 Ketua Komisi, A Jumanto bersama rombongan ketika sidak tempat pembuatan kapal PT Orela. foto: syuhud/BANGSAONLINE
																							Ketua Komisi, A Jumanto bersama rombongan ketika sidak tempat pembuatan kapal PT Orela. foto: syuhud/BANGSAONLINE
																					GRESIK, BANGSAONLINE.com - Komisi A DPRD Gresik akhirnya turun ke Desa Ngimboh Kecamatan Ujung Pangkah untuk melakukan uji petik terkait laporan warga setempat, kalau di pantai Ngimboh telah banyak dilakukan reklamasi ilegal dan berdiri pabrik yang tidak memiliki kelengkapan izin dari BPPM (Badan Perizinan dan Penanaman Modal) Pemkab Gresik.
Pabrik yang berdiri di  atas lahan pantai yang disidak Koimisi  A adalah, PT Orela. Pabrik pemroduksi kapal itu  ternyata  tidak memiliki kelengkapan izin. Padahal, pabrik  seluas  3 hektar  tersebut sudah berdiri  3 tahun silam.
Saat Komisi A  lakukan sidak  di dalam PT Orela, terdapat puluhan kapal pesiar yang sedang  dalam tahap pengerjaan. Kapal itu kabarnya  1 buah harganya paling murah Rp 200 miliar. Kapal-kapal itu rata-rata dipesan oleh para pengusaha pelayaran di luar Jawa.
Ironisnya, ketika rombongan Komisi A yang  dipimpin oleh Jumanto usai lakukan sidak dan keluar dari tempat pembuatan kapal, puluhan karyawan  perusahaan  yang sedang istirahat  menyerbu rombongan  Komisi  A dan sejumlah wartawan yang tengah meliput. 
Bahkan,  sejumlah  warga yang ikut gabung  nyaris  terjadi  adu jotos dengan Sekretaris  LSM (Lembaga Swadaya  Masyarakat) JCW (Jatim  Corruption  Watch), Hasanudin yang selama ini gethol membongkar  skandal  reklamasi ilegal, jual beli  pantai ilegal  dan  perusahaan  ilegal yang berdiri di atas pantai  Ngimboh.
Hasanudin yang mempersoalkan kegiatan reklamasi ilegal menjadi sasaran amuk pekerja pabrik dan dituduh telah memprovokatori sebagian warga.
"Awalnya ketika saya menemani Komisi A masuk dan melihat lihat di dalam pabrik tidak terjadi apa apa  dan biasa saja. Tapi, setelah rombongan keluar pabrik dengan bermaksud sidak di lokasi  reklamasi lain, tiba tiba saya diserang sambil mengatai saya provokator dan dianggap biang persoalan," ungkap  Hasanudin.
Hasanudin menambahkan, aksi pekerja  PT Orela dan sejumlah warga yang  menyerang  dirinya itu telah melanggar  hukum. Karena itu, dirinya  berencana  akan melaporkan kasus tersebut  ke pihak berwajib. "Saya bisa lapor ke Polres Gresik atau  langsung ke Polda Jatim," katanya.
Hasanudin menduga, aksi puluhan karyawan PT Orela yang menyerangnya  itu, karena mereka  terusik dengan langkahnya  yang membongkar skandal  memetak-metak pantai yang diduga dilakukan oleh oknum mantan kepala Desa Ngimboh, Taufiqul Umam  dan Kades Ngimboh,  Ana Mukhlisa  yang kasusnya dilaporkan ke DPRD  dan Kejaksaan Gresik, Kejagung dan Mabes Polri.
"Jelas itu orang orang yang sakit hati terhadap saya, karena mereka punya kepentingan pribadi dan merasa terusik, karena selama ini saya yang mendampingi tokoh masyarakat untuk melaporkan kasus ini. Buktinya juga ada sepupu kades yang ikut menyerang saya tadi,"  jelasnya.
Sementara Ketua  Komisi A, Jumanto  mengatakan, dari hasil sidak  di Ngimboh, banyak diketahui  pantai yang telah direklamasi  dan didirikan industri. Seperti  PT Orela yang memroduksi kapal  pesiar. Perusahaan tersebut diketahui sudah berdiri tiga tahun, tapi belum melengkapi  izin. "Seharusnya perusahaan tersebut tidak boleh  beroperasi, karena  izinnya belum lengkap," kata Jumanto, didampingi anggota Komisi  A, Bambang  Adi Pranoto.
Bukti kalau  PT Orela belum lengkapi izin setelah  Komisi  A konfirmasi langsung dengan Kepala Bidang  Penanaman Modal BPPM (Badan Perizinan dan Penanaman Modal), Subhan. "Saya sudah tanyakan ke Pak Subhan, ternyata  PT Orela hanya ajukan  IPR (Izin Peruntukan Ruang). Padahal, izin tersebut masa berlakunya  cuma  tiga bulan," jelasnya.
Untuk itu, tambah Jumanto, Komisi A sudah mengagendakan  mengundang  managemen PT Orela untuk hearing. Langkah  itu dilakukan  sebagai  bahan pijakan Komisi A, perusahaan pemroduksi kapal itu dibiarkan  berdiri atau direkomendasikan  untuk ditutup. "Nanti, jelas Kamisi A akan mengambil sikap  sesuai  aturan yang berlaku,"  pungkasnya. (hud/rvl)
 
                             
                                         
             
            
 
														 
														 
														 
														 
														 
														 
														 
														 
														










 
												