 Reklamasi Illegal di Ujung Pangkah Gresik. foto: Syuhud/BangsaOnline.com
																							Reklamasi Illegal di Ujung Pangkah Gresik. foto: Syuhud/BangsaOnline.com
																					GRESIK (BangsaOnline) - Kasus jual beli pantai baik di Desa Ngimboh maupun Pangkah Wetan Kecamatan Ujungpangkah mulai mengusik ketenangan para tokoh masyarakat disana. Mereka tidak ingin adanya ulah oknum perangkat desa yang mengkavling-kavling pantai kemudian dijual kepada para pengusaha dengan cara melanggar UU (Undang-Undang) yang mengkibatkan citra desa maupun kecamatan mereka tercoreng.
Karena itu, para tokoh masyarakat disana akan lakukan pertemuan untuk membahas persoalan tersebut. Langkah ini perlu dilakukan, karena kasus tersebut sudah ada yang melaporkannya ke Mabes (markas besar) Polri dan Kejagung (kejaksaan agung).
"Jelas kami merasa terusik dengan adanya  jual beli pantai  dengan  menerjang larangan  UU. Untuk itu, kami akan menyelamatkan citra desa kami dan memerangi  para oknum yang lakukan kongkalikong dengan para pengusaha untuk  memetak-metak pantai di  Ujungpangkah," kata salah satu tokoh masyarakat  Ujungpangkah  yang belum bersedia  disebutkan  identitasnya, Minggu (22/3).
Ditegaskan  dia, munculnya  pemberitaan di mass media yang hampir setiap hari memuat soal jual beli pantai dengan cara ilegal yang dilakukan oleh sejumlah oknum perangkat  desa, baik di Desa Ngimboh maupun Pangkah Wetan sekarang menjadi perbincangan hangat. Bahkan, kalangan Komisi VII DPR RI yang membidangi masalah  tersebut sekarang  menjadikan  persoalan  jual beli pantai di Ujungpangkah menjadi persoalan serius.
Sebab, tidak meutup kemungkinan  kejadian serupa juga terjadi di daerah lain. Kalau hal itu dibiarkan  terus terjadi, maka wilayah pantai akan habis dijual belikan secara liar. "Kami sangat  mendukung langkah  Komisi VII DPR RI yang menyikapi serius persoalan jual beli  pantai  tersebut," jelasnya.
Untuk itu, para masyarakat, khususnya  tokoh masyarakat di Ujungpangkah  meminta agar Komisi VII  DPR RI  turun untuk melakukan  sidak ke  Ujungpangkah  untuk melihat kondisi langsung  perairan  pantai di Ujungpangkah yang sudah semakin  rusak, karena direklamasi secara liar.
"Pelanggaran  undang-undang  yang dilakukan  oleh okum perangkat desa baik di Pangkah Wetan  maupun Ngimboh  harus dihentikan, apapun  caranya," katanya.
Ditambahkan tokoh masyarakat yang juga mantan Kades (kepala desa) tersebut, transaksi  jual beli pantai di Pangkah Wetan  dan Ngimboh sangat ngawur. Sebab, kebanyakan pantai yang dijual  itu tidak begitu lama dikelola  baik secara perorangan maupun  korporasi (bersama-sana). Dimana, kebanyakan lahan pantai yang  dijual itu mekanismenya warga mengajukan data subyektif kepada kepala desa. Kemudian, kepala desa membuatkan segel. Setelah itu lahan pantai tersebut dijual.
"Kan berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1960, tentang pokok-pokok  agraria  sudah jelas, bahwa seseorang itu bisa mengajukan  permintaan  kepemilikan lahan yang sudak ditempati atau dikelola selama 20 tahun. Tapi, yang terjadi  di Ujungpangkah  tidak seperti  itu. Pantai setelah dibuatkan bendel oleh kepala desa lalu dijual. Kemudian hasilnya dibagi. Itu jelas masuk pidana," terangnya.
Berdasarkan  UU  Undang-Undang Landreform, bahwa warga boleh memimiliki lahan negara  maksimal hanya 6 hektar dan yang boleh memiliki lebih dari 6 hektar  adalah PT (perseroan  terbatas). Namun, sifatnya hanya Hak Guna Bangunan (HGB), dan setelah itu kalau sudah tidak dipakai, PT  wajib  mengembalikan ke negara.
"Tapi di Ujungpangkah tidak seperti itu, sekarang pemiliknya malah orang dari luar daerah. Itu namanya kalau dalam undang-undang disebut absentee (batas kepemilikan tanah negara). Tidak boleh itu," pungkasnya.
Sementara Camat Ujung Pangkah Choirul Anam, mengatakan pihaknya tengah menyikapi serius persoalan jual beli pantai di Ujungpangkah  yang  dilakukan secara ilegal. "Kami tengah mengumpulkan data-datanya, termasuk siapa saja perangkat desa yang terlibat," katanya.
Pihaknya, tambah dia, juga tengah memintai keterangan  sejumlah tokoh masarakat soal jual beli pantai. Kalau  nantinya memang terbukti  ada oknum perangkat yang terlibat, maka perangkat tersebut jelas akan mendapatkan sanksi berat.
"Semua yang terlibat harus memertanggungjawabkan perbuatannya," pungkasnya.
 
                             
                                         
             
            
 
														 
														 
														 
														 
														 
														 
														 
														 
														










 
												