Yang Mimpin PBNU Rais Am apa Rais Awam, KH Hasyim Muzadi: NU Bukan Mobil Taksi

Yang Mimpin PBNU Rais Am apa Rais Awam, KH Hasyim Muzadi: NU Bukan Mobil Taksi Acara PW IKA PMII Jawa Timur bertema Ikhtiar Menata Jawa Timur Lebih Sejahtera di Rumah Makan Aqis di Jalan A Yani Surabaya, Senin (24/11). foto: bangsaonline.com

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - KH A Hasyim Muzadi menegaskan bahwa pemikiran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kini sudah tak utuh. Rais Am Syuriah PBNU sebagai pemimpin yang punya otoritas paling tinggi ternyata tak dihormati bahkan dilawan oleh jajaran Tanfidziah PBNU.

Ia mencontohkan kasus penyikapan terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dianggap melakukan penistaan terhadap surat al-Maidah 51 dan ulama. Dalam hal ini KH Ma’ruf Amin sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menjabat Rais Am Syuriah PBNU menghukumi Ahok telah menistakan agama Islam tapi dilawan secara terbuka oleh Nusron Wahid sebagai ketua PBNU.

“Masak kiai dilawan dengan melotot-melotot,” kata Kiai Hasyim Muzadi dalam acara PW IKA Jawa Timur bertema Ikhtiar Menata Jawa Timur Lebih Sejahtera di Rumah Makan Aqis Surabaya, Senin (24/11/2016). Para peserta yang terdiri dari alumni dan aktivis langsung tertawa.

Menurut dia, pengurus NU tidak cukup hanya pinter dari segi pemikiran tapi juga harus punya etika. Karena itu ia mengaku heran terhadap kasus Nusron. Apalagi dari segi keilmuan KH Ma’ruf Amin jelas lebih alim ketimbang Nusron Wahid. ”Yang mimpin NU itu Rais Am apa Rais Awam,” kata mantan Ketua Umum PBNU dua periode itu. Lagi-lagi peserta tertawa.

Kiai Hasyim Muzadi menekankan bahwa ulama harus jadi pathokan umat terutama warga NU. ”Sekarang pathokan itu malah diseret-seret wedhus (kambing),” katanya disambut tepuk tangan peserta. ”Sekarang ini kiai malah dipidatone politisi. Seharusnya kiai yang menjadi pegangan para pengurus partai politik,” tambahnya.

Menurut dia, kasus-kasus ini terjadi akibat pengurus NU meninggalkan khitah 26. Kini para politisi mengendalikan mindset NU. ”Ini bahaya, karena NU kehilangan marwah atau muruah dan tidak dihargai baik oleh warga NU maupun oleh organisasi-organisasi di luar NU,” tegasnya. Begitu juga di tingkat nasional maupun internasional. NU tidak punya pengaruh signifikan.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu mengingatkan pidato KH Ahmad Siddiq saat menutup Muktamar NU ke-27 di Situbondo Jawa Timur pada 1984. Saat itu, menurut Kiai Hasyim Muzadi, Kiai Ahmad Siddiq menyatakan bahwa NU itu ibarat kereta api, bukan mobil taksi. ”Relnya jelas, stasiunnya jelas. Di mana akan berhenti juga jelas,” katanya. Sehingga tak bisa berhenti sembarangan.

Beda dengan mobil taksi. ”Kalau mobil taksi tergantung yang menyewa,” katanya. Sehingga bisa berhenti sembarangan. Ketika didatangi calon gubernur non muslim muncul pernyataan bahwa pemimpin non muslim yang adil lebih baik ketimbang muslim tapi tidak adil. Tapi ketika datang calon lain pernyataannya berubah lagi. Akibatnya NU tak punya muruah dan tak dihargai umat Islam, termasuk tak dihargai warga NU sendiri.

Lihat juga video 'Mobil Dihadang Petugas, Caketum PBNU Kiai As'ad Ali dan Kiai Asep Jalan Kaki ke Pembukaan Muktamar':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO