunnah bagimu, Allah pasti akan mengangkat derajatmu ke tempat yang terpuji”. (Qs. Al-Isra’:79)

Begitu juga salat tasbih, perintah awalnya itu dilakukan setiap malam, baru kalau tidak mampu seminggu sekali atau sebulan sekali dan seterusnya. Lihat hadis Ibnu Abbas itu

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهُ أَلَا أُعْطِيكَ أَلَا أَمْنَحُكَ أَلَا أَحْبُوكَ أَلَا أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ قَدِيمَهُ وَحَدِيثَهُ خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ صَغِيرَهُ وَكَبِيرَهُ سِرَّهُ وَعَلَانِيَتَهُ عَشْرَ خِصَالٍ أَنْ تُصَلِّيَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَسُورَةً فَإِذَا فَرَغْتَ مِنْ الْقِرَاءَةِ فِي أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنْ الرُّكُوعِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَهْوِي سَاجِدًا فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنْ السُّجُودِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُولُهَا عَشْرًا فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ إِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي عُمُرِكَ مَرَّةً

“Rasul saw bersabda kepada Abbas bin Abdul Muththalib, “Wahai Abbas, wahai pamanku, maukah engkau aku beri? Maukah engkau aku kasih? Maukah engkau aku beri hadiah? Maukah engkau aku ajari sepuluh sifat (pekerti)? Jika engkau melakukannya, Allah mengampuni dosamu; dosa yang awal dan yang akhir, dosa yang lama dan yang baru, dosa yang tidak disengaja dan yang disengaja, dosa yang kecil dan yang besar, dosa yang rahasia dan terang-terangan, sepuluh macam (dosa). Engkau shalat empat rakaat. Pada setiap rakaat engkau membaca al-Fatihah dan satu surat (al-Quran). Jika engkau telah selesai membaca (surat) pada awal rakaat, sementara engkau masih berdiri, engkau membaca, ‘Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaaha illa Allah, wallahu akbar sebanyak 15 kali. Kemudian ruku’, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari ruku’, lalu ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau turun sujud, ketika sujud engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari sujud, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau bersujud, lalu ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Maka itulah 75 (dzikir) pada setiap satu rakaatnya. Engkau lakukan itu dalam empat rakaat. Jika engkau mampu melakukan (shalat) itu setiap hari sekali, maka lakukanlah! Jika engkau tidak melakukannya, maka (lakukan) setiap bulan sekali! Jika tidak, maka (lakukan) setiap tahun sekali! Jika engkau tidak melakukannya, maka (lakukan) sekali dalam umurmu”. (Hr. Abu Dawud:1297)

Coba dilihat pada hadis bagian akhir, jika mampu lakukanlah setiap hari, kalau tidak mampu ya dilakukan sebulan sekali.

Maka dari itu, ya boleh-boleh saja melakukan amalan sunnah di atas seperti shalawat dan ibadah lainnya dilakukan pada saat butuh saja, ketika tidak butuh ya ditinggalkan. Hamba semacam ini pola berfikirnya hanya untuk kehidupan dunia, walaupun ibadah tapi tujuannya masih hanya dunia. Namun, jika seorang hamba ingin meningkat derajatnya di hadapan Allah, Malaikat dan Umat Manusia, maka ya tentu harus memperbanyak ibadah kepada Allah, di antaranya adalah dengan shalawat, tahajjud dan lainnya.

Catatan terakhir, yang penting beribadah itu jangan terlalu berlebihan juga agar tidak menjadikan bosan. Berlebihan maksudnya adalah di luar batas kemampuan. Ini pesan dari Rasul, banyak boleh tapi terlalu banyak di luar kemampuannya itu juga dilarang. Tapi jika banyaknya itu tidak membuatnya bosan malah tambah semangat, maka hal ini dianjurkan untuk dilakukan. Semoga manfaat. Amin.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video