Tafsir Al-Nahl 82-83: Kafir, Kaya Karena Warisan

Tafsir Al-Nahl 82-83: Kafir, Kaya Karena Warisan ilustrasi

Apa saja yang dikehendaki Tuhan, baik disukai oleh manusia atau dibenci, maka terjadilah secara pasti. Di balik kebrengsekan pihak travel, Tuhan berpran di sana. Bukan berarti Tuhan merestui peristiwa itu terjadi, tapi sekedar melayani kemauan hamba-Nya meskipun Tuhan sendiri tidak menyukai. Memang begitu tugas Tuhan dengan sifat kasih-Nya yang tak terbatas. Acap kali kawanan perampok sukses menggasak miliaran rupiah dengan aman. Itu adalah layanan Tuhan. Persoalan risiko adalah urusan pelaku sendiri.

Seorang sahabat menyesali karena tidak melakukan tindakan yang tepat sehingga berakibat sebuah kegagalan. Lalu mengatakan, "Andai saya tadi tidak melakukan itu...". Nabi mendengar dan menegur : "Jangan berkata demikian. Katakanlah: "Apa yang dikehendaki Allah, pastilah terjadi" (wa ma sya' fa'al). Untuk itu, betapa banyak di antara kita yang menyesali lepasnya sesuatu hanya karena kurang sedikit piranti saja. Terlambat dua menit hingga ketinggalan dan kesempatan lepas.

Tidak boleh menyesali diri, misalnya: "Kenapa saya tadi tidak langsung ke sini. Kenapa saya tadi begini, begitu..". Kata andai dan andai demikian ini sama halnya dengan menafikan peran Tuhan. Seharusnya segera menuju ke kesadaran teologis. "Ya sudahlah, kita sudah berusaha, tapi ternyata Tuhan berkehendak lain". Meski demikian bukan berarti Tuhan harus dipersalahkan, melainkan manusianya yang harus mengkoreksi dan memperbaiki diri.

Keempat, pengakuan dan pengingkaran nikmat tersebut terjadi saat suka dan duka. Saat suka, mengakui segala kenikmatan adalah pemberian Allah. Tapi saat duka, mereka tidak tahan dan menggerutu, seolah tidak pernah mendapatkan kenikmatan sama sekali. Orang yang diganjar jatuh sakit setahun misalnya, biasanya mengungkapkan keadaannya pada orang lain. Kira-kira tujuannya untuk mendapat simpati atau dikasihani. "Saya sakit ini sudah lama, sudah sekian tahun, sudah ikhtiar ke mana-mana dst".

Meski tidak terang-terangan, tapi arah kata-kata tersebut bisa dibaca sebagai kalimat yang beraroma kekecewaan. Tuhan maha mengetahui maksud yang tersembunyi di balik kata-kata tersebut. Kayaknya tidak ada orang sakit macam itu berkata demikian: "Ah, ini tidak seberapa, masih banyak waktu sehatnya dari pada sakitnya". Hanya orang yang tertata imannya saja yang bisa mengatakan demikian.

Kelima, dibalik. Dalam keadaan normal dan serba enak, dia lupa terhadap peran Tuhan. Tapi dalam keadaan terjepit dan buruk, Tuhan didekati dan dirayu-rayu. Ini banyak dilakukan mansuia. Dalam keadaan sehat, banyak uang, masih muda selalu menunda-nunda ibadah. "Ah.. gampang nanti saja". Begitu terpuruk dalam kesulitan, Tuhan dicari dan diakui.

Saat anda jatuh sakit, doa apa yang anda panjatkan kepada Tuhan? Jawabnya pasti, "Semoga diberi kesembuhan". Itu betul dan Nabi Muhammad SAW mengajarkan demikian. Ya Tuhan, Engkau maha menyembuhkan, tidak ada yang bisa menyembuhkan selain Engkau. Mohon sembuhkanlah aku dari penyakit yang aku derita ini dengan kesembuhan total yang tidak menyisakan sakit sedikitpun. "syifa'a la yughadir saqama".

Nabi itu benar karena melayani publik, maka doanya yang wajar-wajar saja, mudah dan linier. Anda mau kami beri doa yang lebih hebat dari itu? Ketika sedang sakit, tetaplah berusaha untuk sembuh. Tapi berdoalah begini: "Ya Tuhan beri aku manfaat, kebaikan dari sakitku ini".

Keenam, maksud pengingkaran terhadap nikmat Allah tersebut adalah, pengakuan adanya nikmat yang diterima dari Allah SWT, tapi hanya ada di lisan atau ucapan saja. Seperti "alhamdu lillah" yang diucapkan berulang-ulang. Tapi dalam tindakan nyata dan amal kesharian mengingkari. Kenikmatan berupa uang banyak hanya disyukuri dalam lisan saja, tidak disedekahkan, tidak diberikan kepada amal sosial sehinga kekikiran tetap melekat. Inilah kekufuran nikmat yang nyata.

Betapa banyak orang islam kaya negeri ini yang terjerat pada kekufuran nikmat ini. Kebanyakan mereka adalah orang kikir dan tega menelantarkan orang miskin. Menurut hitungan Baznas (Badan Amil Zakat Nasional), andai seluruh muslim wajib zakat itu menunaikan kewajibannya, maka akan terkumpul sekitar 24 triliun rupiah per tahun. Nyatanya hanya separonya saja yang terkumpul. Jadi, masih banyak umat islam negeri ini yang lisannya menyatakan beriman kepada Allah, tapi amaliahnya kafir terhadap kenikmatan yang diberikan Allah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO