Abraham Samad, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain Bambang Widjojanto (tengah) yang hendak meninggalkan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (3/3).
JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo resmi mengumumkan deponering alias pengesampingan perkara demi kepentingan umum atas perkara mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
"Saya menggunakan hak prerogatif saya sebagai Jaksa Agung diiringi sejumlah pertimbangan untuk mengesampingkan perkara ini," ujar Prasetyo di gedung Kejaksaan Agung, Blok M, Jakarta Selatan pada Kamis (3/3).
Prasetyo mengatakan keputusan itu diambil setelah menganalisa baik dan buruk perkara yang membelit Samad dan Bambang.
"Saya juga meminta pertimbangan tiga pemegang kekuasaan tinggi, seperti Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua DPR RI, dan Kepala Polri," kata dia.
Menurut Prasetyo, Kapolri dan Ketua MK memiliki respon yang sama, yaitu menyerahkan sepenuhnya keputusan apakah Kejagung akan melanjutkan perkara ke sidang, atau mengesampingkan perkara pada Prasetyo selaku Jaksa Agung.
"Sedangkan Ketua DPR sempat punya pendapat berbeda, namun akhirnya juga menyerahkan kepada saya sebagai Jaksa Agung, yang memiliki hak prerogatif," ujar Prasetyo.
Pertimbangan deponering tersebut, kata Prasetyo, adalah untuk kepentingan umum. Samad dan Bambang, kata Prasetyo, adalah pegiat antikorupsi yang berjuang untuk kepentingan publik selama menjabat maupun saat sudah tak berada di KPK.
"Kami tak menginginkan kegiatan antikorupsi jadi melemah. Perkara ini dikhawatirkan mengarah pada hal tersebut," kata dia.
Samad, dalam perkara tersebut, berstatus tersangka dalam dugaan pemalsuan dokumen. Sedangkan Bambang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan mengarahkan kesaksian palsu dalam sidang sengketa pemilihan kepala daerah Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010.
Menurutnya, penanganan dan penyelesaian perkara yang dituduhkan keduanya bukan tindak pidana korupsi melainkan tindak pidana umum. Keduanya dikenal luas sebagai pimpinan KPK yang telah berjasa dalam memberantas kasus korupsi di Indonesia.
"Selama penugasannya yang bersangkutan telah demikian banyak berhasil mengungkap kasus korupsi dan dikenal sebagai aktivis penggiat anti korupsi," tutur Prasetyo.
Tak hanya itu, pertimbangan lainnya adalah karena AS dan BW telah mendapatkan apresiasi, dukungan dan kepercayaan dari masyarakat luas selama menjadi ketua dan wakil ketua KPK. Mereka juga punya jaringan di masyarakat dan memegang komitmen kuat dalam memberantas kasus korupsi di Indonesia
"Jaksa Agung berpandangan bahwa pemberantasan korupsi adalah kepentingan umum. Akibat yang ditimbulkan oleh korupsi seperti hilangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, kepercayaan pihak luar untuk berinvestasi negara asing," papar dia.
Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik keputusan Jaksa Agung mengesampingkan kasus yang membelit dua mantan pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menilai langkah yang dilakukan Jaksa Agung M. Prasetyo itu telah memenuhi harapan masyarakat.
"KPK menyambut baik apa yang dilakukan Jaksa Agung, di samping itu memenuhi harapan masyarakat. Kami, sangat berterima kasih atas mendeponering kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto," ungkap Laode melalui pesan singkat kepada wartawan, Kamis (3/3).
Di sisi lain, deponering yang dilakukan Jaksa Agung dikritisi sejumlah politisi di DPR. Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta agar Jaksa Agung HM Prasetyo tidak hanya mengumbar jargon normatif soal alasan pemberian deponering pada mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto dan Abraham Samad. Dia meyakini Prasetyo tak profesional dan telah mengorbankan institusinya.
"Apa kepentingan umum dan kepentingan hukumnya, saya tidak dengar dari Kejagung. Harus jadi kebiasaan penegakan hukum kita menjelaskan unsur kepentingan umum dan kepentingan hukum. Apakah karena di situ juga deponering pada merujuk pada imunitas yang ada dari UU advokat, kepentingan umum apa? Kalau dijelaskan baru kita nilai, kewenangan yang diberikan UU apakah sudah tepat atau belum," ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/3).
Selain itu menurut Arsul tak masuk akal pemberian deponering agar pengusutan kasus korupsi tak terhambat, menurutnya hanya jargon belaka.
"Maka pertanyaannya itu baik Pak BW dan Pak AS kan sudah tidak lagi pimpinan dari KPK, di mana gangguan kerja pemberantasan korupsi? Kan dua-duanya masa jabatannya sudah lewat per Oktober kemarin," tuturnya.
Arsul justru menyarankan, jika AS dan BW menyatakan bahwa dirinya tidak bersalah dan menjadi korban kriminalisasi, maka proses hukum harus dilanjutkan. Sebab hanya dengan begitu bisa terungkap seperti apa bentuk kriminalisasi yang menimpa keduanya.
"Demi sebuah proses hukum yang sehat proses hukum diteruskan. Kalau di persidangan ternyata bukti-bukti tidak kuat, maka jaksa harus gentle untuk menuntut bebas. Instansi Kejaksaan penanganan perkara tidak profesional, Jaksa Agung seperti mengorbankan pada institusinya sendiri," pungkasnya.
Politisi PPP kubu Romahurmuziy ini juga mendesak agar Kejagung menjelaskan, bagaimana bisa pemberian deponering berdampak untuk meredam kegaduhan publik. (mer/tic/kcm/lan)







