PBNU Lantik Umar Ketua PCNU Surabaya, Gus Salam Anggap Syubhat, Ingatkan Fatwa Hadratussyaikh

PBNU Lantik Umar Ketua PCNU Surabaya, Gus Salam Anggap Syubhat, Ingatkan Fatwa Hadratussyaikh KH Abdussalam Shohib Bisri. Foto NU online

NUANSA ‘SYUBHAT’ DALAM SK KOTA SURABAYA.

Oleh : KH Abdussalam Shohib Bisri

(Wakil Ketua PWNU Jawa Timur, Pengasuh PP. Mambaul Maarif Denanyar Jombang)

Tidak Lazim. Dua kata ini tepat untuk menggambarkan ketidak-laziman dari tata cara berorganisasi dalam Kepengurusan Kota Surabaya, saat ini.

30 Ramadhan 1444 H, bertepatan dengan 21 April 2023 M telah diselenggarakan pelantikan dan pengukuhan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama () Kota Surabaya. Pelantikan itu dilaksanakan di kantor Kota Surabaya, Jl. Bubutan VI/2 Surabaya, dan dikukuhkan oleh Rais Aam , berdasar Surat Keputusan Nomor : 203/PB.01/A.II.01.45/99/04/2023, tertanggal 13 April 2023 tentang Penunjukan dan Pengesahan Kepengurusan Definitif Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Surabaya Masa Khidmat 2023-2024.

Pengurus yang dilantik bukanlah hasil dari Konferensi Cabang Kota Surabaya, suatu mekanisme yang semestinya dan seharusnya dilakukan sebagai organisasi yang sehat untuk memastikan sah-tidaknya kepengurusan (deifinitif), terlebih NU adalah organisasi para Ulama dan warisan jam’iyyah yang terus dipantau oleh para Muassis (para pendiri), yakni Auliya; Syaikhoca M. Cholil Bangkalan, Hadratussyeikh KH M. Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Bishri Syansuri, KH As’ad Syamsul Arifin, dan auliya lainnya.

Doktrin Hadratussyeikh KH M. Hasyim Asy’ari jelas –pemahaman yang diperoleh dari Guru beliau- dalam mukadimah Qonun Asasi bahwa sikap terbaik dan terpuji adalah sikap yang dilandasi oleh kebijaksanaan (hikmah), bukan atas dasar kekuasaan atau semata pengetahuan berorganisasi. “وَآتَاهُ اللهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ .وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا; wa atahu Allah al-mulka wa al-hikmata wa ‘allahu mimma yasya’, wa man yu’ta al-hikmata faqod uwtia khoiron kastiron”, bahwa sikap bijaksana akan mendatangkan banyak kebaikan; terjaganya akal sehat, terlindunginya ilmu ulama; pilihan utama keputusan dengan mekanisme yang teruji dan terbaik.

Penunjukan Pengurus Cabang yang kemudian disahkan sendiri oleh menunjukkan sikap/keputusan yang tidak dari teladan ilmu Muassis, tapi lebih menunjukkan kekuasaan, walaupun sikap itu bisa dirasionalkan dalam konteks berorganisasi. Dan Kota Surabaya masih dalam tugas Karteker (pejabat sementara) yang hingga akhir tugasnya, walaupun telah diperpanjang, tetap berkewajiban menyelenggarakan Konferensi Cabang (Konfercab) agar terbentuk Kepengurusan Definitif.

Pejabat Karteker tetap wajib melaksanakan Konfercab, bukan justru menetapkan Karteker sebagai Pengurus Definitif . Peraturan Perkumpulan (PERKUM) Bab V Ketentuan Karteker, pasal 33, ayat (2) huruf (d) jelas dan tegas bahwa “dalam hal masa kerja karteker telah berakhir atau tidak diperpanjang atau surat keputusan perpanjangan telah habis, karteker wajib menyelenggarakan Konferensi Cabang”.

SK , nomor : 203/PB.01/A.II.01.45/99/04/2023, tertanggal 13 April 2023 tentang Penunjukan dan Pengesahan Kepengurusan Definitif Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Surabaya Masa Khidmat 2023-2024, telah mengabaikan PERKUM diatas. Dan dalam SK tersebut, konsideran ‘mengingat’, tidak mencantumkan PERKUM sebagai dasar hukum memutuskan.

Dasar hukum yang digunakan, pilihan pasal dalam AD-ART lebih untuk melegitimasi dan menguatkan kekuasaan untuk memutuskan, padahal obyek putusan terkait dengan NU didaerah yang memiliki karakter dan kearifan kuat dalam berjam’iyyah. Untuk menguatkannya langsung merujuk pada Peraturan nomor 02/XII/2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Karteker Kepengurusan Nahdlatul Ulama. PERKUM yang mengatur Ketentuan Karteker diabaikan.

Dengan demikian, tata urutan dasar hukum organisasi yang dirujuk untuk memutuskan, tidak lazim, bahkan dilanggar sendiri. Hal demikian bisa meruntuhkan kepercayaan awam dalam berjam’iyyah, termasuk kepercayaan Nahdliyyin terhadap kepemimpinan Ulama. Padahal, kewajiban ulama untuk membimbim awam menuju keutamaan ilmu dan kemuliaan, suatu kemashlahatan lahir dan batin.

Karenanya Hadratussyeikh KH M. Hasyim Asy’ari memaklumatkan 3 (tiga) butir fatwa yang salah satunya; “mengingatkan kewajiban masing-masing ulama untuk memperhatikan ketentuan bahwa memperbaiki dan menunjukkan orang awam, mengeluarkan mereka dari gelapnya kesesatan menuju nur petunjukan serta mengentaskan mereka dari jurang kebodohan dan kehinaan menuju puncak mulianya ilmu dan keutamaan, semua itu merupakan beban tanggung jawab di pundak Ulama NU. “فإن العُلَمَاءَ أُمَنَاءُ الله على عِبَادِه; fa inna al-ulama umanaau Allah ‘ala ‘ibadihi” bahwa sesungguhnya Ulama adalah kepercayaan Allah (untuk membimbing umat manusia) di muka bumi”.

“ومِنْ ثَمَّ فَالوَاجِبُ على عُلَمَائِنا ان يضَاعِفُوا جُهُودَهُمْ وان لايُدَخِّرُوا شيئا من وُسعِهم ..., wa min tsamma fa al-wajibu ‘ala ulamaina an yudlo’ifuu juhudahum wa an la yudakhiruu syaian mn wus’ihim ...” bahwa kewajiban bagi ulama NU untuk melipatgandakan kesungguhan dan tidak menyimpan potensi mereka untuk istiqomah khidmat ‘izzul Islam wal muslimin (عِزُّ الإسلام والمسلمين) dibawah nauangan jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Dan kewajiban itu dilaksanakan dengan saling sanding menyanding, kukuh mengukuhkan, dan ganti menggantikan dengan keyakinan bahwa pertolongan Allah SWT diberikan kepada jama’ah.

Untuk itu, dalam kondisi tidak stabil pun, pelaksanaan Konfercab sangatlah penting dilakukan sebagai mekanisme Nahdliyyin ditingkat cabang untuk mengimplementasikan dan mengembangkan kebijaksanaanya dalam menentukan Kepengurusan Cabang yang definitif, efektif, dan sesuai dengan kebutuhan serta karakter masing-masing daerah. Mereka pasti bertujuan mendapatkan kepengurusan yang berkualitas agar dapat meningkatkan kualitas layanan jam’iyyah kepada Nahdliyyin, demi mashlahat hidup berjam’iyyah, beragama dan bermasyarakat bangsa.

Model penunjukan kepengurusan oleh struktur diatasnya yang terus dilakukan dan disahkan, bilapun ada kebaikannya, namun kebaikan itu tidak meresap dan menyatu dengan Nahdliyyin. Dan itu bisa berakibat pada penurunan kualitas dan kepercayaan terhadap jam’iyyah Nahdlatul Ulama di masa depan.

Maka, akhiri seteru atas nama aturan dan kewenangan. Dan, tetap konsisten pada kebijaksanaan tanpa mendegradasi tata cara berorganisasi. “وَلاَ تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَاصْبِرُوْا إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْنَ. ( الأنفال/46 ), walaa tanaza’uw wa tadzhaba riehukum wa-shbiruw inna Allaha ma’a ash-shobirin (Q.S. Al-Anfal, 46)”; “Dan janganlah kamu saling bertengkar, nanti kami jadi gentar dan hilang kekuatanmu dan tabahlah kamu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang tabah”.

Jangan sampai ada atau PWNU saat ini dan seterusnya, bernuansa ‘Syubhat’ secara organisasi yang kepengurusannya disahkan dan dikukuhkan atas kehendak dengan dalih ‘diperbolehkan dan memiliki kewenangan’. Padahal; “إنّ الحلال بيّن وإنّ الحرام بيّن وبينهما أمور مشتبهات لا يعلمهنّ كثير من الناس فمن ِنّقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه ...(رواه البخاري ومسلم); inna al-halal bayyinun wa inna al-haram bayyinun wa bainahuma umuurun musytabihaatun la ya’lamuhunna kastirun min an-nas, ....(alhadits), denga penegasan bahwa barangsiapa yang menghindari atau menjaga diri dari ‘’, akan terjaga kesucian dan kehormatannya. Wassalam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Emak-emak di Surabaya Kecewa Tak Bisa Foto Bareng Jokowi':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO