
JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Secarik dokumen lusuh - tapi sangat penting - beredar luas di media sosial (medsos): viral! Dokumen itu berisi susunan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pertama atau perdana tahun 1926.
Sekedar informasi, jam’iyah atau organisasi Nahdlatul Ulama (NU) berdiri pada 16 Rajab 1344 H. Bertepatan dengan 31 Januari 1926 M.
BACA JUGA:
- Kiai Dihina Habis-Habisan, Kiai Wahab dan Kiai Chalim Minta Restu Hadratussyaikh Dirikan NU
- Klarifikasi Panitia Resepsi Puncak Satu Abad NU: Bedug Tidak Hilang, Tetapi Diamankan
- Direktur Komersial PT Rajawali Nusantara Indonesia Ungkapkan Alasannya Mendukung BUMNU Grosir Jember
- Gus Irfan: Hormati Saudara Kena Bencana, 15 Tahun Gerindra Belum Pernah Peringati Harlah Meriah
Kini foto dokumen itu berseliweran di grup-grup WA. BANGSAONLINE banyak sekali mendapat kiriman foto kopi dokumen yang warna kertasnya menguning karena faktor usia itu. Bahkan bagian pinggir kertas yang memuat daftar ulama-ulama besar yang dikenal tulus ikhlas itu sudah sobek tak karuan karena termakan usia.
(Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari saat menerima tamu utusan Jepang pada perjuangan kemerdekaan. foto: Dokumentasi Pesantren Tebuireng)
Tapi benarkah dokumen itu asli? Hasil penelurusan BANGSAONLINE, data-data pengurus dan kiai yang jadi pengurus NU pertama dalam dokumen itu otentik. Artinya, susunan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pertama memang benar. Setidaknya, nama-nama itu banyak dikutip dalam karya-karya ilmiah tentang NU seperti disertasi atau tesis.
Tapi dokumen itu sendiri tampaknya hasil ketikan baru. Buktinya, penulisannya pakai ejaan baru. Padahal NU lahir atau berdiri pada 1926 yang saat itu penulisan bahasa Indonesia pakai ejaan lama, yaitu ejaan Van Ophuysen.
(KH Abdul Wahab Hasbullah. Foto: wikipidea)
Dalam ejaan Van Ophuysen huruf U ditulis OE. Misalnya, Ulama ditulis Oelama. Umum ditulis Oemoem. Surabaya ditulis Soerabaja. Jombang ditulis Djombang. Mojokerto ditulis Modjokerto. Majalengka ditulis Madjalengka. Dan seterusnya.
(KH Abdul Halim Leuwimunding. Foto: Yayasan Sabilul Chalim Leuwimunding/NUonline)
Tapi dalam dokumen yang beredar itu pakai ejaan baru. Hanya nama K.H. Muhammad Hasjim Asja'ri yang pakai ejaan lama. Meski demikian data yang tertera dalam dokumen itu benar. Paling tidak, nama-nama kiai yang disebut dalam dokumen itu memang masuk dalam PBNU periode pertama.
Hanya saja ada beberapa perbedaan posisi atau jabatan pada beberapa kiai jika dibanding dengan data yang ditulis portal laduni.id. H. Sholeh Syamil, misalnya pada dokumen ini disebut sebagai Wakil Ketua Tanfidziah. Sementara laduni.id menyebut bahwa H. Sholeh Syamil sebagai Komisaris.
Begitu juga KH. Mas Alwi bin Abdul Aziz (Surabaya). Portal laduni.id menulis bahwa KH Mas Alwi bin Abdul Aziz sebagai Katib. Sedang KH Abdul Wahab Hasbullah disebut sebagai Mustasyar.
Tapi dalam data dokumen yang beredar sekarang ini KH Abdul Wahab Hasbullah sebagai Katib Syuriah. Sedang KH. Mas Alwi bin Abdul Aziz (Surabaya) sebagai A'wan.
Sementara KH Abdul Halim Leuwimunding dalam berbagai dokumen tetap sebagai Naib Katib.
Yang pasti, semua kiai yang tercantum dalam dokumen ini masuk PBNU periode pertama.
Lalu siapa saja kiai yang menjadi pengurus PBNU pertama?
Dalam foto kopi dokumen itu tertera sebagai berikut:
1 – Pengurus Syuriah
Rais Akbar: K.H. Muhammad Hasjim Asja’ari Jombang
Wakil Rais : K.H.A. Dahlan Achyat, Kebondalem Surabaya
Katib: K.H. Abdul Wahab Hasbullah, Kertopaten Surabaya
Naibul Katib: K.H. Abdul Halim, Leuwimunding, Majalengka
2 – A’wan
K.H. Mas Alwi bin Abdul Aziz Surabaya
K.H. Ridwan Abdullah Surabaya
K.H. Amin Abdus Syukur Surabaya
Simak berita selengkapnya ...