Tafsir Al-Kahfi 50: Kabinet Dalam Pemerintahan Iblis

Tafsir Al-Kahfi 50: Kabinet Dalam Pemerintahan Iblis Ilustrasi.

Kementerian Masuth ini piawai sekali memanaj adu domba, hingga manusia bermusuhan dan berantakan. Sasarannya bisa pada pribadi, masyarakat maupun negara. Masuth inilah yang aktif merongrong NKRI, mengacaukan kesatuan dan memporak-porandakan persatuan.

Kelima, Menteri Dasim. Kementerian ini membidangi urusan dalam rumah tinggal. Bukan mengatur belanja dan pola hidup yang baik, melainkan memacu agar rumah tinggal kita penuh dengan hal-hal yang tidak ada manfaatnya menurut agama.

Banyak barang-barang bekas yang tersimpan dan mubadzir, sehari-hari ramai dengan musik, senda gurau, dan hiburan. Televisi dan ponsel lebih sering menyuarakan musik, nyanyian, dagelan, dan sebangsanya.

Menteri Dasim sangat membenci penghuni yang ketika masuk rumah mengucap salam atau kalimah-kalimah thayyibah. Benci sekali terhadap ayat al-qur'an yang dibaca, benci bacaan Basmalah saat penghuni rumah itu makan, minum, atau bersenggama.

Ya, sebab mereka kabur kepanasan jika basamalah atau kalimah thayyibah tersebut dibaca. Dasim & Co. tidak bisa gabung makan di rumah tersebut, tidak bisa minum, dan tidak bisa nimbrung menyetubuhi istri. Andai seseorang makan tanpa membaca basmalah lebih dahulu, maka mereka ikut makan. Jika ingat dan baca basmalah, maka semua yang sudah ditelan dimuntahkan.

Keenam, Menteri al-Abyadl. The White Satanic, syetan putih, kayak Mendikbud di negeri ini. Yaitu membidangi pendidikan dan pengajaran. Tapi tugasnya bukan meminterkan anak bangsa seperti yang dilakukan Kemendikbud di negara kita, melainkan mengganggu orang belajar, merecoki penunut ilmu, mengaji, kuliah, dan lain-lain.

Makanya, anak yang belajar, menghafal al-qur'an, yang menulis skripsi, tesis, disertasi itu cenderung malas, mengantuk atau banyak ganguan. Ulahnya anak selalu ada-ada saja. Kadang ngobrol sendiri saat guru mengajar, peserta majelis taklim main HP saat ustadznya berceramah.

Itu semua trick al-Abyadl dan trik macam itu pasti buyar seketika jika seseorang segera berdiri atau bertakbir: "Allah Akbar". Lalu cepat-cepat melakukan pekerjaan yang dituju.

Ketujuh, Menteri al-Aqyas. Kementerian yang dipimpin al-Aqyas ini khusus membidangi peribadatan. Bukan mendorong manusia aktif ibadah, shalat, dan lain-lain, melainkan menghambat dan mencegah. Utamanya urusan shalat dan ini prioritas utama.

Dari hambatan prashalat, seperti bangun tidur, ditunda dan nanti-nanti saja. Saat bersuci, wudlu sudah diganggu dengan malas, dingin, dsb. Jika wudlu, maka dikondisikan biasa saja, asal membasuh. Tidak perlu berdoa dan lain-lain. Tidak perlu shalat sunnah, "ah... sunnah saja kok...".

Makanya, agama mengajarkan agar kita berdoa sebelum dan sesudah tidur. Agama memerintahkan kita shalat khusyu'. Ulama' tashawwuf mengajari kita, untuk bisa shalat khusyu' - salah satu triknya - harus sudah khusyu' sejak wudlu, jangan bicara apapun hingga ke masjid sampai selesai shalat.

Menteri al-Aqyas bekerja sama dengan Menteri al-Walhan. Walhan bertugas membuat manusia mudah ragu. Tadi sudah batal atau belum. Dalam shalat, tadi sudah dapat dua rakaat atau tiga. Membuat orang tidak percaya diri dan waswas, sehingga apa yang dilakukan nanggung dan gagal. Itulah yang dimaui Walhan.

Kedelapan, Menteri Murrah. Murrah memimpin kementerian seni dan budaya. Obsesinya adalah melenakan orang beriman agar terus enjoy dalam bermusik, getol mengurus kesenian dan budaya. Memandang seni begitu tinggi dan sangat penting untuk lembut rasa, peka jiwa dan sebagainya.

Saking doyannya terhadap seni musik, mungkin karena itu sandang-pangannya, sampai-sampai ibadah membaca shalawat diiringi musik, kendang, gamelan, piano, dan sebangsanya. Lalu berdalil, bahwa ini gaya dakwah para wali dulu. Saat Nabi hijrah, dulu juga disambut " thal'al badru 'alaina...", musik rebana para gadis Madinah.

Ini rumusnya: Jika musiknya lebih diperhatikan, lebih dominan di hati ketimbang khusyu'nya membaca shalawat, maka itu sejatinya bernyanyi, cuma dalihnya bershalawat. Apalagi ada goyangan kecil, maka tersenyumlah menteri Murrah.

Murrah juga membisiki orang beriman agar memandang budaya itu kayak agama yang harus dilestarikan dan dijunjung tinggi. Makanya, yang jadi sasaran adalah para pejabat, karena dia yang punya kuasa melestarikan. Walau itu bertentangan dengan syari'ah, maka terus berjalan demi mengambil hati rakyat.

Kalau toh itu benar-benar syari'ah agama, jika ada dugaan historis terkait budaya, maka dibudaya-budayakan. Seperti berjilbab. Bagi ilmuwan yang terpengaruh bisikan Murrah, maka berjilbab dianggap budaya wanita arab yang tidak harus dipatuhi, cukup berpakain pantas saja sesuai budaya masing-masing. Jadi, kalau wanita dari suku Asmat, pedalaman Papua masuk islam, maka cukup pakai rumbai dan yang laki-laki cukup pakai koteka (?).

Sedangkan bagi orang beriman, maka jilbab dipandang sebagai pakaian desain Rasulullah SAW yang diamanahkan al-Qur'an. Buktinya, sebelum ayat hijab turun, sebelum ayat tutup aurat turun, pakaian wanita arab bebas dan sembarangan. Apalagi qaniyyah, artisnya, serba mempertotonkan lekuk tubuhnya. Sesungguhnya masih banyak kementerian Iblis yang lain, tapi tafsir aktual ini membatasi diri. (al-Jami' Li Ahkam al-Qur'an, Li al-Qurthuby : X/421).

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO