
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Setiap zaman ada pemimpinnya, ini berlaku dalam estafet kepemimpinan nasional. Contohnya, setelah 10 tahun jadi presiden, rakyat mulai bosan terhadao gaya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terlalu rapi, terukur dan jaim.
Siapapun presiden di negara manapun, setelah 10 tahun orang akan bosan, ingin mencari antitesis. Rizal Ramli mengisahkan, adalah Karim Raslan, ahli strategi komunikasi Malaysia (Ibu Inggris, Bpk Malaysia) keliling Indonesia untuk mencari anti-thesis SBY, ketemulah Wali Kota Solo, Jokowi. Antitesis dalam posture, style, pemikiran, lingo, dan sebagainya.
BACA JUGA:
- Anies Baswedan Batal ke Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Ada Apa?
- Sebut Hary Tanoe Ngawur, Tokoh Tionghoa Ini Bantah Masyarakat Tionghoa Dukung Capres Pilihan Jokowi
- Begini Cara NasDem Jatim Menangkan Anies Baswedan di Pilpres 2024
- Survei ARCI: Nahdliyin di Jatim Cenderung Pilih Prabowo di Pilpres 2024
Karim lah yg mempromosikan Jokowi di media-media internasional sebagai calon pengganti SBY. Seperti biasa, media-media nasional langsung menjadi pengikut atau followers.
"Mulai saat itulah Jokowi booming. Apa lagi didukung oleh mayoritas Pollsters dan Influencers," kata RR sapaan akrab Tokoh Nasional itu melalui keterangan tertulis yang diterima BANGSAONLINE.com, Minggu (5/3/2023).
Pertanyaannya hari ini siapa antitesis Jokowi? Apakah Anies Baswedan, seperti yang pernah disampaikan politikus NasDem, Zulfan Lindan atau dia hanya sintesis Jokowi ? Yang jelas antitesis itu harus terlihat dalam bentuk substansi, posture, gestur, gaya, lingo dsb.
RR mengaku dengan sadar memang memilih untuk jadi antitesis Jokowi. Baik karena secara alamiah memang tidak suka dengan basa-basi, apa adanya (candid), to-the-point, kritis tapi selalu solutif karena percaya itulah yg dibutuhkan oleh rakyat hari ini.
RR juga dengan sengaja memilih bahasa dan lingo yang agak urakan, memancing pertukaran pikiran. Tidak jaim karena memamg tidak suka jaim, just be myself. Tentu ada resikonya, elit feodal yang berlapis baju kesantunan akan tidak suka.
"Tapi coba cek di Jawa Timur, pantau Jawa Tengah bagian Utara, Jawa Barat, Maluku, Sulawesi, Sumatera, ternyata happy saja. Banyak yang senang dengan gaya apa adanya RR. Tapi saya memang sulit diterima di kalangan feodal Solo dan Selatan Jawa Tengah," ujar Menko Perekonomian Era Presiden Abdurrahman Wahid ini.
Simak berita selengkapnya ...