Andai Nabi Hidup di Surabaya Makan Rawon dan Rujak Cingur? Tafsir Al-Quran Aktual HARIAN BANGSA

Andai Nabi Hidup di Surabaya Makan Rawon dan Rujak Cingur? Tafsir Al-Quran Aktual HARIAN BANGSA Dr KH Ahmad Musta'in Syafi'i. Foto: Tebuireng Online

Manfaat, maslahah dan pahalanya besar. La wong menikahi satu wanita saja berpahala, apalagi empat.

Manusia juga butuh makan dan minum. Ya, tapi itu perlu dikendalikan biar tidak menjadi budak perut. Maka ada syari’ah puasa yang sungguh bermanfaat dan menyehatkan. Porsi puasa sudah diatur agama sedemikian rupa, makanya Rasululaah SAW tidak menyukai orang yang berpuasa sunnah setiap hari. Itu sama saja dengan makan yang dibalik waktunya. Sama saja dengan orang yang siang hari makan, tetapi pada malam hari tidak.

Lalu, nabi menunjuk puasa sunnah yang terbaik, yaitu puasa versi nabi Dawud A.S. Yakni, satu hari berpuasa, hari berikutnya tidak. Begitu seterusnya bergantian.

“Afdlal al-shiyam shiyam Dawud..”. Puasa macam ini betul-betul berat dan mengocok perut. Isi, tidak. Isi, tidak, Isi, tidak.

Hikmah puasa Dawud..?, jangan tanya, Lakukan saja. Joss poko-e. Meski puasanya berirama, tapi kalau pas hari terlarang, seperti hari raya, hari-hari tasyriq, ya harus tidak puasa. 

Yang ada nash larangan wajib dipatuhi. “Laqad anzalnya ilaikum fih dzikrukum”. Tuhan telah menurunkan kitab suci al-Qur’an yang di dalamnya ada “dzikr” mengenai kalian. Di sini, kata “dzikrukum” bisa bermakna aturan-aturan, hukum-hukum, tata etik dan lain-lain yang menjadi pengingat, pedoman hidup kalian. Juga bermakna “kemuliaan, keluhuruan, derajat dan lain-lain.”. Sebab orang yang disebut-sebut dalam kontek pemujian pasti orangnya mulia.

“ Kitaba fih dzikrukum”. Sisi lain, bahwa “kitab”, tulisan, karya tulis, karya ilmiah adalah media keluhuran, sekaligus cerminan kehormatan si penulisnya. Derajat penulisnya tercermin dari tulisan yang ada pada kitab atau buku itu.

Imam al-syafi’ie, secara keilmuan, dibanding dengan imam-imam mujtahid lainnya adalah imbang-imbang saja. Sama sama mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Tapi dalam sebarannya, dunia mengerti bahwa madzhab Syafi’ie lebih banyak mewarnai khazanah keilmuan dan merajai perpustakaan. 

Mengapa? Karena para ashab, para muridnya adalah penulis-penulis ulung yang aktif, terampil dan piawai. Lihat saja di dalam bidang fikih, dari imam Al-Nawawi, al-Rafi’ie dan seterunya hingga sampai ke Abi Suja’, Matn al-Taqrib. Jadi al-Sayfi’ie itu diuntungkan karena punya santri-santri penulis. Nama al-Sayfi’ie itu - antara lain - dibesarkan oleh para murid-muridnya yang penulis hebat. Beda dengan imam madzahb lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO