Duit untuk LP Dikurangi untuk Kampanye Pilpres, Ini Transkrip Lengkap Kontras Testimoni Freddy

Duit untuk LP Dikurangi untuk Kampanye Pilpres, Ini Transkrip Lengkap Kontras Testimoni Freddy Freddy Budiman dengan rambut merah sebelum akhirnya masuk Islam. foto: tempo.co

JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Heboh tulisan berjudul ”Cerita Busuk dari Seorang Bandit” yang diekspos oleh Koordinator KontraS, Haris Azhar terus menuai pro-kontra. Tulisan berisi pengakuan Freddy Budiman, gembong narkoba yang telah di bahwa uang miliaran rupiah telah disetor kepada oknum penegak hukum.

Namun Irjen (Purn) Benny Mamoto, mantan Deputi Bidang Pemberantasan Badan Nasional Narkotika () menilai, ada beberapa kejanggalan di balik cerita ter, Freddy Budiman.

Menurut dia, tulisan berjudul Cerita Busuk dari Seorang Bandit yang diekspos oleh Koordinator KontraS, Haris Azhar itu, harus diuji kebenarannya.

Pertama, Benny memandang, mengapa tulisan Haris tersebut baru diekspos setelah sumber utamanya, Freddy Budiman di. Haris menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat, sedangkan polisi tidak bisa mencari tahu kebenarannya lantaran Freddy sudah dieskusi mati.

"Kenapa tidak sebelumnya diekspos. Dia (Haris) katanya tahu itu 2014, sementara sudah lama Freddy isunya di‎. Freddy itu sudah tidak bisa dikonfirmasi. Kalau Freddy masih hidup mungkin bisa diselidiki," kata Benny.

Kedua, dalam tulisan Haris, dia mengaku, tidak bisa mencari pengacara Freddy dan tidak menemukan isi pledoi pengadilan. Menurut Benny, Haris seakan memudahkan hal yang tidak mungkin disembunyikan dalam pengadilan.

"Coba pelajari tulisannya di alinea-alinea terakhir. Itu tulisannya dia coba cari pledoi tidak dapat, coba cari lawyer tidak dapat. Nah sementara kalau di dalam PK (peninjauan kembali) ada lawyernya. Kalau benar si Freddy sudah mengucapkan pasti ada di dalam plaidoi. Masak sekelas KontraS, tidak bisa mencari pengacara. Kemudian kalau sudah dibacakan di dalam sidang itu pasti sudah geger media mem-blow up informasinya," beber Haris.

Ketiga, kata dia, saat hendak dikonfirmasi kepada Haris terkait kebenaran tulisan tersebut, pihak Mabes Polri tidak menemukan jawaban yang tepat. Kapolri Jenderal Tito Karnavian sendiri mengutus Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli untuk menyelami kebenaran tulisan Haris.

"Saya juga mengapresiasi Kapolri karena cepat tanggap dengan mengutus Pak Boy. Tapi jawabannya "Saya kan hanya menyampaikan pesan bahwa ada keterlibatan aparat". Jadi kami harus bagaimana kalau sudah begini. Kami harus tanya mayat," ujar Benny.

Namun Koordinator Kontras, Haris Azhar menegaskan tulisannya mengenai pengakuan terakhir Freddy Budiman adalah benar adanya.

Harris juga siap mempertanggung jawabkan apa yang ia tulis. “Tulisan tersebut saya bikin, saya susun baru pada hari Senin yang lalu. Saya dapati (pertemuan dengan Freddy Budiman) pada tahun 2014 di tengah masa kampanye pilpres, saya berkesempetan diundang salah satu pelayanan rohani suster Royani,” kata Haris, Jumat (29/7).

Dia bercerita, setelah bertemu dengan pimpinan LP di Nusakambangan bernama Sitinjak, lalu ia bertanya soal tantangan memimpin Lapas Nusakambangan. Kemudian, datanglah pejabat yang Haris tidak tahu apa jabatannya, kemudian menanyakan kepada Sitinjak perihal dua kamera pengawas di sel Freddy Budiman dan John Kei.

“Ada juga cerita bagaimana misalnya duit untuk LP harus dikurangi dalam jumlah yang signifikan sampai puluhan juta karena digunakan untuk kampanye pilpres 2014,” kata Haris.

Dalam pertemuannya dengan Freddy Budiman, Haris mendapatkan informasi Freddy membeberkan bagaimana praktek peredaran narkoba dia selama ini. Fredi, kata Haris, bahkan menyebut ada orang , Polri dan juga petingg TNI yang mobilnya digunakan untuk membawa narkoba.

“Petinggi TNI itu bersama dia (Freddy) mengangkut narkoba,” demikian Harris.

Berikut tulisan kesaksian yang diunggah oleh Kontras:

Cerita yang disusun ini adalah fakta peristiwa.

Bertujuan untuk membuktikan bahwa pelaksanaan hukuman mati yang didukung dengan keterlibatan instansi-instansi negara dalam bisnis obat-obat terlarang adalah sesuatu yang benar, namun tidak pernah terusut.

Negara bersalah apabila kepada 14 orang malam ini dan selanjutnya tetap dilakukan, tanpa ada sistem koreksi total di dalam tubuh badan-badan keamanan di Indonesia.

Silakan sebarkan!!

***

'Cerita Busuk dari seorang Bandit'

Kesaksian bertemu Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan (2014)

Di tengah proses persiapan eksekusi hukuman mati yang ketiga di bawah pemerintahan Joko Widodo, saya menyakini bahwa pelaksanaan ini hanya untuk ugal-ugalan popularitas.

Bukan karena upaya keadilan.

Hukum yang seharusnya bisa bekerja secara komprehensif menyeluruh dalam menanggulangi kejahatan ternyata hanya mimpi.

Kasus Penyeludupan yang dilakukan Freddy Budiman, sangat menarik disimak, dari sisi kelemahan hukum, sebagaimana yang saya sampaikan dibawah ini.

Di tengah-tengah masa kampanye Pilpres 2014 dan kesibukan saya berpartisipasi memberikan pendidikan HAM di masyarakat di masa kampanye pilpres tersebut, saya memperoleh undangan dari sebuah organisasi gereja.

Lembaga ini aktif melakukan pendampingan rohani di Lapas Nusa Kambangan (NK).

Melalui undangan gereja ini, saya jadi berkesempatan bertemu dengan sejumlah narapidana dari kasus teroris, korban kasus rekayasa yang dipidana hukuman mati.

Antara lain saya bertemu dengan John Refra alias John Kei, juga Freddy Budiman, terpidana mati kasus .

Sumber: tempo.co/tribunews dan berbagai sumber

Lihat juga video 'Kejari Gunungkidul Musnahkan Belasan Barang Bukti Tindak Pidana':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO