Dikeruk Habis-habisan untuk Tambang, Wajah Lereng Penanggungan Memprihatinkan

Dikeruk Habis-habisan untuk Tambang, Wajah Lereng Penanggungan Memprihatinkan MEMPRIHATINKAN: Kondisi lereng sisi utara Gunung Penanggungan. foto: detik

MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Wajah lereng di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto kian memprihatinkan. Sedikitnya, 707 hektar lahan di lereng Penanggungan dikeruk habis-habisan untuk pertambangan pasir dan batu (sirtu) sehingga tampak mengangah.

Ironisnya, pertambangan yang menyisakan kerusakan alam itu berjalan puluhan tahun dengan izin resmi dari pemerintah. Data yang dirilis Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Mojokerto, setidaknya empat perusahaan besar secara legal mengeruk sirtu di wilayah sisi utara (wilayah Kecamatan Ngoro) lereng .

CV Barokah dan Koperasi Amanatul Ummah di Desa Kunjorowesi saja menggarap lahan seluas 43,7 hektar. Kedua perusahaan ini mengantongi izin usaha pertambangan operasi produksi batu hingga 2019. Lebih mencengangkan lagi, lahan garapan PT Karya Citra Mitra Sejati dan Geo Lava yang meliputi beberapa desa di Kecamatan Ngoro. Kedua perusahaan besar itu mendapat izin resmi dari Pemprov Jatim dan Pemkab Mojokerto hingga tahun 2022 untuk menggarap lahan di lereng Penanggungan seluas 664 hektar.

Mudahnya izin usaha pertambangan operasi produksi batu yang dikeluarkan pemerintah mengakibatkan kerusakan alam yang luar biasa di lereng . Wajah ratusan hektar lahan berubah menjadi kawah raksasa yang gersang.

Seperti yang terlihat di Desa Kunjorowesi, kawah raksasa sedalam puluhan meter tercipta dari aktivitas pertambangan pasir dan batu. Mesin-mesin eskavator seakan tanpa henti mengeruk pasir dan batu dengan kedalaman tak terbatas. Truk-truk besar hilir mudik mengangkut sirtu keluar dari areal pertambangan.

Keempat perusahaan tambang sirtu itu hanya sebagian dari 31 perusahaan yang mengantongi izin pertambangan sirtu dari pemerintah. Secara keseluruhan, saat ini 900 hektar lahan di Kabupaten Mojokerto dikeruk untuk tambang sirtu.

Selain di Kecamatan Ngoro, aktivitas pertambangan legal itu tersebar di Kecamatan Gondang, Dlanggu, Jetis, dan Jatirejo. Angka itu belum termasuk lahan yang digarap secara ilegal atau tanpa izin. Selain terkesan memberi kemudahan izin pertambangan sirtu, Pemkab Mojokerto juga terkesan lemah dalam melakukan pengawasan terhadap pertambangan sirtu ilegal.

Akibatnya tak lain adalah kerusakan alam yang tiap tahun bertambah parah. Belum lagi adanya pelaku usaha yang memanfaatkan lahan bekas tambang untuk membuang limbah bahan beracun dan berbahaya (B3).

Menanggapi hal itu, Kepala Satpol PP Kabupaten Mojokerto, Suharsono berdalih, per tahun 2015 izin pertambangan sirtu menjadi wewenang Gubenur Jatim. Sehingga pihaknya kesulitan untuk mengecek perusahaan tambang berizin dan ilegal.

"Kalau dulu pedoman UU No 4 Tahun 2009 izin didelegasikan kepada bupati, pada No 23 Tahun 2015, kewenangan itu di tangan gubenur. Hanya rekomendasi dari pemda ke pemprov. Kita hanya pemantauan saja di lapangan," kata Suharsono saat razia tambang sirtu di Desa Kunjorowesi, Kecamatan Ngoro, Senin (5/10). (gun/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO