LAMONGAN, BANGSAONLINE.com – Para tokoh agama -terutama Islam- di Desa Balun Kecamatan Turi Lamongan Jawa Timur benar-benar menjadi contoh kongkrit tentang praktik toleransi antarumat beragama. Praktik toleransi ini bisa disaksikan secara nyata dalam kasus Hari Nyepi Umat Hindu yang bertepatan dengan Gerhana Matahari Total (GMT). Pengeras suara adzan dan khotbah salat GMT ditiadakan untuk menghormai Hari Nyepi Umat Hindu.
"Selama nyepi ini, tidak ada pengeras suara selama 24 jam, jadi mulai Subuh tadi sampai besok (Kamis/10/3/), sesuai dengan perayaan Nyepi," terang Suwito, Ketua Ta'mir Masjid Miftahul Huda, Rabu (9/3/2016). Masjid Miftahul Huda ini terletak di Desa Balun Lamongan Jawa Timur.
BACA JUGA:
- Pulang Merantau, Pria di Surabaya Ditemukan Tewas Gantung Diri
- Hadiri Festival Kupatan di Tanjung Kodok, Bupati Lamongan: Upaya Lestarikan Tradisi Leluhur
- Pasangan Suami Istri di Lamongan Meninggal Dunia Usai Ditabrak Mobil
- Toleransi Hari Raya Nyepi, Warga Blitar Tak Gunakan Pengeras Suara saat Salat Tarawih
Menurut Suwito, sikap ini merupakan tindaklanjut kesepakatan bersama untuk menjunjung toleransi di desa yang juga di kenal sebagai Desa Pancasila ini. Karena di Desa Balun, selain agama Islam, juga ada warga yang beragama Hindu dan Kristen. "Kami sebagai pengurus takmir sudah sepakat dan memahami perayaan dari teman-teman umat Hindu," jelas Suwito.
Menurut dia, umat Islam melaksanakan salat gerhana matahari yang juga bertepatan dengan umat Hindu melaksanakan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1938, 9 Maret 2016. Maka loudspeaker Masjid Miftahul Huda tidak dibunyikan oleh takmir masjid. "Kita tetap melaksanakan salat Gerhana Matahari," kata Suwito.
"Saat adzan ataupun Khotib berkhotbah tidak ada suara yang terdengar dari speaker atau towa Masjid Miftahul Huda," kata Suwito.
Pantauan bangsaonline.com, pada Rabu (9/3) ini sedikitnya 250 orang umat Hindu di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan Jawa Timur merayakan Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Caka 1938.