Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'i
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr KH A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Abiya: 31-33. Selamat mengikuti.
BACA JUGA:
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
- Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
- Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
“POLYNDROM” DALAM AL-QUR’AN
Demi meyakinkan umat manusia agar menyadari bahwa Allah SWT adalah yang menciptakan planet-planet di atas dan ternyata tidak semua dari mereka menyadari. Mereka kebanyakan ingkar dan berpaling. “wa hum ‘an ayatiha mu’ridlun”.
Lalu, pada ayat 33 ini, Tuhan menambah penjelesan-Nya dan beralih ke planet lain. Disebutkan ada malam dan ada siang. Ada matahari dan ada rembulan. Masing-masing berenang-renangan dalam falak, garis edarnya. “kull fi falak yasbahun”.
“Yasbahun” adalah fi’il mudlari’ dalam bentuk jamak yang ditandai dengan “waw” dan “nun” sebagai tanda I’rab. Bentuk ini lazimnya dipakai untuk membahasakan makhluk berakal, manusia dan jin. Tapi dipakai untk membahasakan benda mati, planet di ruang angkasa.