MALANG, BANGSAONLINE.com - Koalisi Pemuda Malang Bersuara (KPMB) mendatangi Gedung KPK di Jakarta pada Kamis (12/9/2024). Hal tersebut dilakukan usai mengirimkan surat ke pihak APH di Kota Malang.
Kedatangan mereka dalam upaya terus mencari kepastian hukum, serta dilatarbelakangi oleh keresahan yang timbul akibat putusan terkait kasus korupsi massal yang menyeret nama mantan Wali Kota Malang, Moch. Anton, beserta sejumlah rekan lainnya.
Baca Juga: Gegara Kampanye Tebus Murah Sembako, Bawaslu Kota Malang Tegur Paslon WALI
Presiden KPMB, Gilang Al Farizki, mengatakan bahwa pihaknya juga menemukan kasus-kasus lain yang hingga kini masih belum terselesaikan, termasuk dugaan gratifikasi terkait pengelolaan uang sampah serta penggunaan APBD 1 perse pada 2015.
“Kami menemukan adanya kasus lain yang belum tuntas, yakni dugaan gratifikasi dalam pengelolaan uang sampah dan penggunaan APBD 1% pada tahun 2015,” ucapnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
Ia juga menegaskan bahwa kedatangan KPMB ke Gedung KPK bertujuan untuk memperoleh kepastian hukum terkait kasus ini, yang dinilai sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dan berdampak besar terhadap masyarakat Kota Malang.
Baca Juga: MUI Sumenep Imbau Masyarakat Jaga Kondusivitas di Masa Kampanye Pilkada 2024
Lebih lanjut, Gilang menjelaskan bahwa tindakan ini merupakan salah satu bentuk fungsi pengawasan dan kontrol masyarakat terhadap kinerja lembaga negara, khususnya dalam penegakan hukum.
Menurutnya, KPMB merasa perlu mempertanyakan tindak lanjut dari kasus korupsi massal yang melibatkan Moch. Anton selama menjabat sebagai Wali Kota Malang periode 2013-2018.
“Kami mempertanyakan kejelasan tindak lanjut dari putusan perkara korupsi dengan Nomor 67/Pid.Sus-TPK/2019/PN Sby yang melibatkan terdakwa Cipto Wiyono. Hingga saat ini, status kasus ini masih belum jelas dan mengambang,” paparnya.
Baca Juga: Serah Terima Kirab Pataka 2024, Pemkab Kediri Maknai Semangat Kebersamaan Warga Jawa Timur
Menurut Gilang, apabila KPK memutuskan untuk mengembangkan kasus ini lebih lanjut, lembaga anti-korupsi tersebut memiliki tanggung jawab konstitusional untuk berkoordinasi dengan KPU, Bawaslu, Kepolisian, dan Mahkamah Agung terkait status hukum Moch. Anton.
Ia berharap, dengan adanya kepastian hukum, kegaduhan politik di Kota Malang dapat segera diakhiri.
“Kami berharap KPK dapat merespon dengan cepat dan memberikan jawaban atas permohonan kami. Ini penting untuk menunjukkan bahwa KPK masih memiliki kekuatan dalam pemberantasan korupsi,” tegasnya.
Baca Juga: Tujuan Polsek Krembung Gelar Sahabat Curhat di Desa Rejeni
Gilang juga mengajak seluruh warga Kota Malang, terutama para pemuda, untuk ikut serta mengawal perkembangan kasus ini, yang menyangkut calon-calon pemimpin Kota Malang. Ia juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk turut berperan dalam menyukseskan Pilkada yang bersih, jujur, dan berintegritas.
“Kami meminta KPK untuk memberikan kejelasan secara tegas. Jika kasus ini dianggap telah selesai, maka langkah selanjutnya bisa dilakukan melalui laporan baru ke Kejaksaan atau Kepolisian,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Gilang menekankan bahwa fakta persidangan sebelumnya menunjukkan adanya indikasi keterlibatan Moch. Anton dalam kasus gratifikasi uang sampah serta penggunaan APBD 1% bersama dengan tiga pejabat lainnya.
Baca Juga: Vinanda Jawab Keluhan Semrawutnya Infrastruktur di Kota Kediri dengan Program ini
“Dengan adanya bukti-bukti ini, arah kasus seharusnya menjadi lebih jelas,” tutupnya.
Perlu diketahui, Kasus “Uang Sampah” dalam Proyek Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang merupakan bagian dari skandal korupsi yang melibatkan Moch Anton selama menjabat sebagai Wali Kota Malang periode 2013-2018.
Kasus ini berkaitan dengan pemberian suap kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang guna memuluskan proyek investasi pembangunan dan pengelolaan TPA Supit Urang
Baca Juga: Kaesang Turun ke Blitar, Menangkan Paslon Kepala Daerah yang Diusung PSI
Proyek TPA Supit Urang ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah Kota Malang untuk mengelola sampah di Kota tersebut, dengan memanfaatkan lahan yang difungsikan sebagai tempat pembuangan akhir (TPA) di kawasan Supit Urang.
Namun, dalam pelaksanaan proyek ini, terjadi penyalahgunaan wewenang dan praktek korupsi yang melibatkan pejabat tinggi Kota Malang. (dad/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News