Surabaya Bus, Jual Botol Plastik Rp 500 Juta, Tagihan BBM Rp 18 M, Kalah dengan Sepeda Motor

Surabaya Bus, Jual Botol Plastik Rp 500 Juta, Tagihan BBM Rp 18 M, Kalah dengan Sepeda Motor Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com Dahlan Iskan menyarankan agar para perencana tata kota memasukkan faktor . Sebab masyarakat bawah sekarang sudah pintar dan cerdas. Daripada naik kendaraaan umum, uangnya lebih baik nyicil . Lebih fleksibel dan jadi aset pribadi.

Tak heran, jika Bus – milik Pemkot – hasil gagasan Risma tak diminati penumpang. Benarkah? Nah, silakan baca tulisan Dahlan Iskan di Disway dan HARIAN BANGSA hari ini, Ahad, 11 April 2021. Di bawah ini kami turunkan juga di BANGSAONLINE.com. Selamat membaca:

ADA bus umum unik di : bayarnya pakai . Itulah bus gagasan Bu Risma, wali kota yang tahun lalu diangkat menjadi menteri sosial.

Bus itu genap berumur tiga tahun –minggu lalu. Masih bertahan –dengan sistem bayar pakai itu. Selama tiga tahun –menurut dinas perhubungan– terkumpul 150 ton

Botol-botol itu dijual. Laku Rp 500 juta –angka asumsi berdasar perolehan tahun pertama. Masih jauh dari pengeluaran pengoperasian bus. Yang per bulan tagihan BBM Dexlite sekitar Rp 500 juta –yang kalau ditotal, tiga tahun, sekitar Rp 18 miliar.

Tapi bus itu memang tidak untuk bisnis. Tidak harus untung. Bus itu milik Pemkot . Dibiayai dari anggaran pemerintah kota. Bahwa sistem pembayarannya pakai , itu sesuai dengan misi lingkungan Pemkot . Yang memang begitu mementingkan kebersihan dan pertamanan.

Penampilan busnya sendiri masih terawat. Tetap bersih dan keren. Jumlahnya 20 bus. Warna dominannya merah-hati dengan ilustrasi finyet yang bagus.

Kalau toh ada kritik itu sepele sekali: bus itu tidak laris. Rata-rata penumpangnya hanya 50 persen. Termasuk sebelum pandemi sekali pun.

Bagi yang sering ke negara-negara maju itu tidak masalah. Penumpang 50 persen itu sudah banyak. Saya sering naik bus kota di berbagai kota di Amerika. Atau di berbagai negara di Eropa. Jarang sekali busnya penuh. Bahkan tidak jarang isinya hanya 5 orang: justru nyaman sekali.

Tapi kan bukan di negara maju. Bus kota di negara-negara sekelas Indonesia biasanya sampai miring ke kiri.

Tentu harus dicari: mengapa Bus –begitu nama resminya– tidak sampai miring ke mana pun. Ada yang menyalahkan, itu karena sistem pembayaran yang bukan uang itu. Penumpang harus cari tiga botol besar, atau lima botol kecil, atau 10 gelas plastik.

Yang jelas, tidak mungkin orang beli dulu air tiga botol, lalu diminum sampai habis, untuk kemudian naik bus.

Tapi belum tentu penyebabnya itu. Bisa jadi lebih mendasar dari itu. Misalnya, jangan-jangan, sekarang ini, tidak begitu banyak lagi orang yang perlu angkutan umum.

Lihatlah jalan-jalan raya di : penuh dengan sepeda motor. Mereka lebih memilih naik daripada angkutan umum. Alasannya pun sungguh masuk akal.

Para perencana kota –tidak hanya di – sudah harus memasukkan faktor dalam konsep tata angkutan kota. Sekarang, apalagi yang akan datang.

Jelas sekali bahwa masyarakat kelas bawah pun sekarang sudah pintar-pintar. Sudah pandai berhitung. Saya bangga sekali dengan hitungan itu: menguntungkan mana naik kendaraan umum atau naik .

Lihat juga video 'Mobil Angkot Terbakar di Jalan Panjang Jiwo, Sopir Luka Ringan':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO